Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Mertua Memanggilku Jurig

10 Januari 2018   10:47 Diperbarui: 11 Januari 2018   03:59 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah meminta semua orang di ruang tamu keluar, hanya aku dan Mbah Uti yang boleh masuk ke kamar. Lalu, si nenek yang tak kukenal namanya itu membaca mantera. Bagai muzizat, penyakit isteriku itu hilang.

Celoteh dari mulutnya pun berhenti. Rambutnya yang semua terlihat acak-acakan bagai orang ngamuk di jalan ramai sudah tertata apik. Ia nampak tenang. Namun terlihat binggung ketika keluar kamar dijumpai banyak orang.

Aku cepat-cepat menjumpai si nenek yang tak kukenal tadi. Maksudnya, untuk menyampaikan ucapan terima kasih. Seingatku, begitu keluar pintu rumah, si nenek sudah tak nampak dipandanganku.

"Iya mbah. Saya ingat. Ingin rasanya ketemu dengan si nenek itu. Mbah tahu rumahnya? Aku bertanya sambil berharap Mbah Uti dapat menunjukkan rumahnya.

"Kata tetangga di sini, ia tinggal jauh di tengah sawah. Ia datang ke rumah, kalau ada perlunya saja menolong orang tanpa diminta?" kata Mbah Uti.

"Wah, seperti jurig ya Mbah," jawabku yang disambut senyum si Mbah.

"Dia bukan jurig, tapi penolong. Orangnya ikhlas, membantu tanpa minta balasan, apa lagi minta uang," katanya cepat-cepat meluruskan pendapatku yang dianggapnya keliru.

Lantas, si Mbah Uti menjelaskan, kalau kamu dipanggil jurig pantas. Sebab, setiap datang ke Pogung, ke rumah ini, selalu pada malam hari.

"Yang datang malam hari, paling sering mahluk yang disebut jurig," kata si Mbah Uti sambil melempar tawa. Aku pun ikut tertawa dan membenarkan kalau datang ke kota gudeg itu selalu pada malam hari.

Kini Mbah Uti sudah beberapa tahun pulang kepangkuan Ilahi. Kadang, aku merasa rindu dengan sapaan atau sebutan jurig yang meluncur dari mulutnya. Ia sangat ramah dan sangat menyayangi anak dan cucu-cucunya.

"Jurig, darimana kamu malam begini baru datang. Istirahat dan tidur cepat sana,"  kata-kata itu yang sering kuingat kala aku datang ke Yogyakarta ke tempat si Mbah Uti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun