Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Teroris Tak Mampu Jalani Puasa dengan Baik?

16 Mei 2018   20:39 Diperbarui: 17 Mei 2018   10:54 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang ayah tengah membaca Alquran saat Ramadan di Masjid Istiqlal. Foto | Dokpri

Loh, apa kaitannya teroris dengan puasa. Mau puasa atau tidak, tentu tidak punya kepentingan bagi orang lain yang menjalani puasa. Apa lagi puasa Ramadan. Bukankah puasa wajib yang satu ini sifatnya sangat pribadi, menyangkut hubungan diri seseorang kepada Sang Pencipta, yaitu Allah. Kalaupun ia berbohong, pura-pura menjalani ibadah puasa, yang tahu dirinya dan Allah semata.

Lagi pula mustahil bin mustahal seorang teroris itu mampu menjalani ibadah puasa dengan benar. Tanpa bermaksud mendahului,  seorang teroris mulai pikiran,  hati dan tindakannya tidak berbanding lurus dengan realitas, yang kebanyakan orang mengajak pihak lain selalu mengedepankan ketaqwaan kepada Sang Maha Pencipta, Allah SAW.

Ustaz H. Dudung tengah memberi tausiyah di Masjid At Taubah, puasa pertama pada Kamis malam. Foto | Dokpri
Ustaz H. Dudung tengah memberi tausiyah di Masjid At Taubah, puasa pertama pada Kamis malam. Foto | Dokpri
Ini tentang panduan puasa Ramadan. Foto | sallysamsaiman.com
Ini tentang panduan puasa Ramadan. Foto | sallysamsaiman.com
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa (al-Baqarah [2] : 183). Ayat ini selalu diucap dan dikutip para ulama dan para ustaz dan ustazah manakala mereka memberi tausiyah tentang arti pentingnya ibadah puasa pada Ramadan ini.

Betul. Ada sebagian orang berpendapat, ibadah yang tidak diketahui orang lain adalah puasa. Sebab, dalam kehidupan sehari-hari, bahwa orang puasa itu tidak bisa diukur atau dilihat dari tingkah lakunya. Yang bersangkutan bisa saja tidak mengerjakan makan dan minum di luar ketentuan, sopan dan menjaga kata dan perbuatan. Tapi, ketika ia makan dan minum di kamar seorang diri, hanya Tuhan yang tahu.

Puasa (shaum) esensinya menahan diri dari suatu perbuatan. Itu menurut pengertian bahasa. Menahan diri dari perbuatan apa? Yaitu dari segala perbuatan yang membatalkannya: makan, minum dan berhubungan badan sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Termasuk perbuatan yang tidak diridhoi Allah.

Sayogyanya, puasa itu mulai dari hati, pikiran dan tindakan harus dapat berjalan lurus dalam praktek kehidupan sehari-hari.

Nah, jika mengikuti alur pikir dari pengertian ayat tadi, jelas saja para teroris itu -- apa lagi pelaku pemboman bunuh diri di tiga gereja Surabaya, baru-baru ini -- jelas-jelas sudah termasuk kelompok manusia yang tidak mampu menjalani puasa.

Mengapa? Ya, lantaran belum memasuki Ramadan saja, mereka itu (teroris) sudah tidak mampu menahan diri. Jangankan meningkatkan kesalehan sosial bagi warga sekitar, untuk mengajarkan ibadah untuk anggota keluarganya saja tidak dilakukan.

Suasana jemaah shalat taraweh di Masjid At Taubah. Foto | Dokpri
Suasana jemaah shalat taraweh di Masjid At Taubah. Foto | Dokpri
Mengangkat kitab sebagai penegasan Nisfu Sya'ban bukan bid'ah. Foto | Dokpri
Mengangkat kitab sebagai penegasan Nisfu Sya'ban bukan bid'ah. Foto | Dokpri
Malah anak-anak dan isteri dikorbankan untuk merusak di permukaan bumi. Apa lagi untuk melaksanakan ibadah puasa. Mereka nampaknya sudah bersiap menjauh. Malahan, mereka itu melakukan perbuatan kejahatan di luar batas kemanusiaan. Ya, bom bunuh diri.

Penulis bukanlah seorang ulama, tetapi ingin berbagi tentang pentingnya puasa. Di sini penulis membatasi diri seputar puasa wajib. Yaitu pusasa Ramadan. Sedangkan jenis puasa dan puasa-puasa sunah biarlah menjadi domain para ustaz kondang.

Syarat wajib puasa, yang penulis ketahui itu di antaranya beragama Islam. sudah menginjak usia baligh (mukalaf/terbebani syarat), berakal sehat, mampu berpuasa (tidak dalam keadaan udzur), tidak dalam keadaan bepergian jauh (safar), dan bagi perempuan dalam kondisi suci dari haidh dan nifas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun