Khusus kawin siri beberapa tahun silam pernah menjadi bahasan menarik pula. Hal itu dikaitkan dengan perlu tidaknya sanksi pidana bagi pihak pelakunya.
Ada ulama yang menyatakan bahwa jeratan pidana bagi pelaku nikah siri bertentangan dengan syariah. Sebab, sesuai syariah Islam, persyaratan nikah itu harus ada wali, ijab kabul, mas kawin dan saksi, tanpa ada ketentuan dicatatkan di instansi pemerintah.
Syarat ini dibenarkan semua madzab dalam Islam, mulai madzab Imam Syafi'i, Hanafi dan Hambali. Jika ada sanksi pidana, tentu saja bakal menuai protes luar biasa dari masyarakat.
Demikian halnya dengan pelaku poligami yang tidak izin ke pengadilan. Alasan dia, poligami adalah salah satu cara untuk menghindari perzinaan.
Ketua Pusat Studi Wanita (PSW/LPPM) Unair Surabaya, Dr Emy Susanti Hendrarso MA beberapa tahun silam pernah menyatakan, pemberian sanksi bagi pelaku nikah siri adalah untuk melindungi perempuan agar tak masuk dalam perkawinan bermasalah.
Hingga kini, meski nikah siri dianggap sebagai prostitusi terselubung, namun masih banyak pihak menyatakan tidak setuju dengan ancaman pidana dalam perkawinan siri maupun poligami, karena dinilainya bertentangan dengan Alquran.
Di dalam Alquran tidak dijelaskan kewajiban untuk mencatatkan poligami ke instansi negara. Karena itu, ke depan nanti ada aturan nikah siri dikenai pidana maka bisa jadi hal itu sebagai perbuatan menabrak hukum Alquran.
Ada pria menjalani poligami tanpa meminta izin dari pengadilan karena izin dari istri pertama sudah cukup baginya. Dasarnya, Alquran mengharuskan umat Muslim taat kepada Allah dan Rasul. Rasul sendiri melakukan poligami, berarti secara aturan agama itu diperbolehkan. Jadi, tidak benar kalau harus dipidana karena poligami.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Senin (25/9/2017) mengeluarkan pernyataan. Nikah siri yang difasilitasi situs nikahsirri.com melanggar Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Nikah siri itu, walaupun menggunakan dalil agama sah, tapi secara Undang-Undang Perkawinan dilarang. Sebab nikahnya tidak di hadapan aparat negara (Kantor Urusan Agama), kata anggota Dewan Pertimbangan MUI Amidhan Shaberah.
Mengutip hasil keputusan ijtima' ulama seluruh Indonesia di Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, pada 2006, MUI mengeluarkan fatwa mengenai nikah siri. Nikah siri atau di bawah tangan sah bila untuk membina rumah tangga, namun haram jika menimbulkan mudharat.