Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hindari Nafsu dalam Ritual Haji

27 Agustus 2017   10:22 Diperbarui: 29 Agustus 2017   09:51 2595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, siang dan malam kini Masjidil Haram dipadati jemaah dari berbagai negara. Foti | Dokumen Pribadi.

Judul di atas sengaja penulis angkat meski bisa menimbulkan persepsi dan interpretasi beragam di khalayak luas. Kok, ibadah haji disertai nafsu?

"Ya, nggak lucu lah," jawab rekanku prihal judul tulisan ini.

Jangan dikira ibadah tanpa nafsu. Kalau nggak ada nafsu, mana mungkin orang beramai-ramai dari seluruh dunia bersemangat dalam melaksanakan ibadah haji. Itu yang membedakan antara manusia dan binatang. Kelebihan Allah menciptakan mahluk yang namanya manusia adalah pada nafsunya. Tetapi juga dia disertai akal budi, sehingga derajatnya lebih tinggi dibanding binatang tentunya.

Saya tidak bermaksud mengupas hal ini karena merupakan bagian para ulama, tokoh agama dan pendidik. Tetapi saya ingin menuangkan dan berbagi prihal nafsu yang membelit calon jemaah haji. Anggota calon jemaah haji -khususnya dari Indonesia- diharapkan tidak mengedepankan nafsu dalam beribadah.

Kesibukan di luar Masjidil Haram kini meningkat seiring pelaksanaan wukuf dalam waktu dekat. Foto | Dokumen Pribadi.
Kesibukan di luar Masjidil Haram kini meningkat seiring pelaksanaan wukuf dalam waktu dekat. Foto | Dokumen Pribadi.
Kok bisa nafsu dalam beribadah, ya?

Dari sudut pandang penulis, terutama ketika bergabung bersama tim Media Center Haji (MCH) di Tanah Suci, calon jemaah haji -saya sebut 'calon' karena belum wukuf- di Mekkah menguras tenaga habis-habisan untuk melaksanakan ritual umrah.

Jika ditanya oleh sang ustadz, berapa kali umrahnya? Lantas, sang calon jemaah haji itu menjawabnya dengan bangga baru lima kali. Kemarin baru saja sanggup tiga kali. Ke depan, Insya Allah sehari bisa lima kali umrah asal kondisi Masjidil Haram tidak terlalu padat. Padahal, saat puncak musim haji masjid terbesar di dunia ini tak pernah lengang. Apa lagi sepi.

Wah, jawaban sudah lima kali dan menargetkan beberapa kali lagi umrah ke depannya sungguh suatu pekerjaan yang menguras tenaga. Biasanya calon jemaah haji tadi mengambil miqat di Masjid Aisyah, kawasan Tan'im yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Masjidil Haram.

Seusai mandi dan mengenakan pakaian ihram di masjid yang terasa nyaman ini, mereka lantas bergerombolan naik angkot, membayar dengan ongkos dua atau tiga rial. Di Majidil Haram lalu melakukan tawaf, sai dan disudahi dengan tahalul. Kedengarannya pekerjaan ringan, bukan?

Di kawasan Tan'im itu, yang letaknya di sebelah utara Masjidil Haram (sekitar 7.5 Km) di pinggir jalan raya menuju kota suci Madinah, sekaligus menjadi pembatas utara Tanah Haram, calon jemaah haji --termasuk dari beberapa negara Muslim lainnya- melakukan umrah untuk anggota keluarganya.

Hari ini umrah untuk babe, besok untuk enyak. Besok umrah lagi untuk umi, abi, eyang, encing, encang, mama, engkong dan seterusnya. Begitulah yang memang dibenarkan melakukan umrah dan menjadi hak jemaah untuk menunaikannya. Tetapi, ingat, dari sisi kesehatan tentu manusia punya batas. Sebutannya saja ibadah haji bukan mengedepankan dan mementingkan ibadah umrahnya tetapi pada pelaksanaan wukuf di Arafah.

Anggota calon jemaah haji beresiko tinggi tengah dirawat di Balai Kesehatan Indonesia karena kelelahan. Foto | Dokumen Pribadi.
Anggota calon jemaah haji beresiko tinggi tengah dirawat di Balai Kesehatan Indonesia karena kelelahan. Foto | Dokumen Pribadi.
Sayangnya, di tempat penginapan, tatkala ada seorang pergi ke Tan'im, ada anggota jemaah lainnya - atau rekan-rekannya terpengaruh untuk ikut-ikutan. Keadaan semakin memperhatikan tatkala Jemaah usia lanjut dan beresiko tinggi turut serta.

Alasannya sederhana, mumpung masih ada teman menunaikan umrah. Lagi pula, terjangkau biayanya. Murah untuk 'kantong' pribadi. Lantas orang ini membandingkan dengan biaya umrah yang belakangan ini makin mahal. Ada di antaranya menjadi korban penipuan pula seperti anggota jemaah umrah First Travel, yang kasusnya kini ditangani pihak berwajib.

Dari musim ke musim haji berikutnya, kasus kelelahan calon jemaah haji sering didapati petugas kesehatan. Hal ini jelas membuat petugas menjelang wukuf, yang diperkirakan jatuh pada Kamis (31/8), harus meningkatkan kualias layanannya. Kesiagaan dioptimalkan. Tentu, mereka juga memiliki keterbatasan. Tak semua calon jemaah dapat terlayani dengan baik karena demikian besarnya jumlah jemaah haji dari Indonesia.

Langkah terbaik bagi calon jemaah haji adalah mengindahkan imbauan yang disampaikan petugas haji, yaitu calon jemaah haji dapat memelihara kesehatan dengan baik. Umrah dibenarkan, tetapi tak perlu berlebihan.

Hal lain, sebagai persiapan menghadapi wukuf adalah membatasi diri untuk tidak membawa barang bawaan berlebihan atau melampaui batas ketentuan, dan harus mengindahkan jadwal melontar jumroh. Hal ini penting diperhatikan, karena kawasan jamarot saat puncak haji banyak Jemaah dari negara lain tidak disiplin.

Yang tidak kalah penting adalah agar jemaah menjaga diri dari aksi kriminal di seputar Masjidil Haram. Kasus pencurian di depan ka'bah selalu terjadi. Karena itu, kewaspadaan dan kekompakan antarsesama jemaah penting ditingkatkan.

Inilah tim Media Center Haji yang setia mewartakan dan mengingatkan calon jemaah haji agar tetap menjaga kesehatan sehingga saat wukuf badan tetap bugar. Foto | Dokumen Pribadi.
Inilah tim Media Center Haji yang setia mewartakan dan mengingatkan calon jemaah haji agar tetap menjaga kesehatan sehingga saat wukuf badan tetap bugar. Foto | Dokumen Pribadi.
Ibadah haji adalah rukun Islam kelima. Banyak orang mengira bahwa dengan melaksanakan ibadah haji seseorang pasti akan masuk surga, karena memang demikian Rasulullah menyabdakan melalui haditsnya, yang artinya, "Haji mabrur akan dibalasi di sisi Allah dengan surga. Sabda Rasul tersebut, benar, tetapi siapakah yang tahu atau dapat menjamin bahwa ibadah hajinya bernilai mabrur di sisi Allah".

Sejatinya, orang yang melaksanakan ibadah haji dan mendapat predikat mabrur di sisi Allah hanya dapat dinilai ketika sesudah melaksanakan ibadah haji yang bersangkutan berperilaku lebih baik dalam seluruh aspek kehidupan dibanding sebelumnya.

Ibadah haji adalah bagian dari perenungan hidup yang telah berlalu untuk memahami hakikat hidup sesungguhnya di masa datang. Karena itu, untuk mencapai mabrur, perlu segala perilaku yang bersangkutan bernilai positif, hidupnya punya arti dan bermanfaat. Bukan saja bagi dirinya dan keluarganya, tapi juga bagi masyarkat, bangsa dan agamanya.

Untuk itu, menjaga keikhlasan dan kesabaran bagi jemaah harus dikuatkan dalam hati. Sebab, banyak masalah di tanah suci yang akan dihadapi. Penyebabnya, ya lantaran besarnya jumlah jemaah haji dari seluruh negara Muslim. Di sisi lain, adanya keterbatasan fasilitas, adat istiadat dan kebiasaan yang berbeda.

Jadilah haji yang mabrur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun