Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Begini Cara Penghulu Melindungi Perempuan

6 April 2018   08:13 Diperbarui: 6 April 2018   12:25 2692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan dikira upaya perlindungan perempuan atau wanita hanya bisa dilakukan dengan cara memberi gaji seorang bodyguard (pengawal) ke manapun yang bersangkutan bepergian. Atau menempatkan seorang petugas keamanan (Satpam) di pintu gerbang halaman rumah dengan dukungan peralatan kamera, persenjataan dan seekor anjing.

Bagi orang tua kaya cara seperti itu tidak terlalu sulit. Jangankan seorang Satpam, orang sekampung pun bisa dikerahkan jika dimintai tolong untuk mengawasi gadisnya dari si tangan jahil atau hidung belang. Lalu, bagaimana jika kebetulan si orang tua gadis hidupnya melarat. Jangankan untuk membayar seorang bodyguard, membeli kebutuhan 9 bahan pokok saja sudah "senin-kamis".

Nah, di sinilah perlindungan bagi perempuan atau seorang gadis terasa demikian penting dari para hidung belang yang memiliki nafsu syahwat segunung.

Penghulu Muchtar Ilyas mewawancari calon pengantin di ruang kerjanya. Foto | Dokumen Pribadi
Penghulu Muchtar Ilyas mewawancari calon pengantin di ruang kerjanya. Foto | Dokumen Pribadi
Dalam obrolan dengan petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Pulo Gadung, Jakarta Timur, penulis berhasil mengorek keterangan berbagai tipu daya para lelaki yang berkeinginan memiliki istri lebih dari tiga, upaya pemalsuan dokumen perceraian, hingga upaya pencegahan perkawinan sesama jenis.

Wuih. Seru jika diungkap terang benderang. Tapi di sini penulis membatasi diri tidak mengungkap sepenuhya karena selain menjaga nama baik orang bersangkutan juga untuk menghormati hak privasi dari tokoh yang dimaksud.

Penting dipahami bahwa hak lelaki beristri hingga empat perempuan dalam hukum Islam dibenarkan. Artinya, pria menjalani kehidupan poligami dibenarkan sejauh hal itu bisa memenuhi hak-hak wanita dan dilakukan dengan rasa berkeadilan. Tapi, apakah alasan yang sering kita dengar itu sudah dirasakan cukup. Jika iya, boleh jadi perlindungan wanita terasa tidak hadir di muka bumi ini.

Apa pasalnya? Ya, tadi seperti pada awal tulisan ini. Pelakunya dapat dipastikan adalah pria yang memiliki kecukupan uang, kaya dan mapan. Dengan kekayaan melimpah, pria bersangkutan memandang wanita seperti dapat "dibeli". Apa lagi bila pria bersangkutan punya status sosial tinggi di tengah masyarakat. Untuk melakukan nikah, kapan dan di mana pun dapat diatur dan dilakukan.

Yang bersangkutan merasa mudah mengatur orang-orang guna menyelesaikan persyaratan perkawinan. Dokumen perizinan dari istri pertama hingga ketiga, misalnya, bisa diperoleh dengan cara pemalsuan. Penghulu bisa diakali dengan iming-iming bayaran tinggi. Maaf, pelaku yang berkeinginan hidup dengan wanita lebih dari tiga justru datang dari kalangan orang terpandang dan memiliki pemahaman agama yang bagus.

Pihak penghulu di KUA Pulo Gadung sempat mendapat "tekanan" untuk segera menikahkan seorang terpandang dengan waktu dan tempat yang sudah ditentukan. Yang bersangkutan ingin punya istri ketiga. Kala dimintai kelengkapan dokumen, yang bersangkutan menyebut akan melengkapinya seusai akan nikah. Artinya, dokumen segera menyusul mengingat undangan sudah tersebar ke berbagai pihak.

Permintaan ditolak dengan alasan dokumen pendukung tidak ada. Terjadi "kehebohan" karena pihak penghulu bertahan dengan berpegang pada aturan, sedang pihak yang sudah ngebet nikah merasa berhak dinikahkan. Begitulah, ketika syahwat menguasai dan melumpuhkan akal sehat.

Aturan menikah, utamanya bagi yang ingin berpoligami, tidak seperti orang mencomot anak ayam di kandangnya. Yang paling berat adalah meminta izin dari istri pertama, kedua dan ketiga. Rambut boleh sama hitam, tetapi kedalaman hati seorang wanita siapa yang tahu. Karenanya, jika para istri sudah memberi izin dengan dukungan alasan kuat, hal tersebut harus dikuatkan juga oleh Pengadilan Agama setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun