Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengharap Berkah, Ada Politisi Mandi di Guci?

21 April 2018   20:00 Diperbarui: 22 April 2018   09:49 2600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar belum tertata apik. Foto | Dokumen Pribadi.

Diam-diam para politisi mendatangi kawasan Pariwisata Guci, Tegal, Jawa Tengah. Ngapain, ya? Ya, ngapain lagi kalau bukan untuk mandi. Berharap (meski hal itu diucap dalam hati) mendapat berkah. Lebih dari itu, memperoleh keberuntungan dan sukses pada tahun Pilkada 2018.

Obyek Wisata (OW) Guci, Bumijawa, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, belakangan ini makin ramai setelah jalan tol menuju kawasan itu terbuka. Guci pun belakangan ini menjadi kawasan pariwisata menarik bagi warga Jakarta meski dapat ditempuh sekitar 5 hingga 6 jam dengan kendaraan pribadi.

Ketika kawasan wisata Puncak, Jawa Barat, mengalami musibah berupa longsor sehingga ruas jalan di daerah itu tidak dapat dilalui, objek wisata Guci menjadi pilihan bagi warga Jakarta. Pada 30 Maret-1 April 2018 silam, penulis mendatangi kawasan itu bersama sejumlah rekan dan keluarga. Awalnya sih kepingin ke Puncak. Tapi, karena peristiwa jalan tertimbun tanah longsor, maka jadilah ke Guci mengingat udaranya di situ sejuk dan dingin.

Pintu gerbang masuk kawasan Guci. Foto | Dokumen Pribadi
Pintu gerbang masuk kawasan Guci. Foto | Dokumen Pribadi
Kolam renang di salah satu hotel. Foto | Dokumen Pribadi
Kolam renang di salah satu hotel. Foto | Dokumen Pribadi
Mandi bersama anggota keluarga. Foto | Dokumen Pribadi.
Mandi bersama anggota keluarga. Foto | Dokumen Pribadi.
Pada Sabtu atau hari pertama libur panjang, jumlah wisatawan yang datang untuk menikmati sejumlah wahana di Guci mencapai 6.000 orang. Bisa jadi penjelasan dari seorang petugas tentang jumlah itu benar. Sebab, mobil bus dari berbagai daerah mengantre. Parkiran penuh sesak. Belum lagi kendaraan pribadi memenuhi parkiran hotel berkelas melati.

Ahmad, salah seorang petugas objek wisata setempat mengaku, saat lebaran lalu wisatawan yang masuk ke Guci diperkirakan mencapai 100 ribu lebih. Wuih hebat. Pantas saja politisi juga tertarik karena mereka menilai mengunjungi objek wisatawan itu pasti punya nilai plus.

Lalu, siapa politisi yang pernah berkunjung ke kawasan pariwisata ini? Ada sih, tapi tidak perlu diungkap. Mengunjungi objek wisata bagi setiap orang adalah hak privasi seseorang. Tapi, apakah benar mereka mandi di kolam air panas semata-mata untuk mendapatkan berkah? Sukses dan terpilih sebagai anggota dewan, atau menjadi bupati, wali kota dan gubernur?

Kelompok wisatawan dari Jakarta tengah menanti makanan datang di salah satu rumah makan. Foto | Dokumen Pribadi.
Kelompok wisatawan dari Jakarta tengah menanti makanan datang di salah satu rumah makan. Foto | Dokumen Pribadi.
Sate kambing, menu khas makanan daerah ini. Foto | Dokumen Pribadi.
Sate kambing, menu khas makanan daerah ini. Foto | Dokumen Pribadi.
**

Apa sih keistimewaan wisatawan Guci?

Fokus wisatawan yang datang umumnya ke pemandian air panas. Ada pula yang beristirahat di villa atau penginapan sambil menikmati sejuknya udara dingin di lereng Gunung Slamet. Di luar itu, objek wisata di kawasan itu ya biasa-biasa saja. Malah, terkesan semrawut karena lokasi pasar tidak ditata dengan apik.

Apa lagi menyaksikan penempatan lokasi parkir. Kotor, tidak beraturan penataannya.

Awalnya, menurut berbagai sumber, Guci ini adalah sebuah objek wisata air panas. Warga setempat kemudian meyakini air tersebut bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit dan membuat awet muda.

Pengunjung memenuhi sungai kecil dan mandi air panas. Foto | Dokumen Pribadi.
Pengunjung memenuhi sungai kecil dan mandi air panas. Foto | Dokumen Pribadi.
Kolam renang berbayar. Foto | Dokumen Pribadi.
Kolam renang berbayar. Foto | Dokumen Pribadi.
Peralatan benda tajam pun dijual di sini. Foto | Dokumen Pribadi.
Peralatan benda tajam pun dijual di sini. Foto | Dokumen Pribadi.
Jika sudah mendengar kata awet muda, penulis pun tambah penasaran dan terus mencari tahu. Kepercayaan itu diawali keyakinan warga Pedukuhan yang bernama Kaputihan. Putih kemudian dimaknai sebagai belum tercemar atau masih suci dan tercemar juga oleh suatu peradaban lain.

Istilah Kaputihan pertama kali dipekenalkan Kyai Ageng Klitik (Kyai Klitik ) yang sesungguhnya adalah Raden Mas Arya Wiryo cucu Raden Patah Bangsawan dari Keraton Mataram Ngayogjokarto Hadiningrat asal dari Demak.

Setelah beliau Kyai Klitik menetap lama di lereng gunung Slamet (kampung Kaputihan), menurut sejarahnya, maka banyak warga berdatangan dari tempat lain sehingga kampung kaputihan menjadi ramai. Suatu ketika datanglah Syech Elang Sutajaya utusan Sunan Gunung Jati (Syech Syarief Hidayatulloh) dari Pesantren Gunung Jati Cirebon untuk Syiar Islam.

Pengrajin hiasan dinding pun hadir di sini. Foto | Dokumen Pribadi.
Pengrajin hiasan dinding pun hadir di sini. Foto | Dokumen Pribadi.
Pasar belum tertata apik. Foto | Dokumen Pribadi.
Pasar belum tertata apik. Foto | Dokumen Pribadi.
Warga naik mobil bak terbuka. Foto | Dokumen Pribadi.
Warga naik mobil bak terbuka. Foto | Dokumen Pribadi.
Dan kebetulan di kampung kaputihan sedang terjadi pageblug (wabah penyakit merajalela, banyak terjadi bencana alam dan tanaman di serang hama dll ) Sehingga Beliau Elang Sutajaya memohon petunjuk kepada Allah Swt dengan semedi kemudian Alloh Swt memberi petunjuk supaya masyarakat kampung Kaputihan meningkatkan Iman dan Taqwanya kepada Alloh Swt dengan menggelar Tasyakuran, memperbanyak sedekah dan yang terkena wabah penyakit agar meminum air dari kendi (guci) yang sudah di do'a kan oleh Sunan Gunungjati .

Dalam kesempatan itu pula Sunan Gunungjati berkenan mendo'akan sumber air panas di kampung Kaputihan agar bisa di pergunakan untuk menyembuhkan segala penyakit.

Semenjak itu karena Guci yang berisi air yang sudah di doakan Sunan Gunungjati ditinggal di Kaputihan dan selalu di jadikan sarana pengobatan, maka warga setempat menyebut-nyebut Guci-Guci. Sehingga Kyai Klitik selaku Kepala Dukuh Kaputihan mengubahnya menjadi Desa Guci. Ia pun diangkat sebagai lurah pertamanya.

Teh poci, khas Tegal jadi santapan nikmat di sini. Foto | Dokumen Pribadi.
Teh poci, khas Tegal jadi santapan nikmat di sini. Foto | Dokumen Pribadi.
OLeh-oleh khas Guci, Tegal. Foto | Dokumen Pribadi.
OLeh-oleh khas Guci, Tegal. Foto | Dokumen Pribadi.
Guci peninggalan Elang Sutajaya, menurut catatan sejarah, sekarang berada di Museum Nasional setelah pada saat pemerintahan Adipati Brebes Raden Cakraningrat membawanya ke museum.

Hingga kini sudah menjadi tradisi bagi warga setempat dan dari luar daerah setelah berziarah ke makam Walisongo khususnya Sunan Gunungjati sebagai penyempurna terakhir dapat dipastikan mandi air panas di Guci untuk memperoleh berkah kesehatan dan penyembuhan segala penyakit.

Bisa jadi, hal ini pulalah yang mendorong para politisi menyempatkan diri berkunjung ke Guci. Berharap berkah?

Catatan: sumber bacaan 1 dan 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun