Belum lagi ketika di dalam pesawat. Ada anggota jemaahnya harus mendapat pelayanan seperti bayi. Mengapa? Ya, karena tak pernah punya pengalaman naik pesawat. Membuka pintu kamar toilet saja harus dibimbing. Pun ketika di hotel dan tempat penginapan saat berada di Tanah Suci. Petugas harus mengawasi karena ada di antara anggota jemaah tak bisa membuka kran air di kamar kecil.
Jadi, dengan alasan-alasan itu Kemenag dilibatkan dalam penyelenggaraan Asian Games 2018 ini?
Ya, bisa jadi. Karena pengalaman memberangkatkan haji yang sukses bertahun-tahun itu, kementerian ini oleh berbagai negara telah dipuji dan dijadikan contoh sebagai penyelenggara haji terbaik di dunia.
Negara seperti Rusia dan Cina pernah mengirim delegasi ke Tanah Air. Di sini, para petugas haji dari negara sahabat itu belajar tentang manajemen haji. Tujuannya, agar bisa diterapkan di negara bersangkutan.
Benarkan celoteh ini?
Ya, benarlah. Kenyataan ini tak bisa disangkal meski di media massa jajaran Direktorat Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) kadang masih menuai kritik atas kekurangan yang didapati kala penyelenggaraan ibadah haji.
Begini, kata kawanku Pak M Mudhofir, Kepala Pusat Bimbingan dan Pendidikan Konghucu, Setjen Kemenag. Rekanku ini sekarang ditugasi mengurusi umat yang kebanyakan pemeluknya berasal dari etnis Tionghoa.
Ini tidak ada kaitan dengan memberangkatkan haji dan umrah. Juga tak punya kaitan dengan atlet nikah pada saat penyelenggaraan Asian Games. Juga jauh dari dugaan keterlibatan para pejabatnya secara langsung mengurusi prestasi olahraga kita.
Tetapi, ia merasa setuju bahwa penyelenggaraan Asian Games itu harus sukses. Sukses dari sisi penyelenggaraan, sukses dari sisi penyediaan infrastruktur dan terakhir sukses prestasinya. Indonesia pada pesta olahraga se-Asia itu ditargetkan masuk dalam 10 besar.
Nah, Kemenag punya tanggung jawab dari sisi pelayanan ibadah seluruh atlet. Atlet dari sisi spiritual butuh layanan. Layanan itu dalam bentuk apa? Dalam hal ini penyediaan tempat ibadah.