Berbekal pengalaman Pilgub di Jakarta tempo lalu, sepanjang 2017 penulis sering mengangkat isu toleransi. Dari tulisan-tulisan tersebut, redaktur Kompasiana banyak menempatkan artikel penulis sebagai berita utama. Baik artikel utama menyangkut toleransi keagamaan maupun kerukunan antarumat selama Pilgub berlangsung.
Penulis berharap pesan toleransi di Kompasiana tidak boleh mati. Ini penting untuk kepentingan NKRI. Sebab, penulis banyak menyaksikan peristiwa konflik sosial, kejadian intoleransi yang sangat memilukan. Bahkan meninggalkan luka demikian dalam pada setiap individu, dendam dan kebencian sepanjang hayat.
Untuk kepentingan kurasi artikel Kompasiana, penulis mencatat lima artikel utama menyangkut toleransi, dengan harapan Pilkada 2018 ini menggoreng isu SARA dan intoleransi dapat dikurangi. Artikel yang dimaksud itu adalah:
Pesan Toleransi di Hari Waisak
Habib Bernyali Besar
Aku Tak Ingin Patung Gus Dur Juga Dipersoalkan
Etnis Tionghoa sebagai Pembawa Islam dan "Gorengan Politik" [Bagian II]
Siapa takut Mengucapkan Selamat Natal?
Masih banyak tulisan lainnya yang diangkat penulis dan menjadi artikel pilihan, seperti tentang Ahmadiyah, pengajian Tri Sakti mengaktualisasikan pesan Idul Adha, Gunakan "Bahasa Bunga" untuk mengayomi rakyat, Jauhkan Pemuda dari Paham ISIS, Din Syamsuddin Perkuat Tugas Kementerian Agama, Jauhkan Mengejek Orang Lain, Apalagi Agamanya.
Pesan Toleransi di Hari Waisak
Seluruh umat beragama mampu menghargai serta menghormati perbedaan antar-kalangan umat beragama. Tentu hal ini tidak bisa lepas dari peran para tokoh agama dan masyarakat yang memelihara toleransi.