Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ongkos Haji dan Umrah Naik, Apa Kaitannya dengan Pajak?

6 Januari 2018   12:16 Diperbarui: 6 Januari 2018   19:34 2313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mulai 2018, ongkos haji naik dampak dari penerapan PPN oleh Pemerintah Arab Saudi. Foto | neuhauslabs.com

Judul di atas datang dari obrolan seusai shalat Jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta. Sekitar empat hingga lima orang seusai melaksanakan shalat, mereka duduk santai meriung. Satu di antaranya merebahkan badannya, tidur-tiduran di atas karpet dan beberapa orang lagi duduk bersila.

Penulis tak jauh dari kumpulan orang ini yang sebagian mengenakan songkok putih, berjenggot dan mengenakan pakaian gamis. Sedangkan dua orang lainnya mengenakan pakaian koko khas Cina, bertelana panjang tanpa mengenakan jenggot. Seorang di antara mereka mengenakan baju batik. Boleh jadi yang satu ini adalah pegawai negeri dari kantor pemerintah terdekat.

Penulis sedikit terganggu ketika tengah berzikir. Bisa jadi disebabkan tertarik dari diskusi mereka yang terasa makin hangat. Sambil menoleh ke arah belang perlahan, kudengar di antara mereka memprotes penyelenggaraan ibadah haji.

Katanya: "Baru kali ini ane dengar ibadah dipajeki?"

Si berjanggut panjang, rekannya menimpali dengan pernyataan lebih keras. "Kita beruntung, semua orang beragama, di Indonesia, masuk rumah ibadah tidak dipajekin. Arab Saudi, memberlakukan pajek untuk ibadah haji, sudah kelewatan."

"Ibadah memang tak bisa lepas dari unsur uang. Di Istiqlal aja ada kotak amal. Tapi bukan berupa pajak. Ane khawatir, ke depan, masuk Masjidil Haram dikenai pajak," katanya penuh sewot.

Mendengar ucapan bernada keras itu, rekannya yang sudah hampir tidur memberi komentar. Katanya:" Omongan ente itu sama aje menuduh Raja Salman, penguasa Arab Saudi, sebagai kapitalis. Sebab, menjalankan ibadah pantesnya bebas pajak. Bukankah ibadah haji itu mendatangi Baitullah di Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan rumah suci lainnya di Tanah Suci.  Itu pun dilakukan jika mampu, penuhi syarat istithaah."

Jadi, obrolan orang-orang ini, kesimpulannya tengah membahas ongkos naik haji yang bakal naik mulai tahun 1439 H/2018 M ini. Mereka merasa kesal bukan di antara kelompok diskusi kecil itu akan menunaikan ibadah haji dalam waktu dekat, tetapi terkait pelaksanakan ibadah (haji) dikenai pajak.

Kenaikan ongkos haji disebabkan biaya transportasi, pemondokan dan jasa di Tanah Suci, misalnya, bisa diterima. Tetapi ini dikenai pajak.

"Ane kira, penguasa negeri di Saudi lagi 'kalap', menghadapi krisis di dalam negeri dicarikan solusi tidak tepat," kata si janggut panjang.

Diskusi berakhir begitu saja setelah salah seorang di antara kelompok itu mengajak untuk makan soto di sekitar kawasan Majid Istiqlal. Penulis, yang sejak lama nguping, ya nggak disertakan. Apa lagi diajak mereka. Saya kan 'out group'.

Ini komponen biaya haji yang sudah pasti mengalami kenaikan. Foto: Dokumentasi pribadi
Ini komponen biaya haji yang sudah pasti mengalami kenaikan. Foto: Dokumentasi pribadi
***

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, kepada awak media seusai Hari Amal Bakti ke-72 Kementerian itu mengakui Arab Saudi akan mengenaikan ongkos haji dan umrah. Sebab, pajak berlaku bagi hampir seluruh kebutuhan di Arab Saudi, seperti makanan, minuman, dan pelayanan.

Terhitung per 1 Januari 2018, Pemerintah Arab Saudi memberlakukan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar lima persen terhadap sejumlah barang/jasa.

Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) memang secara resmi menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) atau value added tax (VAT). Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah kedua negara tersebut menerapkan pajak barang dan jasa.

PPN sebesar 5 persen dikenakan atas sebagian besar barang dan jasa. Sebelumnya negara-negara Teluk telah lama menarik bagi ekspatriat lantaran bebas pajak. Kini pemerintah di negara-negara tersebut bermaksud meningkatkan penerimaan negara di tengah kondisi harga minyak dunia yang rendah.  

UEA mengestimasikan, pada tahun pertama penerapannya, penerimaan PPN akan mencapai sekira 12 miliar dirham atau setara 3,3 miliar dollar AS. PPN dikenakan misalnya untuk bahan bakar minyak (BBM), produk makanan, pakaian, tagihan, dan tarif kamar hotel.

Ada beberapa jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, seperti perawatan kesehatan, layanan keuangan, dan transportasi publik.

Kementerian Agama (Kemenag) tengah mengkaji kenaikan biaya ibadah haji menyusul kebijakan perpajakan baru yang diputuskan Pemerintah Arab Saudi. Lukman pun belum bisa memastikan besaran kenaikan biaya umrah dan haji di Indonesia. Sebab, sesuai aturan mainnya, hal ini harus didiskusikan dengan Komisi VIII DPR untuk disepakati besaran biaya.  

Biaya lain yang ikut terkena dampak PPN. Foto: Dokumentasi pribadi
Biaya lain yang ikut terkena dampak PPN. Foto: Dokumentasi pribadi
***

Para mukimin di Arab Saudi, yang bekerja di negeri itupun dikenai pajak. Para mukimin termasuk kelompok ekspatriat. Sebutannya saja ekspatriat (Inggris : expatriate) yaitu seseorang yang tinggal sementara maupun menetap di luar negara (sebut saja Arab Saudi) dilahirkan dan dibesarkan, atau  berkewarganegaraan asing (Indonesia).

Berapa besar sih pajak bagi para mukimin ini?

Penjelasanya begini. Tahun 2018, bagi Arab Saudi, adalah langkah awal pembenahan penerimaan pendapatan bagi negeri itu menyusuk penangkapan 11 pangeran, empat menteri dan puluhan mantan menteri karena terkait setelah pembentukan komisi antikorupsi yang dipimpin Putra Mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman (4/11/2017).

Mengawali tahun 2018 ini ada beberapa kebijakan ekonomi yangg diluncurkan pemerintah Arab Saudi; pertama, seperti sudah diwartakan media massa, PPN untuk semua semua item barang termasuk sewa jasa akomodasi, transportasi, dll.

Kedua, kenaikan harga bensin dari jenis 95 yang sebelumnya 0.90 halalah per liter menjadi 2.04 riyal per liter dan jenis 90 dari sebelumnya 0.75 halalah per liter menjadi 1.37 riyal per liter. Ketiga, kenaikan tarif dasar listirik atau TDL listrik. Keempat, kenaikan biaya tax dependant untuk anggota keluarga yang menjadi tanggungan dari 100 riyal per orang/bulan pada tahun 2017 menjadi 200 riyal per orang/bulan pada tahun 2018.

Pajak bagi mukimin terus merangkak naik setiap tahun. Jika pada tahun 2017 dikenai PPN sebesar 100 riyal per bulan, pada tahun 2018 naik 200 riyal per bulan dan seterusnya pada tahun berikutnya. Untuk cuti, mukimin juga dikenai PPN. Bila yang bersangkutan pulang ke Tanah Air sebulan, ya dikenai PPN sebesar itu pula. Namun jika ia tak membayar PPN, jangan harap bisa kembali lagi bekerja dan dapat diterima kafill atau penjamin di negeri itu.

Jadi, mukimin yang meninggalkan negeri itu harus membuat pernyataan: berapa lama cuti, akankah kembali lagi bekerja atau tidak. Jika tidak kembali lagi, yang bersangkutan dikenai PPN 300 riyal.

***

Lantas seberapa besar kenaikan empat hal tersebut akan memengaruhi besaran biaya Haji atau Umrah pada tahun 2018H/1439H ini?

Hal ini yang masih dihitung. Yang jelas,  kenaikan untuk ongkos haji dan umrah sudah jelas pasti.  Sebab, setiap anggota jemaah haji dan umrah kala belanja dan menggunakan transportasi dan jasa-jasa lainnya dikenakan pajak setiap individu. Ini tak dapat dihindari.

Jadi, dari penjelasan ini, kenaikan ongkos haji atau umrah bukan lantaran pemerintah setempat menaikan ongkos hajinya yang terkait dengan ibadah. Apa lagi disebut-sebut bahwa untuk ibadah dikenai pajak. Bukan demikian seperti yang didiskusikan sebuah kelompok di Masjid Istiqlal, seperti yang digambarkan penulis dalam awal tulisan ini.

Boleh jadi, kelompok di atas yang mendiskusikan kenaikan ongkos haji dan umrah belum paham betul duduk soalnya. Mereka masih perlu diberi pemahaman bahwa kenaikan ongkos haji bukan karena pajak, tetapi dampak dari penerapan pajak itu (PPN) oleh pemerintah setempat.

Ongkos haji dan umrah naik karena juga harus memperhitungkan biaya pemondokan, transportasi -- udara dan bus shalawat -- katering, dll. Tegasnya, ke depan jajaran Ditjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) masih perlu menyosialisasikan tentang kenaikan ongkos haji dan umrah

Terkait dengan kenaikan ibadah haji dan umrah ini, melalui tulisan ini kembali penulis mengingatkan agar umat Muslim tak tergiur dengan bujuk rayu, iklan menyesatkan dalam menunaikan ibadah haji dan umrah dengan harga murah.

Korban dari travel haji khusus dan umrah masih saja terjadi. Untuk itu, maka jika hendak beribadah haji (khusus) dan umrah hendaknya harus memperhatikan kepastian tentang travel atau biro perjalanan dimaksud,(1) apakah memiliki izin dalam Daftar Penyelenggara Umrah Berizin, (2) Pastikan Penerbangan dan Jadual Keberangkatan, (3) Pastikan Program Layanannya, (4) Pastikan Hotelnya, dan (5) Pastikan Visanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun