Cerpen | Haji dan Bui
Haji yang mabrur bagi Somad dimaknai sebagai perubahan dalam diri sendiri, rumah tangga dan lingkungannya. Haji yang mabrur harus memberi inspirasi bagi warga sekitar untuk meningkatkan kesalehan sosial. Haji yang mabrur juga mampu mendorong bagi peningkatan kesejahteraan, rasa nyaman, kedamaian dan rasa adil bagi masyarakat.
Ia bercita-cita dapat merealisir semua itu. Namun disadarinya bahwa semua itu tentu bukan pekerjaan mudah. Ilmu pengetahuan yang dipelajari di bangku kuliah pun terasa belum cukup.
Ia juga menyadari haji yang mabrur itu tidak ada artinya jika tidak bisa menggerakan anggota masyarakat dengan strata sosial beragam: pendidikan dasar hingga universitas, latar belakang, asal usul dan kemampuan ekonomi, semuanya ikut menentukan sukses-tidaknya mewujudkan harapan itu.
Samad sepulang menunaikan ibadah haji punya cita-cita besar. Ia paham sekali bahwa haji yang mabrur itu tidak dapat dilihat, diraba apalagi dirasakan. Haji yang mabrur adalah ibadah haji yang diterima Allah, seluruh dosa-dosanya diampuni Allah.
Tidak satu pun manusia di jagad bumi ini mengetahui seseorang memperoleh haji mabrur. Yang mengetahui seseorang mendapat haji mambrur setelah menunaikan ibadah rukun Islam kelima itu adalah Allah semata.
"Itu adalah rahasia Allah," ujar Somad kepada isteri tercintanya.
Maimunah, sang isteri cuma bisa tersenyum menyikapi celoteh suaminya seperti orang yang tengah pidato di atas mimbar.
Somad melanjutkan, menentukan kualitas haji mabrur tidak dapat menggunakan ukuran yang nampak. Misalnya, orang yang baru menunaikan ibadah haji lantas rajin pergi ke masjid, berzikir atau rajin mendoakan seseorang yang tengah tertimpa musibah.
Menilai seseorang hajinya mabrur juga tidak dapat dengan pendekatan pandangan keseharian, seperti rajin shalat dan puasa. Bisa jadi orang yang sekembali dari haji diam-diam menerima suap, korupsi. Berapa banyak orang yang pernah ibadah haji, karena "hobi" terima suap, lalu masuk bui.
***