Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, kepada awak media seusai Hari Amal Bakti ke-72 Kementerian itu mengakui Arab Saudi akan mengenaikan ongkos haji dan umrah. Sebab, pajak berlaku bagi hampir seluruh kebutuhan di Arab Saudi, seperti makanan, minuman, dan pelayanan.
Terhitung per 1 Januari 2018, Pemerintah Arab Saudi memberlakukan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar lima persen terhadap sejumlah barang/jasa.
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) memang secara resmi menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) atau value added tax (VAT). Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah kedua negara tersebut menerapkan pajak barang dan jasa.
PPN sebesar 5 persen dikenakan atas sebagian besar barang dan jasa. Sebelumnya negara-negara Teluk telah lama menarik bagi ekspatriat lantaran bebas pajak. Kini pemerintah di negara-negara tersebut bermaksud meningkatkan penerimaan negara di tengah kondisi harga minyak dunia yang rendah. Â
UEA mengestimasikan, pada tahun pertama penerapannya, penerimaan PPN akan mencapai sekira 12 miliar dirham atau setara 3,3 miliar dollar AS. PPN dikenakan misalnya untuk bahan bakar minyak (BBM), produk makanan, pakaian, tagihan, dan tarif kamar hotel.
Ada beberapa jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, seperti perawatan kesehatan, layanan keuangan, dan transportasi publik.
Kementerian Agama (Kemenag) tengah mengkaji kenaikan biaya ibadah haji menyusul kebijakan perpajakan baru yang diputuskan Pemerintah Arab Saudi. Lukman pun belum bisa memastikan besaran kenaikan biaya umrah dan haji di Indonesia. Sebab, sesuai aturan mainnya, hal ini harus didiskusikan dengan Komisi VIII DPR untuk disepakati besaran biaya. Â
Para mukimin di Arab Saudi, yang bekerja di negeri itupun dikenai pajak. Para mukimin termasuk kelompok ekspatriat. Sebutannya saja ekspatriat (Inggris : expatriate) yaitu seseorang yang tinggal sementara maupun menetap di luar negara (sebut saja Arab Saudi) dilahirkan dan dibesarkan, atau  berkewarganegaraan asing (Indonesia).
Berapa besar sih pajak bagi para mukimin ini?