Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Fadli Zon Ingin Pinjam Duterte

1 Maret 2018   15:30 Diperbarui: 1 Maret 2018   21:48 1625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: nasional.kompas.com | Nabilla Tashandara

Pernyataan Fadli Zon di televisi yang menyebut perlu meminjam Rodrigo Duterte, Presiden Filipina untuk memerangi narkoba di Tanah Air rasanya sukar diterima akal. Pernyataan wakil Ketua DPR RI ini seolah memberi gambaran bahwa aparat negara tidak bisa berbuat dalam memerangi narkoba.

Maaf penulis tak lengkap menyebut titik koma dari kalimat yang disampaikannya. Pada intinya ia menyebut bahwa perang melawan narkoba tidak cukup dengan kata-kata. Menurut Fadli Zon perang terhadap pengedar narkoba harus tegas dan bisa ditiru seperti yang dilakukan Rodrigo Duterte.

Lantas ia melanjutkan, jika Duarte dipinjam tiga bulan saja, maka pengedar narkoba bisa habis.

Pernyataan Fadli Zon itu bisa pula memberi gambaran lain. Dapat dimaknai sebagai ungkapan rasa kecewa mendalam terhadap begitu hebatnya peredaran dan pengguna narkoba di Tanah Air. Perang terhadap narkoba yang dilakukan aparat penegak hukum memang sudah luar biasa, tetapi korban terus berjatuhan.

Makanya, ia sampai menyebut perlu meminjam Duterte. Sebab, realitasnya, pengungkapan temuan dan penangkapan pelaku pengedar narkoba bukan lagi ukuran gram, tetapi sudah mencapai angka berton-ton yang diselundupkan melalui laut.

Fadli Zon. Foto | Sindonews.com
Fadli Zon. Foto | Sindonews.com
Beberapa tahun silam, seluruh wilayah Indonesia sudah dinyatakan sebagai gawat narkoba. Presiden Joko Widodo pun beberapa tahun silam menyampaikan keprihatinannya akan peredaran dan penggunanya yang sudah semakin parah.

Kondisinya sudah darurat. Dan, tentu, untuk menanganinya anggota masyarakat dan pemangku kepentingan terkait, aparat penegak hukum harus saling bersinergi. Koordinasi dan kerja sama dalam memerangi narkoba, seperti yang disampaikan Fadli Zon memang tidak cukup dengan kata-kata. Realitas di lapangan perlu bukti konkret.

Lantas, adakah yang salah dalam memerangi pelaku pengedar narkoba selama ini. Bukankah genderang perang sudah dibunyikan sejak lama. Atau, jangan-jangan "api" yang menyemangati dada bangsa ini dalam memerangi narkoba mulai redup?

Jika bicara narkoba, sesungguhnya sudah banyak disuarakan tentang bahaya negatif dari penggunaan narkoba itu. Termasuk juga di kalangan penegak hukum. Sekalipun ia anggota kepolisian dan tentara, harus dijauhkan dari barang haram itu. Aparat negeri sipil (ASN) semestinya dilakukan pemeriksaan tes urin secara berkala.

Sopir bus dan pilot saja dilakukan pemeriksaan urin, untuk menjamin keselamatan penumpang.

Dan siapa pun tahu bahwa narkoba memperlemah generasi muda. Penggunaan narkoba dapat mengakibatkan hilangnya kontrol diri sehingga dapat membahayakan orang. Ini tidak boleh terjadi.

Tentang hal ini, sudah sering diwartakan. Ada seorang pengguna narkoba menabrakan kendaraan yang dikemudikannya ke arah beberapa anak hingga tewas. Ribut-ribut antarsatuan di rumah hiburan malam yang kemudian berujung kepada pembunuhan, dan masih banyak lagi.

Generasi muda merupakan aset terbesar bagi suatu bangsa. Masa depan bangsa ditentukan generasi mudanya. Bila saja generasi mudanya lemah, sebagai dampak menggunakan narkoba, bisa jadi bangsa ini akan hancur.

Para pendidik sering mengingatkan, masa depan suatu bangsa akan ditentukan oleh kualitas fisik, mental, emosional, dan spiritual generasi mudanya. Keseimbangan aspek-aspek ini sangat penting, tidak per individu saja tetapi juga secara kolektif.

Kini "pucuk pimpinan perang" terhadap pengedar narkoba ada di pundak Heru Winarko. Ia dilantik Presiden Joko Widodo pada Kamis (1/3/2018). Irjen (Pol) Heru Winarko sebelumnya menjabat Deputi Penindakan KPK dan Kapolda Lampung. Ia menggantikan Budi Waseso yang memasuki masa pensiun.

Sejatinya, perang terhadap pelaku pengedar narkoba tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian, termasuk aparat BNN. Sebab, perang terhadap pelaku narkoba bagai melawan angin lewat karena pelakunya terorganisir apik. Punya jaringan luas dan menggiurkan karena di situ beredar "duit" dalam jumlah besar.

Karena itu, koordinasi antaraparat, tokoh masyarakat dan pemangku kepentingan terkait sangat perlu. Masih jarang terdengar dalam memerangi peredaran narkoba ulama dan tokoh agama dilibatkan. Yang sering mencuat, mungkin karena oleh pers dianggap seksi, justru yang menarik diberitakan adalah penagkapan pelaku narkoba bersekala internasional.

Di sisi lain, upaya pencegahan agar generasi muda terhindar dari penggunaan narkoba masih terasa kurang. Karena itulah Presiden Joko Widodo menaruh harapan besar kepada Heru untuk melakukan perbaikan dalam penanganannya.

BNN diharapkan memiliki standar-standar yang baik seperti yang dilakukan Heru ketika bekerja di KPK. Ada standard-standard yang dibawa dari KPK ke BNN. Hal ini harapan Jokowi dan seluruh rakyat Indonesia, tentunya.

Sebab, Indonesia sudah jadi pasar penjualan dan peredaran narkoba di Asia. Tantangan BNN pun ke depan bertambah. Terpenting, bagaimana mencegah barang haram itu masuk ke Indonesia. Menurunkan jumlah penyalahguna narkoba juga menjadi bagian penting. Kita, semua, memang sudah geram dengan peredaran narkoba dengan memberi hukuman mati kepada pengedarnya.

Lantas, akankah hukuman mati bagi pelaku pengedar narkoba itu kembali dilakukan. Beberapa tahun lalu pengedar narkoba sudah menjalani hukuman mati. Jika hal itu dianggap sebagai tindakan tegas kepada pelaku pengedar narkoba, kita berharap tidak perlu meminjam Presiden Filipina untuk memerangi narkoba di Tanah Air seperti diungkap Fadli Zon.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun