Wah, kaya' jagoan deh. Padahal, kalau main kroyokan takut juga, sih.
Untungnya, mata saya rada sipit. Bola jadi, karena itu, saya mudah bergaul dengan siapa pun. Sedikit terasa asing sekolah di situ. Sebab, para gurunya tampilannya mentereng. Kalau mengajar, rapi dan necis mengenakan dasi seperti para direktur di kantoran. Memanggil guru tak seperti kebiasaan di sekolah lain, tetapi diubah dengan sebutan "lause".
Karena murid sekolah di sini kebanyakan memeluk agama Buddha, maka pemeluk agama lain disediakan guru tersendiri. Islam punya guru dan mengajarnya secara terpisah. Pemeluk agama Kristen dan lainnya juga demikian, disiapkan guru agama oleh pihak sekolah.
Di zaman "old", pandangan penulis, para guru dalam mengendalikan murid seperti bermain layang-layang. Ada kalanya ketika angin tengah kencang, situasi sekolah terlihat tidak kondusif, kepala sekolah dan para guru merapatkan barisan. Mereka mendekatkan diri dengan murid meski diwarnai tindakan rada keras tanpa harus menimbulkan persoalan dan ketegangan dengan orang tua murid.
Semoga bermanfaat.