Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Suara Petasan Iringi Bang Marbot Pergi Haji

9 Agustus 2017   14:48 Diperbarui: 9 Agustus 2017   15:11 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, seorang marbot tengah membersihkan teras masjid. Foto | Wikipedia

Bang Marbot nggak kalah keren dengan Pok Imah, isteri pak erwe yang berangkat haji tahun ini seorang diri lantaran keberangkatannya diiringi dengan ratusan warga ke Asrama Haji Pondok Gede. Bang Marbot cuma diiringi beberapa puluh anak muda masjid yang penampilannya 'kere', nggak pake mobil mengkilap apa lagi mobil mewah seperti para penggede yang bekerja di gedongan.

Keberangkatan Bang Marbot pergi haji cuma diantar odong-odong, kendaraan kijang butut yang dimodifikasi dan kebanyakan digunakan anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk pelesiran di pinggiran wilayah Betawi.

Bang Marbot mengaku beruntung bisa menunaikan ibadah haji tahun ini. Padahal daftar tunggu antrean pergi haji demikian panjang. "Kalo diliat daftarnya di kantor kementerian agama, panjangnya kaya' entog bererot jalan di gang sempit," kata Bang Marbot ketika mengungkapkan rasa gembiranya dapat menunaikan ibadah haji.

"Tar, tar, tar", suara ledakan petasan pagi itu bersahut-sahutan bagai malam tahun baru. Bang Marbot tak percaya itu suara petasan. Apa lagi petasan yang dibakar dimaksudkan untuk mengantar keberangkatannya menunaikan ibadah haji.

"Ini kan bukan malam tahun baru. Kok ada petasan?" tanya Bang Marbot kepada seorang anggota jemaah shalat Subuh seusai imam masjid memerintahkan dirinya untuk shalat safar.

Ia nampak terkaget-kaget mendengar suara petasan. Lama ia terdiam. Marbot memandangi imam masjid. Ia clanga-clinguk, tengok kanan dan kiri seolah ingin bertanya. Sementara anak-anak muda di sekelilingnya cuma bisa mesem-mesem alias tersenyum menyaksikan Bang Marbot mengenakan baju batik yang menjadi seragam jemaah haji dengan kopiah hitam.

Pelepasan keberangkatan Bang Marbot pergi haji dengan cara membakar petasan sebenarnya cuma tradisi yang masih ada di sebagian kecil warga Jakarta. Sekarang sudah langka. Petasan dibakar sebagai ungkapan rasa syukur dan gembira ada seorang menunaikan ibadah haji sehingga diharapkan sekembalinya dari Tanah Suci menjadi haji mabrur.

Tidak ada kaitannya membakar petasan ini dengan ritual agama lain. Yaitu, membakar petasan seperti pada malam pergantian tahun baru bagi pemeluk agama Kristen. Atau seperti menyambut Cap Go Meh di kota Singkawang. Pergantian tahun Hijriyah saja tak ada satu pun petasan meledak di dekat masjid. Tapi, untuk kali ini, keberangkatan Bang Marbot naik haji memang terasa istimewa. Pergi haji dilepas dengan diirngi suara petasan.

Barulah ia sadar setelah beberapa warga mengumandangkan talbiyah. Labbaikallaahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbarika, innal hamda wan-ni'mata laka wal-mulka laa syariika laka.

Bang Marbot, jika sudah mendengar suara ini selalu menangis. Ia paham dan tahu arti dari talbiyah itu. Katanya, aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memuhi panggilan-Mu tidak ada sekutu bagi-Mu, aku dating memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.

***

Bang Marbot, yang memiliki nama asli Somad, usianya memang belum terlalu tua. Masih di bawah 30 tahunan. Ia disebut Bang Marbot lantaran pekerjaan sehari-hari hanya berkutet di seputar kebersihan masjid Darul Amin, mengurusi pengeras suara agar tidak dirusak apa lagi dicopet si tangan kotor. Ia pun mengurus karpet masjid. Yang kotor dibersihkan dan yang rusak disingkirkan kemudian dilaporkan ke imam masjid secara berkala.

Ia mengurus masjid sudah lebih dari 10 tahun. Seusai menjadi santri di pondok pesantren di Kempek, Cirebon, ia tak pulang ke kampung halamannya di Garut. Tetapi lebih suka menjadi petugas kebersihan masjid.

Kepada siapa saja ia ramah. Mudah bergaul dengan orang yang baru dikenal meskipun dia seorang copet. Pernah terjadi, karena keramahan dari Bang Marbot ada seorang pemuda mencuri isi kotak amal dengan cara mengorek lubang uang. Beberapa lembar recehan hingga ratusan berhasil ditilepnya. Perilaku copet ini ia ketahui dari CCTV yang terpasang di dalam masjid.

Seorang diri Bang Marbot lantas mendekati copet tadi. Sambil mengobrol, Bang Marbot menyelipkan kata-kata nasihat kepada sang copet.

"Kalo di masjid, itu tempatnya orang ibadah. Kesucian orang dan tempatnya harus dijaga. Gue jaga tempat ini agar tetap suci. Tetamu juga wajib jaga kesucian. Termasuk perilaku, jauh dari perbuatan buruk," kata Bang Marbot, pura-pura nggak tahu kepada sang copet.

"Iye Bang. Lo jaga aje tempat suci ini," kata sang copet. Dan, Bang Marbot hanya bisa senyum mendengar jawaban pendek dari lawan bicaranya itu.

Peristiwa copet mengorek kotak amal sudah dilaporkan ke imam masjid. Para pengurus masjid pun tak marah. Cuma para pengurus masjid meminta Bang Marbot agar lebih hati-hati menghadapi orang tak dikenal.

"Ente kan di sini sebagai penjaga. Kotak itu termasuk bagian dari amanah yang harus dijaga," pinta Haji Kosim, salah seorang pengurus masjid.

Mendengar imbauan pengurus masjid, Bang Marbot jadi sedih. Sedih bukan lantaran tersinggung, bukan pula merasa dimarahi. Tetapi terselip ada kata-kata amanah.

"Kotak itu bagian dari amanah. Amanah bagi gue harus dijaga. Gue adalah marbot, menjaga masjid," kata Bang Marbot dalam hati.

Seharian ia memikirkan imbauan pengurus masjid. Daripada nggak bisa tidur, ia lantas pergi ke lantai dua masjid yang dirawatnya itu. Ia shalat sunnah dan hajat. Lantas ia pun berzikir. Sambil berzikir terbayang kisah Sunan Kalijogo. Katanya dalam hati, andai aku Sunan Kalijog, para maling bisa gue panggil untuk meminta maaf dan mengembalikan hasil rampasannya.

Andai gue Sunan Kalijogo, para copet bisa gue beri pelajaran dengan cara bijaksana. Kalo gue jadi Sunan Kalijogo, para koruptor negeri gue ajak minta ampun kepada Allah. Andai gue punya ilmu kaya para wali, ngapain gue jadi marbot. Enaknya gue pergi haji.

***

Nggak sampai seminggu, usai shalat Jumat, Bang Marbot terkaget-kaget, ia didatangi seseorang yang mengaku-ngaku minta bertemu dengan dirinya secara khusus.

"Ade ape?" tanya Bang Marbot kepada sang tamu.

"Kalo mau ambil wudhu, sebelah sono," kata Bang Marbot sambil menunjuk ke ruang wudhu.

"Gue uda shalat. Gue mau ngobrol ame lo?" katanya.

"Ade ape ye," kata Bang Marbot sambil memperhatikan wajah lawan bicaranya.

Bang Marbot pun terkesiap. Ia baru ingat bahwa lawan bicaranya adalah copet yang pernah mengorek-ngorek kotak amal. Bang Marbot berupaya tampil wajar. Lantas mengajak duduk di teras masjid.

"Di sini aje bang. Namanye juga masjid, nggak punya ruang khusus kaya di rumah ente," kata Bang Marbot.

Lantas sang copet membuka pembicaraan. Ia bercerita, baru sekali ini menjalani profesinya sebagai copet pikirannya selalu tercurah ke muka Bang Marbot. Padahal duit yang dikorek nggak banyak. Cuma cukup naik taksi sampe ke rumah.

"Lo pake ilmu ape sih," tanya sang copet.

"Nggak ade ilmu ape-ape bang. Shalat iya, zikir memang harus. Menjaga kebersihan hati juga penting. Itu aje bang," kata Bang Marbot dengan suara datar.

Sang copet diam. Bang Marbot makin mendapat ketegasan bahwa pelaku pengorek kotak amal adalah orang yang kini berhadapan dengannya.

"Gue mau taubat," kata sang copet.

Kemudian Bang Marbot menyambut dengan ucapan Alhamdulillah.

"Terus?" tanya Bang Marbot.

"Gue mau pulangin duit yang gue timpe di masjid ini. Nih duitnya, gue tambain dua kali lipet," kata sang copet sambil mengeluarkan ampop dari saku bajunya.

***

Mendapat laporan Bang Marbot bahwa copet telah memulangkan duit hasil kotak amal, pengurus masjid merasa gembira. Bukan besar atau kecilnya uang yang hilang dan dapat ditemukan kembali, tetapi pada kemampuan Bang Marbot menjaga amanah yang diberikan kepadanya sebagai marbot masjid.

Itulah sebabnya Bang Marbot diam-diam sudah lama didaftarkan sebagai calon jemaah haji. Alasan pengurus masjid memberangkatkannya naik haji karena ia amanah, dapat dipercaya, dan cerdas dalam memahami ilmu agama meski tak banyak ikut dalam majelis ta'lim para orang tua. Bang Marbot juga ketika berbicara kepada orang banyak selalu benar.

"Bang Marbot nggak pernah bohong," kata seorang remaja masjid.

Pengumuman Bang Marbot pergi haji oleh warga sekitar pun banyak tidak diketahui. Pasalnya, pengurus masjid tak ingin mengecewakan Bang Marbot, tetapi lebih ingin membuat kejutan. Identitas dan kelengkapan dokumen berangkat haji milik Bang Marbot diurus tanpa melibatkan banyak orang.

"Tar, tar, tar," suara petasan di halaman masjid masih saja berlangsung. Warga di beberapa tempat gang senggol berhamburan keluar, bertanya-tanya prihal suara petasan.

"Oh.... Bang Marbot pergi haji," kata beberapa orang warga setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun