Ketika disebut pasien merasa seperti kesentrum, penulis jadi terdorong untuk mencari tahu. Apa betul para pasien di sini distrum listrik?
Nyatanya, memang iya.
Ketika memijit, pemijit memanfaatkan aliran listrik dengan cara menginjak. Kadang dilepas. Sementara aliran listrik ke pasien (melalui kabel warna merah) tetap diinjaknya. Jadi, aliran listrik baru mengalir kala sang pemijit menginjak lempengan. Aliran listrik mengalir melalui tubuh pemijit dan diarahkan ke bagian sakit pasien.
Hebat, kan?
Energi baik dari listrik ini sesungguhnya hanya sebagai instrumen pendukung pengobatan. Sejatinya, di telapak tangan manusia itu mengandung kekuatan yang sangat luar biasa. Jika dioptimalkan, akan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak. Tapi, tentu, cara praktek memijit itu tak bisa ditiru orang semabarangan. Mengapa?
Anak buah Kapten Tatang yang melakukan praktek memijit itu tidak hanya belajar mengantarkan ilmu aliran listrik ke pihak orang yang ditolongnya. Ia juga belajar ilmu secara khusus, termasuk anatomi manusia.
Praktek mijat di kantor Koramil 2101 Sukaraja ini menimbulkan pertanyaan bagi penulis. Apakah Kapten Tatang dapat izin dari atasannya?
Penulis sangat khawatir pengabdian Kapten Tatang di kantornya tidak mendapat restu pimpinanan. Semoga saja pendapat penulis ini salah.
Tapi dari sisi kesalehan sosial, penulis merasa banggsa. Kapten Tatang dan anak buahnya patut diberi apresiasi. Sebab, Kapten Tatang yang sudah membuka praktek di situ dua tahun silam dalam bekerja tidak mengganggu kedinasan. Selain itu, pasien berobat bisa membayar sesuka hati. Artinya, bayar seikhlasnya.