Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Marwah Koran di Mana?

7 Februari 2018   12:41 Diperbarui: 7 Februari 2018   19:39 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Pedagang koran. Foto | Joglosemar.co.id

"Wah, kala itu, mencari duit dari koran memang gampang," Rasidin mengenang masa lalunya kala rejeki nomplok sering hinggap pada dirinya.

"Koran.. koran... Ini ada kejadian orang dipotong-potong dua belas. Koran.. koran. Ini ada kejadian aneh, bayi dalam perut bisa bicara..," Rasidin berteriak-teriak menjajakan beberapa koran di tangannya yang belum terjual.

Dulu,  di Terminal Bus Lapangan Banteng (sekitar tahun 1980-an), yang hanya dapat menyaingi posisi bisnis koran hanyalah para peramal tangan di pinggir jalan. Bukan karena kehebatannya dalam hal ikhwal meramal, tapi pada kemampuannya mengibuli orang banyak.

Saya ini tidak tahu politik, apa lagi hal lainnya. Pokoknya, apa yang saya baca, jadi bahan bualan untuk menarik pembeli. Saya ini sesungguhnya hanya jualan bualan saja. Sama seperti peramal itu. Muji-muji dan menakut-nakuti orang yang diramal. Lalu, ia minta bayaran sambil berjanji akan menyebut penangkal bala ke depan.

Karena sering membual, ia mengaku, boleh jadi koran sekarang kehilangan marwahnya. Bukan semata karena kemajuan teknologi informasi, internet dan gawai. Ini karena isi koran terlalu banyaknya bual-bualnya.

Mendadak sontak rekannya Romy bereaksi mendengar ucapan seperti itu. Ia lalu angkat bicara. Rasidin pun kaget melihat reaksi Romy yang sejak bertemu tak mengeluarkan satu pun kata. Cuma, apa kabar dan setelah ia lebih banyak sebagai pendegar dan menyaksikan cara ia berjualan koran.

"Nggak semua isi koran itu isinya bualan. Isinya beragam. Koran itu terbit dengan misi khusus, sebagai sarana pendidikan, hiburan dan menyampaikan informasi. Koran juga sebagai kekuatan demokrasi di negeri ini. Saya nggak setuju kalau Bang Rasidin sebut isi koran bualan melulu," jawab Romy dengan nada tinggi.

"Kalau koran 'kuning', ya mungkin saja," Romy melanjutkan.

"Tapi, marwah Koran sekarang ada dimana?" Rasidin bertanya kepada rekannya yang dijawab dengan gelengan kepala.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun