Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setelah Alexis Dinyatakan Haram, BPJPH Dapat "Angin Segar"

2 November 2017   13:33 Diperbarui: 7 November 2017   08:44 1373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah ramainya perbincangan Hotel Alexis di berbagai media, yang dinyatakan tidak mengindahkan aturan dan haram, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) seolah mendapat angin segar. Loh, apa kaitannya?

Ada, dong!

Coba perhatikan. Beberapa hari lalu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan bahwa ia tidak peduli terhadap manajemen hotel itu yang telah membayar pajak sekitar Rp30 miliar per tahun. Pemda DKI tak khawatir kekurangan uang lantaran kehilangan pendapatan.

Anies berpegang pada aturan main. Jika Griya Pijat Alexis dan Hotel Alexis menyalahi aturan, ya harus ditindak. Alasannya, negara tidak akan punya aturan jika diatur oleh pemasukan pajak.

Logis, sebab menegakkan aturan ongkosnya sangat mahal. Karena itu diputuskan ia tidak akan membiarkan pelanggaran walaupun harus mengobarkan pendapatan yang besar.

Anies menegaskan, hanya ingin pendapatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berasal dari sumber-sumber yang halal. Kesimpulannya, Anies 'keukeuh' menutup Hotel Alexis.

"Kami ingin uang halal. Kami ingin dari kerja halal. Enggak berkah kalau masalah-masalah seperti ini," ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa (31/10/2017) malam seperti dikutip Kompas.com.

Langkah Anies ini mendapat dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta setelah   mengeluarkan surat keputusan tidak memperpanjang izin usaha Hotel dan Griya Pijat Alexis.

Langkah tersebut sebagai bukti komitmennya untuk menjadikan kota Jakarta menjadi kota yang bebas dari praktik-praktik prostitusi dan praktik kemungkaran lainnya, kata Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia Zainut Tauhid Saadi.

Jika mencermati pernyataan Anies, sepekan menjalankan roda pemerintahan di Ibukota, dalam kaitan bisnis hiburan (malam), termasuk yang ada di Hotel Alexis dan sejumlah pariwisata di Jakarta ini, ada kecenderungan atau keinginan bahwa bisnis haram lainnya harus dibersihkan dari Ibukota dan selanjutnya dikelola secara halal.

Ya, dong. Tentu tidak pilih kasih. Tidak cuma Alexis saja tentunya.

Pertanyaannya kemudian, jika pemasukan Pemda dari pajak berkurang, apakah ke depannya bantuan atau "gaji" bagi ketua RT dan RW di wilayah Jakarta akan terkena dampaknya. Atau paling tidak, pasukan 'orannye' yang biasa membersihkan jalan-jalan tenaganya dikurangi? Hingga kini kita tak tahu persis hal itu.

***

Namun, jika itu memang benar, seperti yang ditegaskan bahwa ia ingin uang halal, maka logikanya juga bahwa penerapan UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) harus dapat dilaksanakan di wilayah itu. Dalam kaitan ini Anies harus bersinergi dengan lembaga baru di Kemenag itu.

Seperti diketahui BPJPH yang berada di bawah Kemenag ini punya tugas, salah satunya penerbit sertifikasi halal. Hal ini adalah amanat UU No 33 Tahun 2014 tentang JPH. Jadi, tak hanya menyangkut produk makanan dan minuman, jasa wisata halal pun harus mendapat perhatian.

UU JPH disetujui rapat paripurna DPR pada 25 September 2014 dan disahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 17 Oktober 2014. Dalam UU yang terdiri atas 68 pasal ini disebutkan, produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Ditegaskan, yang dimaksud produk halal dalam UU tersebut adalah produk sesuai syariat Islam, meliputi barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan masyarakat.

Sayangnya, UU tersebut tidak menyebut secara jelas tentang pengaturan wisata halal meski BPJPH punya kewajiban mendorong bisnis pariwisata, termasuk kuliner, di Ibukota harus memenuhi persyaratan ketentuan halal.

Sementara bahan yang digunakan, menurut UU itu, dalam proses produk halal terdiri atas bahan baku, bahan olahan, bahan tambahan, dan bahan penolong, yang berasal dari hewan, tumbuhan, mikroba, atau bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik.

Bahan dari hewan yang diharamkan meliputi bangkai, darah, babi, atau hewan yang disembelih tidak sesuai syariat. Itu belum termasuk bahan dari tumbuhan yang memabukkan atau membahayakan kesehatan orang yang mengonsumsinya.

HalalituBaik, namun sayang sampai saat kini wisata halal masih dimaknai sebagai semua objek atau tindakan yang diperbolehkan menurut ajaran Islam untuk digunakan oleh orang Muslim dalam industri pariwisata.

Hukum Islam (syariah) adalah sebagai dasar dalam penyediaan produk dan jasa wisata bagi konsumen (dalam hal ini adalah Muslim), seperti hotel halal, resort halal, restoran halal dan perjalanan halal.

Pelayanan restoran, pelayanan hotel yang kesemuanya harus halal. Halal dari sisi pengolahan dan menu makanan yang disajikan wajib mengindahkan ketentuan hukum Islam. Termasuk pula halal dari sisi fasilitas perjalanan dan hotel.

Jika saja manajemen hotel tidak menyediakan tempat untuk ibadah, seperti sajadah, untuk shalat, Alquran, tanda arah kiblat, dan tempat wudhu, maka dapat dikategorikan hotel bersangkutan tidak halal. Demikian juga untuk sebuah perjalanan, harus tersedia sarana ibadah dan menu makanan yang memenuhi ketentuan syariat Islam.

UU JPH disetujui rapat paripurna DPR pada 25 September 2014 dan disahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 17 Oktober 2014. Dalam UU yang terdiri atas 68 pasal ini disebutkan, produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

UU itu juga menyatakan pemerintah bertanggung jawab dalam menyelanggarakan JPH. Lembaga ini punya tugas merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH, menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria JPH, menerbitkan dan mencabut sertifikat halal pada produk luar negeri, serta melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, BPJPH bekerja sama dengan kementerian atau lembaga terkait, lembaga pemeriksa halal (LPH), dan MUI. Lantas, apakah langkah Anies menjadikan wilayah Jakarta bersih dari bisnis haram mendapat tempat di hati warganya?

Soal ini, hanya waktu yang dapat menjawabnya. Dan, untuk memberikan gambaran tentang kehalalan suatu produk dapat pula dibaca kisah Memaknai Hari Santri sebagai Momentum Menyukseskan Kerja BPJPH.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun