Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Perlukah Pers Mengajak Pengguna Medsos Memerangi Berita Hoaks?

8 Februari 2018   17:09 Diperbarui: 9 Februari 2018   11:32 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Joko Widodo atau Jokowi, seperti juga pada tahun lalu, menghadiri perayaan Hari Pers Nasional (HPN) ke-32 di Kota Padang, Sumatera Barat. Jokowi direncanakan mengikuti perayaan HPN 2018 selama dua hari.  

Peringatan Hari Pers Nasional tahun ini seyogianya tidak melupakan upaya mengajak masyarakat dan pengguna media sosial (medsos) untuk bersama-sama memerangi berita hoaks (hoax). Apa alasannya pengguna media sosial disertakan memerangi berita hoaks?

Begini. Di zaman "now", siapa pun mahfum bahwa pada era digital saat ini, internet dan teknologi gawai telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Media sosial pun tak dapat dipisahkan bagi setiap insan.

Media daring makin mendapat tempat di hati publik lantaran mudah diakses meski dari sisi pendidikan telah membawa konsekuensi sendiri bagi anak-anak. Kita pun sering mendengar anak menjadi ketergantungan terhadap dunia maya dan tidak bisa dipisahkan jauh dari gawai.

Upaya mengurangi pengaruh negatif penggunaan media daring yang terakses anak-anak telah dilakukan. Berbagai institusi telah banyak melibatkan orang tua diberi pemahaman agar anak bisa mengakses media online secara bijak. Orangtua memang perlu diedukasi secara berkesinambungan sehingga dapat memberi pencerahan kepada anak didik.

Memang, kita tidak lagi hidup di zaman "old" yang mana untuk mendapatkan informasi sangat tergantung pada para musafir. Pada zaman Romawi, saat itu, para musafir dan petugas kerajaan bekerja keras mendengarkan kabar yang dibawa musafir di penginapan.

Informasi dari musafir saat itu demikian berharga. Sudah ada kesadaran bahwa siapa yang menguasai informasi dialah yang paling awal mengambil keuntungan. Saat perang saja, data tak memadai, sejumlah pasukan akan berpikir dua kali untuk menyerang lawan. Jika kabar yang dibawa para musafir tidak didukung data dan fakta yang akurat, boleh jadi timbul desas-desus. Lebih tepat disebut sebagai kabar angin.

Sebagai manusia normal, tentu kita tak lagi bisa bergantung kepada berita desas-desus. Bersyukur, manusia di zaman now telah memanfaatkan kemajuan teknologi dengan segudang manfaatnya. Manfaat kemajuan teknologi itu terasa optimal mana kala sisi negatif yang ditimbulkan, yaitu berita hoaks, dapat dihindari.

Penting diingat bahwa pada tahun politik ini, kemunculan berita hoaks sebagai sisi negatif dari penggunaan media sosial tidak bisa dihindari bagai air mengalir. Dan penanganannya pun tidak bisa diserahkan sepenuhnya ke badan-badan atau institusi yang sudah dibentuk pemerintah. Harus ada sinergi institusi satu sama lain.

Pada tahun politik ini, saat Pilkada serentak berlangsung, tim pemenangan dari setiap partai politik akan menggunakan media sosial. Penggunaan media sosial itu, publik juga sudah tahu kalau semata-mata untuk membangun citra kandidat yang diusung. Bisa jadi, tim bersangkutan membentuk tim media untuk menyerang lawan, bertahan agar citra kandidat tidak melorot di mata publik.

Di sini, peran pers masih diharapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun