Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Kuncen Antara" Itu Bernama Arnaz Firman

12 Desember 2017   20:59 Diperbarui: 14 Desember 2017   01:02 3082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meidyatama Suryodiningrat, tengah memberi sambutan pada acara silaturahim dengan jurnalis dan pensiunan Antara. Foto | Dokpri

Kala meliput di lingkungan Istana, gaya bicara Arnaz sedikit rada mirip dengan pembawaan kehidupan Moerdiono. Bedanya, Moerdiono pejabat dan kaya, sedangkan Arnaz tetap saja "kere" seperti kebanyakan wartawan saat itu. Bicaranya pendek dengan sesekali tertahan di tenggorokan. Kesan penulis, saat itu, Arnaz bicara seperti orang menahan kentut ketika berada di masjid untuk shalat berjamaah. Saya tak tahu persis, apakah jika sesorang dekat dengan pejabat bisa ikut mempengaruhi perilakunya juga. Pendek kata, adakah gaya lain dari Moerdiono berdampak pada Arnaz. Entahlah. Yang jelas, sekarang -- mungkin karena Pak Moerdino sudah tiada -- bicara dengan gaya seperti itu sudah ditinggalkan.

Ketika bekerja, ia kadang harus mondok di kantor lantaran keterbatasan fisiknya. Ia harus menjaga kesehatan namun tak bisa meninggalkan profesinya yang dicintainya itu. Biarlah hidup menjadi "kuncen", namun pengabdian tak boleh putus. Kuncen dalam pengertian umum dipahami sebagai juru kunci di tempat keramat. Ia dianggap tahu silsilah dan riwayat tempat yang dijagainya.

Meidyatama Suryodiningrat, tengah memberi sambutan pada acara silaturahim dengan jurnalis dan pensiunan Antara. Foto | Dokpri
Meidyatama Suryodiningrat, tengah memberi sambutan pada acara silaturahim dengan jurnalis dan pensiunan Antara. Foto | Dokpri
Boleh jadi hal serupa juga dipahami oleh Arnaz yang juga alumni Fakultas Komunikasi Universitas Pajajaran Bandung ini. Ia selain paham tentang jurnalistik pada kantor berita itu, juga mahami berbagai kebijakan yang diambil pimpinan kantor berita itu. Secara historis, jika dikaitkan dengan kebijakan Presiden Soeharto hingga Presiden Joko Widodo yang menyangkut tentang peran yang dimainkan Antara, boleh jadi Arnaz tergolong satu dari beberapa jurnalis senior lainnya yang banyak mengetahui.

Tapi, tentu, bagi Arnaz itu tidak terlalu penting. Hidupnya lebih banyak dihabiskan untuk mengabdi di profesi ini. Ia tak malu, apa lagi minder bersentuhan dengan mahasiswa yang mendatanginya untuk dibimbing ketika latihan kerja di Kantor Berita Antara itu. Dengan sabar, ia membimbing teknis menulis dan membagi ilmu meski kewenangan itu sesungguhnya adalah kewajiban jurnalis yang duduk di kursi struktural.

Kini Antara sebagai kantor berita tengah menghadapi tantangan besar. Namun tidak boleh merasa takut untuk menjadi besar. Antara harus membesarkan dirinya secara korporat, kuat dalam finansial, punya sumber daya manusia yang mumpuni dan tetap dapat ambil bagian untuk membesarkan negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun