Tujuan halal itu sendiri adalah memberi keamanan. Diharapkan rasa khawatir terkait produk tanpa sertifikasi halal dan pro-kontranya dapat selesai dengan diberikannya keamanan dalam implementasi UU ini. Kini masyarakat sudah memiliki dasar untuk menuntut para produsen yang selama ini tidak peduli mencantumkan label halal pada produknya.
Terkait hal itu, Presiden Joko Widodo pada 15 Juli 2015 menandatangani Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama (Kemenag) sekaligus di dalamnya menentapkan BPJPH. Badan baru di kementerian itu ke depan mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai bunyi Pasal 46 Perpres ini.
BPJPH menyelenggarakan fungsi antara lain: a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program di bidang penyelenggaraan jaminan produk halal; b. Pelaksanaan penyelenggaraan jaminan produk halal; c. Pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan jaminan produk halal; dan d. Pelaksanaan administrasi BPJPH.
Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri (KLN) Kementerian Agama, Achmad Gunaryo menyebut bahwa kewenangan MUI dalam proses penerbitan sertifikat halal tidak ada yang dikurangi. BPJPH nantinya hanya bisa mengeluarkan sertifikat ketika ada fatwa halal. Lembaga yang bisa mengeluarkan fatwa halal dan satu-satunya hanya MUI. MUI punya peran besar bersama BPJPH terkait terbitnya sertifikasi halal.
***
Pada diskusi Sertifikasi Produk Halal, Jaminan Hidup Aman dan Nyaman untuk Seluruh Umat, muncul pertanyaan, berapa sih biaya untuk pembuatan sertifikat hala? Â Prof. Sukoso tak menjelaskan secara gamblang besarannya. Hitungan persentasi masih dibicarakan di Kemenag, mungkin dengan Ditjen Bimas Islam.
Karena produk halal itu menyangkut juga aspek bisnis dan perlindungan kehalalan bagi umat, tentu perlu difikirkan "income" bagi pemerintah. Namun ada suara menghendaki agar pembuaan sertifikasi halal itu digratiskan, karena hal itu menyangkut pelayanan umat.
Nikah saja di KUA bisa gratis, mengapa soal pelayanan umat tentang sertifiksi ini tak gratis juga. Yang terpenting adalah pengawasan, setelah mendapat sertifikasi halal - yang dilalui dengan kejujuran penyuguhan datanya - ada ketegasan dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan.
Ini bukan berarti bahwa serba gratis tidak mendidik masyarakat. Sebab, jika harus membayar akan terbuka peluang "main mata" birokrat dan pengusaha. Sementara biaya untuk pemasukan negara, toh masih bisa ditutupi pemerintah. Majunya usaha di negeri ini juga sangat ditentukan dorongan birokrasi yang semakin baik.
Kita, semua, berharap sertifikasi halal segera dijalankan. Thailand - terbaik di Asean dalam hal produk halal - tak lepas dari Winai Dahlan, cucu pendiri Muhammadiyah Ahmad Dahlan. Ia patut diberi apresiasi lantaran mampu menghilangkan keraguan umat Muslim terhadap produk makanan halal dan haram di Thailand.
Winai Dahlan bin Irfan Dahlan memang sudah lama bermukim di negeri gajah putih atau Thailand itu. Ia lahir di negeri itu karena orangtuanya, Irfan Dahlan, menjalankan tugas sebagai penyebar Islam. Kedua orangtua Winai menetap di Bangkok, Thailand sejak 1930-an.