Nah, ini berita aneh.
Kementerian Agama (Kemenag) membantu Asian Games. Penulis jadi bertanya-tanya, jangan-jangan kementerian yang banyak mengurusi soal kerukunan antarumat, pernikahan, dan keberangkatan haji dan umrah ini ditugasi untuk mengatur keberangkatan dan pemulangan para atlet dari berbagai negara peserta pesta olahraga se-Asia ini.
"Ah, nggak mungkin lah!" kataku kepada seorang rekan melalui telepon.
Itu artinya menyalahi tugas dan pokok dari Kemenag. Atau kementerian itu sudah kehabisan kerjaan sehingga harus melakukan ekpansi kepada urusan-urusan lain. Kementerian itu sepertinya tengah meluaskan bidang tugas kerjanya. Padahal, kini publik pun tahu, kementerian ini tengah mendapat sorotan masyarakat lantaran ingin mengatur zakat melalui undang-undang.
Nah, urusan pengaturan zakat bagi Aparatur Negeri Sipil (ANS) atau pegawai negeri sipil saja belum rampung. Kini, mau ikut-ikutan berkontribusi dalam pelaksanaan Asian Games.
Ya, negara berhak mengatur warganya agar lebih tertib. Negara punya kewenangan mengambil tugas pelayanan umum agar warganya merasa terlayani. Negara hadir di tengah warganya. Jadi, jangan cepat-cepat curiga kalau negara ikut campur lantas ada golongan merasa takut "kehilangan proyek".
"Cara berpikir begitu sempit, bro!" kataku.
Coba lihat suksesnya kementerian yang satu ini dalam mengurus penyelenggaraan haji. Anggota jemaahnya saja yang diberangkatkan hampir mencapai 221 ribu jiwa. Diberangkatkan dalam satu periode, sekitar 42 hari.
Anggota jemaahnya terdiri dari berbagai golongan: dari berbagai daerah yang tidak semuanya mampu berbahasa Indonesia (apa lagi asing), tingkat pendidikan beragam dari mulai profesor hingga tingkat SD hingga tak sekolah, usia tua (lansia) hingga gadis belia dan perjaka tingting ada di sini. Dari yang sehat bugar hingga loyo karena punya penyakit beresiko tinggi, pun ada.
Bandingkan dengan tentara yang berangkat ke medan tempur. Pendidikan hampir sama, punya kemampuan merata, dalam hal bertempur, disiplin tinggi dengan garis komando. Dan, jumlah anggotanya yang diberangkatkan pun tergolong mudah diatur. Badan sehat semua.
Berbeda dengan anggota jemaah haji tadi yang tengah diberangkatkan. Weleh... banyak persoalan ternyata di dalamnya. Ada anggota jemaah buta huruf, tidak bisa baca dokumennya sendiri sudah sering terjadi.
Belum lagi ketika di dalam pesawat. Ada anggota jemaahnya harus mendapat pelayanan seperti bayi. Mengapa? Ya, karena tak pernah punya pengalaman naik pesawat. Membuka pintu kamar toilet saja harus dibimbing. Pun ketika di hotel dan tempat penginapan saat berada di Tanah Suci. Petugas harus mengawasi karena ada di antara anggota jemaah tak bisa membuka kran air di kamar kecil.
Jadi, dengan alasan-alasan itu Kemenag dilibatkan dalam penyelenggaraan Asian Games 2018 ini?
Ya, bisa jadi. Karena pengalaman memberangkatkan haji yang sukses bertahun-tahun itu, kementerian ini oleh berbagai negara telah dipuji dan dijadikan contoh sebagai penyelenggara haji terbaik di dunia.
Negara seperti Rusia dan Cina pernah mengirim delegasi ke Tanah Air. Di sini, para petugas haji dari negara sahabat itu belajar tentang manajemen haji. Tujuannya, agar bisa diterapkan di negara bersangkutan.
Benarkan celoteh ini?
Ya, benarlah. Kenyataan ini tak bisa disangkal meski di media massa jajaran Direktorat Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) kadang masih menuai kritik atas kekurangan yang didapati kala penyelenggaraan ibadah haji.
Begini, kata kawanku Pak M Mudhofir, Kepala Pusat Bimbingan dan Pendidikan Konghucu, Setjen Kemenag. Rekanku ini sekarang ditugasi mengurusi umat yang kebanyakan pemeluknya berasal dari etnis Tionghoa.
Ini tidak ada kaitan dengan memberangkatkan haji dan umrah. Juga tak punya kaitan dengan atlet nikah pada saat penyelenggaraan Asian Games. Juga jauh dari dugaan keterlibatan para pejabatnya secara langsung mengurusi prestasi olahraga kita.
Tetapi, ia merasa setuju bahwa penyelenggaraan Asian Games itu harus sukses. Sukses dari sisi penyelenggaraan, sukses dari sisi penyediaan infrastruktur dan terakhir sukses prestasinya. Indonesia pada pesta olahraga se-Asia itu ditargetkan masuk dalam 10 besar.
Nah, Kemenag punya tanggung jawab dari sisi pelayanan ibadah seluruh atlet. Atlet dari sisi spiritual butuh layanan. Layanan itu dalam bentuk apa? Dalam hal ini penyediaan tempat ibadah.
Karenanya, menurut rekan saya itu, pihaknya --dalam hal ini Kemenag melalui Pusat Bimbingan dan Pendidikan Konghucu-- telah mengucurkan dana hibah sekitar Rp700 juta untuk membangun vihara di Palembang. Dana sebesar itu memang tergolong kecil, tapi tanahnya disediakan Pemprov Sumatera Selatan.
Bagaimana rumah ibadah agama lainnya. Ya sudah tersedia, tentunya. Bantuan uang untuk vihara itu dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan ibadah para atlet yang beragama Konghucu ketika Asian Games di Palembang berlangsung.
"Kan, semua (penganut agama) harus diperlakukan sama. Tidak boleh ada diskriminasi dalam pelayanan keagamaan!" ia mengingatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H