Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Seriuskah Pemerintah Tangani Umat Khonghucu?

21 Maret 2018   22:53 Diperbarui: 22 Maret 2018   12:04 1707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana kita bisa bicara pendidikan jika datanya saja tidak tepat. Pendidikan bagi umat Khonghucu adalah salah satu bentuk pelayanan pemerintah, selain sudah adanya penegasan bahwa umat ini bisa mencantumkan agamanya pada kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP).

Jika umat lain kini sudah bicara tentang peningkatan kualitas pendidikan, tetapi umat Khonghucu masih bicara pada aspek akses pendidikan. Ini harus dipahami, umat Khonghucu penyebarannya di tiap kota di Tanah Air tidak merata. Pendirian lembaga pendidikan, seperti sekolah bagi umat Khonghucu, ternyata harus didukung pendataan yang tepat.

Berapa banyak sumber daya manusia (SDM) ke depan yang diperlukan? Hal ini juga perlu disiapkan tenaga sebagai penyuluh agama Khonghucu, guru atau pengajar hingga kesiapan merekrut tenaga aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil.

"Tahun ini kita harus merekrut pegawai beragama Khonghucu untuk melayani umat bersangkutan," kata Sekjen Kemenag Nur Syam.

Tentu saja itu tidak mudah. Sebab, etnis Tionghoa yang biasa berdagang lantas ditawari jadi pegawai, belum tentu bersedia. Apalagi gajinya kecil. Ini jadi tantangan bagi Kepala Kapus Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu.

Ke depan, institusi yang baru di kementerian itu juga wajib meningkatkan kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mengapa, ya jelas karena menyangkut anak didik. Data harus jelas, sehingga kebutuhan tenaga pengajar bisa diperhitungkan. Pengajar juga harus ikut sertifikasi.

Lalu, siapa yang berkompeten memberikan sertifikasi itu? Hal ini juga jadi tantangan. Untuk ikut program sertifikasi di lembaga pendidikan tinggi agama Buddha tidak mungkin. Paling mendekati, ya ke IAIN meski kedengarannya janggal. Tapi, apa boleh buat karena sampai kini tidak ada perguruan tinggi agama Khonghucu.

Karena itu, ke depan, sudah harus disiapkan pendirian sekolah-sekolah berbasis agama Khonghucu dan Kementerian Agama sudah harus membuat perencanaan pendirian Perguruan Tinggi Agama Khonghucu Negeri.

Ini jelas menjadi pekerjaan rumah bagi pejabat di lingkungan Khonghucu.

Selain masalah pendidikan, juga sudah harus ada penegasan bentuk rumah ibadah umat Khonghucu. Sekarang ini, seperti kelenteng, dapat digunakan oleh tiga pemeluk agama: Buddha, Khonghucu dan Tao.

Itu terjadi bukan lantaran kemauan umat Khonghucu, tetapi akibat kebijakan pemerintah masa lalu. Fakta umat Khonghucu nikah dengan cara agamanya, juga pendetanya Khonghucu tetapi dalam catatan nikah disebut nikah dengan cara Buddha. Ini kan konyol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun