Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Kuncen Antara" Itu Bernama Arnaz Firman

12 Desember 2017   20:59 Diperbarui: 14 Desember 2017   01:02 3082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meidyatama Suryodiningrat, tengah memberi sambutan pada acara silaturahim dengan jurnalis dan pensiunan Antara. Foto | Dokpri

Saya khawatir pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kantor Berita Antara pada 2017 ini seluruh wartawan dan karyawan Antara tidak kenal dengan "kuncennya" yang bernama Bapak Arnaz.

Ia sudah lebih dari 30 tahun mengabdikan diri dan berprofesi sebagai jurnalis pada kantor berita itu. Tapi, loh, kok kantor berita punya kuncen? Memangnya kuburan kramat sehingga punya kuncen untuk "merawatnya". Atau berangkali ada kuburan di Wisma Antara?

Ah, jangan gitulah. Sekarang Kantor Berita Antara usianya sudah tua sejak didirkan pada 13 Desember 1937. Antara dulu dikenal sebagai Naamloze Vennootschap (NV) Kantor Berita Antara didirikan oleh A.M. Sipahoetar, Mr. Soemanang, Adam Malik dan Pandoe Kartawigoena, saat semangat kemerdekaan nasional digerakkan oleh para pemuda pejuang.

Direktur pertama pada waktu itu adalah Mr. Soemanang dan Adam Malik sebagai Redaktur (wartawan muda, usia 17 tahun pada waktu itu) merangkap Wakil Direktur; Pandoe Kartawigoena sebagai Administratur serta dibantu wartawan A.M. Sipahutar. Adapun kantor KB Antara terletak di Buiten Tigerstraat 30 (sekarang J. Pinangsia 70 Jakarta Kota).

Jadi, kantor berita itu untuk ukuran manusia benar-benar tua, mendahului lahirnya Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.

Lantas, apa hubungannya dengan "kuncen". Begini. Antara tanpa "kuncen" boleh jadi nama "besarnya" tinggal nama saja. Sebab, dalam realitasnya sehari-hari, Arnaz bisa mengendalikan operasional bidang keredaksian. Berita apa saja yang patut dilepas, berita mana yang harus ditahan. Semua itu dipahaminya dengan baik.

Bersama rekan-rekannya, Arnas menunjukan keseriusannya bekerja. Foto | Dokpri
Bersama rekan-rekannya, Arnas menunjukan keseriusannya bekerja. Foto | Dokpri
Ia memang paham sekali meski hal itu tidak menjadi kewajiban yang harus dipikul padanya. Sebab tanggung jawab itu sesungguhnya ada pada pundak pejabat yang membidanginya. Arnaz adalah seorang jurnalis sederhana meski wilayah kerjanya kadang berada pada posisi penting.

Jika saja saya sebagai pemimpin kantor berita itu, pada HUT sekali ini, pertama kali yang diberi apresiasi adalah Bapak Arnaz yang memiliki nama lengkap Arnaz Ferial Firman (60 tahun). Ia adalah putera seorang purnawirawan jenderal yang pada era Orde Baru cukup dikenal. Ini bukan lantaran saya kenal dan dekat dengannya.

Siapa Arnaz sesungguhnya?

Arnaz Firman tengah
Arnaz Firman tengah
Arnaz pun pada era Orde Baru sangat dekat dengan kalangan petinggi di negeri ini. Ia juga menjadi "anak kesayangan" Moerdiono, mantan Menteri Muda/Sekretaris Kabinet, Menteri Negara/Sekretaris Negara saat itu. Boleh jadi Moerdiono akrab dengan Arnas ketika meliput di Istana karena melihat siapa sosok orang tuanya, Jendral Firman.

Tapi Arnaz tetaplah Arnaz. Ia adalah jurnalis sejati, tekun, rajin dan teliti dalam bekerja. Pagi hari ia sudah hadir di kantor meski suasana sepi bagai di kawasan pekuburan. Ia punya "nyali" besar dan menjumpai tim teknis, pekerja malam yang hendak pulang pada pagi hari.

Kala meliput di lingkungan Istana, gaya bicara Arnaz sedikit rada mirip dengan pembawaan kehidupan Moerdiono. Bedanya, Moerdiono pejabat dan kaya, sedangkan Arnaz tetap saja "kere" seperti kebanyakan wartawan saat itu. Bicaranya pendek dengan sesekali tertahan di tenggorokan. Kesan penulis, saat itu, Arnaz bicara seperti orang menahan kentut ketika berada di masjid untuk shalat berjamaah. Saya tak tahu persis, apakah jika sesorang dekat dengan pejabat bisa ikut mempengaruhi perilakunya juga. Pendek kata, adakah gaya lain dari Moerdiono berdampak pada Arnaz. Entahlah. Yang jelas, sekarang -- mungkin karena Pak Moerdino sudah tiada -- bicara dengan gaya seperti itu sudah ditinggalkan.

Ketika bekerja, ia kadang harus mondok di kantor lantaran keterbatasan fisiknya. Ia harus menjaga kesehatan namun tak bisa meninggalkan profesinya yang dicintainya itu. Biarlah hidup menjadi "kuncen", namun pengabdian tak boleh putus. Kuncen dalam pengertian umum dipahami sebagai juru kunci di tempat keramat. Ia dianggap tahu silsilah dan riwayat tempat yang dijagainya.

Meidyatama Suryodiningrat, tengah memberi sambutan pada acara silaturahim dengan jurnalis dan pensiunan Antara. Foto | Dokpri
Meidyatama Suryodiningrat, tengah memberi sambutan pada acara silaturahim dengan jurnalis dan pensiunan Antara. Foto | Dokpri
Boleh jadi hal serupa juga dipahami oleh Arnaz yang juga alumni Fakultas Komunikasi Universitas Pajajaran Bandung ini. Ia selain paham tentang jurnalistik pada kantor berita itu, juga mahami berbagai kebijakan yang diambil pimpinan kantor berita itu. Secara historis, jika dikaitkan dengan kebijakan Presiden Soeharto hingga Presiden Joko Widodo yang menyangkut tentang peran yang dimainkan Antara, boleh jadi Arnaz tergolong satu dari beberapa jurnalis senior lainnya yang banyak mengetahui.

Tapi, tentu, bagi Arnaz itu tidak terlalu penting. Hidupnya lebih banyak dihabiskan untuk mengabdi di profesi ini. Ia tak malu, apa lagi minder bersentuhan dengan mahasiswa yang mendatanginya untuk dibimbing ketika latihan kerja di Kantor Berita Antara itu. Dengan sabar, ia membimbing teknis menulis dan membagi ilmu meski kewenangan itu sesungguhnya adalah kewajiban jurnalis yang duduk di kursi struktural.

Kini Antara sebagai kantor berita tengah menghadapi tantangan besar. Namun tidak boleh merasa takut untuk menjadi besar. Antara harus membesarkan dirinya secara korporat, kuat dalam finansial, punya sumber daya manusia yang mumpuni dan tetap dapat ambil bagian untuk membesarkan negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun