Perlahan dan pasti, media cetak berguguran alias tutup. Media televisi makin menjamur. Berbarengan dengan itu, publik makin menggemari penggunaan media sosial atau medsos. Di sini, setiap orang -- kapan dan dimana pun -- bebas menggunakan media sosial. Euforia menggunakan medsos dan mencuatnya berita bohong (hoax) sulit dibendung. Ada pihak menyampaikan pendapatnya kebablasan. Walhasil, yang bersangkuan dijerat UU ITE.
Tatkala tak mengindahkan kesopanan dalam menyampaikan pendapat, saat itu pula polisi sigap dan pintu "bui" menanti bagi penyebar berita bohong dan pelontar ujaran kebencian (hate speech).
***
Sungguh tepat kata Suhu Parni Hadi, dedengkot praktisi media massa. Ke depan, bisa jadi media massa tak perlu lagi redaktur. Pasalnya, dalam penyampaian berita awak media sudah terkontaminasi atau tercemar gaya penulisan di media sosial. Kaidah bahasa -- baik dan benar seperti disampaikan Prof. Dr. Anton M. Moeliono (wafat pada 25 Juli 2011) -- sudah tak diindahkan lagi.
Sedangkan rambu-rambu kesopanan makin terabaikan. Pasalnya, rekrutman perusahaan pers tidak lagi menekankan pada pentingnya standarisasi yang diinginkan dewan pers. Idealnya, rekrutmen reporter dibarengi dengan pendidikan tentang jurnalistik dan kode etik dari perusahaan pers bersangkutan. Hal itu perlu lantaran latar belakang pendidikan mereka itu beragam: hukum, pertanian hingga dokter sekalipun punya hak menjadi jurnalis.
Perusahaan pers kini tengah mencari posisi nyaman di tengah persaingan antarperusahaan pers itu sendiri. Sesama media televisi, radio dan perusahaan pers dalam bentuk portal web bersaing ketat untuk mendapatkan pembaca sebanyak mungkin. Ini kaitannya dengan iklan.
Perkembangannya pun kini makin dinamis. Masing-masing perusahaan media mulai menunjukan jati dirinya kepada publik dengan segmen khusus misalnya sebagai media berita, media hiburan (entertainment), iklan melulu sampai konten ceramah agama. Atau kombinasi pesan yang disampaikan kepada khalayak luas.
Media yang mengusung portel web pun makin agresif. Belakangan ini sudah melengkapi dirinya dengan konten video disamping berita terkini yang makin cepat dan lengkap, dapat dilihat oleh publik sejauh jaringan internet tersedia, kapan dan dimana pun.
***
Sekedar menyegarkan ingatan, Kantor Berita Antara didirikan pada 13 Desember 1937 oleh A.M. Sipahoetar, Mr. Soemanang, Adam Malik dan Pandoe Kartawigoena, saat semangat kemerdekaan nasional digerakkan oleh para pemuda pejuang. Sebagai Direktur pertama pada waktu itu adalah Mr. Soemanang dan Adam Malik sebagai Redaktur (wartawan muda, usia 17 tahun pada waktu itu) merangkap Wakil Direktur; Pandoe Kartawigoena sebagai Administratur serta dibantu wartawan A.M. Sipahutar.