Ah, mustahil berobat terserang stroke ke Koramil? Itu bukan tempatnya. Ke rumah sakit tentu lebih tepat. Lagi pula nggak takut tuh dengan tentara? Lihat kantornya saja dari jauh sudah seram. Wara-wiri orang berbaju loreng bersenjata laras panjang keluar masuk. Kita orang sipil masuk ke wilayah itu, wah harus mikirlah. Baru masuk pintu gerbang, kendaraan harus buka kaca pintu, buka kaca mata gaya dan hitam. Ditanyai mau jumpai siapa dan seterusnya. Ribet sudah pasti didapat.
Kesan itu yang ada di benak penulis ketika diajak berobat ke Koramil 2101 Sukaraja, daerah kawasan Kabupaten Bogor. Tepatnya di Jalan Dharmais setelah menyusuri Jalan Raya Bogor-Jakarta. Setelah perjalanan 30 menit dari kediaman, Jalan Ceger TMII, akhirnya penulis menjumpai kantor Koramil dimaksud.
Realitasnya, ketika sampai di Koramil 2101 Sukaraja bertolak belakang dengan penulis pikirkan. Tak ada pemeriksaan ketat ketika tamu berobat ke Koramil 2101 Sukaraja itu. Tak ada pungutan biaya parkir dan preman seperti di jumpai seperti di kawasan publik, pasar dan terminal.
Di sini, banyak pasien terkilir, salah urat, urat kejepit atau kecentit memenuhi ruang tunggu. Ada yang datang dengan kursi roda, bertongkat dan dituntun oleh pasangan setianya. Ada pula orang tua diantar cucu. Mereka semua antre dengan sabar untuk dilayani pemijit profesioanal Kapten Tatang dan anak buahnya.
Di sini, tak hanya orang sipil yang berobat dari kawasan Jakarta, Depok dan Bogor sekitarnya. Dari Bandung dan luar Jawa pun berobat untuk mendapat kesembuhan. Para perwira tentara dari Jakarta pun, termasuk jenderal atasan Kapten Tatang, berobat dan mendapat pertolongan di sini.
Suasana kantor Koramil, yang penulis saksikan pada Kamis (26/7/2018) memang berbeda dengan kantor tentara pada umumnya. Boleh disebut seperti rumah sakit saja lantaran sebentar-sebentar terdengar pasien berteriak merasa kesakitan ketika dipijit.
Wuih, sakit sekali! Kata seorang pasien yang baru dipijit.
Pasien yang tak mau disebut jati dirinya itu mengaku baru dua kali berobat. Ia mengaku menderita stroke ringan dan kini mengalami perubahan lebih baik, khususnya tangan dan siku.
Ia pun memperlihatkan tangannya yang sudah merasa sembuh. Anehnya, lanjut dia, usai dipijit dan kemudian tangannya menirukan memijit pasien penderita stroke lainnya, orang bersangkutan merasa sakit. Merasa kesetrum.
"Coba lihat ini, orang yang saya pijat merasa takut karena sakit," ujarnya.
Ketika disebut pasien merasa seperti kesentrum, penulis jadi terdorong untuk mencari tahu. Apa betul para pasien di sini distrum listrik?
Nyatanya, memang iya.
Ketika memijit, pemijit memanfaatkan aliran listrik dengan cara menginjak. Kadang dilepas. Sementara aliran listrik ke pasien (melalui kabel warna merah) tetap diinjaknya. Jadi, aliran listrik baru mengalir kala sang pemijit menginjak lempengan. Aliran listrik mengalir melalui tubuh pemijit dan diarahkan ke bagian sakit pasien.
Hebat, kan?
Energi baik dari listrik ini sesungguhnya hanya sebagai instrumen pendukung pengobatan. Sejatinya, di telapak tangan manusia itu mengandung kekuatan yang sangat luar biasa. Jika dioptimalkan, akan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak. Tapi, tentu, cara praktek memijit itu tak bisa ditiru orang semabarangan. Mengapa?
Anak buah Kapten Tatang yang melakukan praktek memijit itu tidak hanya belajar mengantarkan ilmu aliran listrik ke pihak orang yang ditolongnya. Ia juga belajar ilmu secara khusus, termasuk anatomi manusia.
Praktek mijat di kantor Koramil 2101 Sukaraja ini menimbulkan pertanyaan bagi penulis. Apakah Kapten Tatang dapat izin dari atasannya?
Penulis sangat khawatir pengabdian Kapten Tatang di kantornya tidak mendapat restu pimpinanan. Semoga saja pendapat penulis ini salah.
Tapi dari sisi kesalehan sosial, penulis merasa banggsa. Kapten Tatang dan anak buahnya patut diberi apresiasi. Sebab, Kapten Tatang yang sudah membuka praktek di situ dua tahun silam dalam bekerja tidak mengganggu kedinasan. Selain itu, pasien berobat bisa membayar sesuka hati. Artinya, bayar seikhlasnya.
Kita memang butuh orang langka seperti ini. Ini adalah energi baik untuk kehidupan, tentara memiliki kekuatan untuk lebih dekat dengan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H