Â
Kita memang perlu memagari diri dari provokasi ajaran yang bertentangan dengan Islam yang rahmatan lil alamin. Pasalnya, kini radikalisme bisa beragam rupa. Antara lain penyebaran paham melalui media sosial, buku-buku dan ajakan mendengarkan ceramah agama.
Jika yang dilibatkan orang lemah iman, lemah akidah, tentu saja pemahaman Islam yang rahmatan lil alamin mudah dapat mengendur. Karenanya, Â umat Islam perlu mewaspadai radikalisme akidah yang membawa kesesatan dan berujung pada tindakan kekerasan kapan dan dimana pun.
Solusi untuk memagari diri dari paham radikalisme salah satunya adalah pentingya Ormas Islam merapatkan barisan dan memperkuat silaturahim. Tentu, tak kalah penting adalah dukungan dari pihak pemangku kepentingan: Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dan mubaligh dari seluruh tanah air.
Hal lain yang tidak boleh dilepaskan dalam menangkal radikalisme adalah mengajak generasi zaman "now". Sebab, mereka inilah ke depan yang akan menghadapi tantangan lebih besar. Radikalisme, termasuk intoleransi adalah bentuk tindak kekerasan di tengah masyarakat.
Karenanya pula, memberi pemahaman akan bahaya radikalisme tidak cukup dilakukan satu kelompok saja. Siapa pun dia, harus memainkan perannya dalam mengamankan bangsa ini dari paham sempit dan intoleran.
Beberapa tahun silam, dalam upaya menangkal radikalisme dan intoleransi, Kementerian Agama (Kemenag) pernah menggelar kegiatan Rohis (Rohani Islam). Kegiatan ini, yang berisi  tahfizdul quran, khutbah jumat dan kegiatan lain dinilai sangat positif.
Dirasakan kegiatan Rohis sangat membantu penguatan pemahaman agama bagi siswa di berbagai sekolah. Apa lagi pada kesempatan itu dilakukan pembinaan terhadap guru agama Islam yang selama ini hanya mengajar di kelas saja.
Para guru dilibatkan  tidak saja diminta menemani anak-anak selama belajar, tetapi juga mendampingi kegiatan mereka di luar jam belajar.
Dengan cara itu, maka jika ada pihak yang menanfaatkan organisasi siswa dengan menyusupkan indoktrinasi paham keagamaan yang tidak sesuai dengan paham keagamaan Islam Indonesia, bahkan merusak keutuhan NKRI, dapat dicegah.
Kegiatan Rohis itu merupakan salah satu upaya saja. Tentu, dengan kondisi Indonesia yang multi etnis, multi agama, multi budaya, usaha memerangi radikalisme dan intoleran bisa dilakukan dalam bentuk lain.
Sayangnya, upaya positif ini kurang mendapat sambutan positif. Minimnya dana jadi salah satu penyebabnya. Padahal, penguatan Islam Rahmatan Lil Alamin sejatinya juga bagian dari Pancasila.
Mengapa jadi bagian dari Pancasila? Ya, lihat saja butir-butir Pancasila. Kala di zaman Orde Baru, penulis ketika ikut penataran P4 (Pedoman , Penghayatan, Dan Pengamalan Pancasila) selalu diingatkan bahwa Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Dulu, bila tidak hafal butir-butir Pancasila (ada 45 butir, berdasarkan Tap MPR No I/MPR/2003), bakal mengalami kesulitan, utamanya bagi pegawai negeri sipil.Â
Nah, untuk zaman 'now', kita berharap ada upaya nyata dalam menangkal radikalisme dan intoleran dari seluruh pemangku kepentingan terkait.
Catatan: sumber bacaan satu dan dua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H