Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Jangan Lupakan Pangeran Jayakarta

17 Juni 2017   09:55 Diperbarui: 17 Juni 2017   10:10 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Khotib Jumat di Masjid Jami' Assalafiyah (Dokpri)

Jangan Lupakan Pangeran Jayakarta

Suara bedug bertalu-talu dengan durasi cukup panjang membawa suasana ke masa lalu. Sebab, tradisi memukul bedug pada Masjid Jami' Assalafiyah, di kawasan Jatinegara Kaum, hingga kini masih dipertahankan.

Memukul bedug dimaknai sebagai tanda waktu shalat, termasuk pada Jumat (16/6/2017) pada bulan suci Ramadan ini.

Tradisi memukul bedug di masjid sudah berlangsung cukup lama. Sejak Islam masuk ke bumi nusantara ini, tradisi membunyikan bedug sudah ada. Tentu memukul bedug untuk setiap waktu shalat berbeda-beda. Untuk shalat isya, di beberapa masjid, hanya empat kali pukulan. Untuk magrib atau pun subuh dipukul bertalu-talu, dengan tinggi rendah diatur sedemikian rupa. Sehingga suaranya menjadi indah. Demikian juga untuk shalat Jumat, bedug dipukul dengan irama yang khas seperti itu.

Tetapi tidak semua masjid dilengkapi bedug. Bahkan dianggap tidak perlu lagi. Pasalnya, karena kini sudah ada pengeras suara atau pelantang di beberapa masjid. Jadi, suara bedug tak membawa pengaruh signifikan untuk orang segera datang ke masjid. Itu dinilai sebagai perbuatan mubazir. Toh, tak bermanfaat.Tapi, kok masjid negara saja, Istiqlal masih berpegang pada tradisi mukul bedug setiap menjelang masuk waktu shalat lima waktu?

Ketika musim haji berdoa dipanggil agar segera ke Baitullah. Ketika bedug berbunyi disertai azan berkumandang, berat nian segera shalat.

Ah, daripada memikirkan perbedaan penting atau tidaknya kehadiran suara bedug di masjid lebih baik bagaimana caranya umat Islam yang bermalas-malasan menjalankan shalat lima waktu dapat mengubah sikap dan segera menyegerakan kewajibannya itu. Saya kira ini penting, terlebih di akhir Ramadan ini. Bukankah shalat dapat mencegah perbuatan munkar?

Sementara itu jemaah shalat Jumat sudah memenuhi Masjid Jami' Assalafiyah. Pengurus masjid setempat meminta agar anggota Jemaah shalat Jumat untuk maju, merapat antarsesama dan mengatur shaf guna memberi kesempatan anggota Jemaah lainnya yang baru tiba untuk dapat masuk. Tujuannya, agar pelaksanaan shalat dapat tertib sesuai yang disyaratkan dalam rukun shalat Jumat.

Setelah itu, pengurus masjid pun mengumumkan hasil kotak amal pada hari-hari sebelumnya. Tak banyak anggota Jemaah menyimak pengumuman itu, karena mereka datang untuk ibadah bukan meminta pertanggungjawaban pengurus masjid tentang pembukuan keuangan. Meski begitu, tentu pengurus masjid berupaya untuk transparan dengan cara mengumumkan perolehan hasil kotak amal tanpa harus diminta oleh siapa pun.

Usai pengumuman, lantas disusul pemberitahuan siapa yang bertindak selaku khotib dan muadzin. Termasuk untuk penyelenggaraan shalat Jumat di penghujung bulan suci Ramadan 1438 H mendatang.

Khotib masjid mengimbau agar Jemaah dapat memaksimalkan kesalehannya pada penghujung Ramadan ini. Zikir penting ditingkatkan. Hubungan dengan Allah jangan sampai lepas, dapat dilakukan terus menerus dengan cara membaca Alquran dan ibadah lainnya. Dalam suasana sibuk, ibadah bisa juga dilakukan seperti membaca shalawat Nabi Muhammad SAW.

Juga, diingatkan, meningkatkan kualitas silaturahim atau pun komunikasi sesama anggota keluarga. Terlebih kepada kedua orang tua. Membahagiakan orang tua bagi setiap anak harus dikedepankan, terlebih ketika orang tua masih hidup. Dapat dilakukan misalnya membelikan baju baru, sebagai ikatan batin antara anak dan orang tua.

Bagi orang tuanya yang telah kembali dipanggil Yang Maha Kuasa, ia mengimbau agar terus menerus mendoakan. Kesempatan emas di bulan Ramadan harus direbut. Jangan sia-siakan, jauhkan tindakan buruk misalnya merusak lingkungan dan melontarkan perkataan buruk.

Tegasnya, kesalehan sosial harus dikedepankan. Insya Allah, jika amalan yang sederhana itu dapat dilakukan akan membawa kebaikan dan keberkahan, kata sang khotib Jumat itu.

Khotib Jumat di Masjid Jami' Assalafiyah (Dokpri)
Khotib Jumat di Masjid Jami' Assalafiyah (Dokpri)
Empat tiang menempel pada tiang beton masih dipertahan keasliannya hingga kini (Dokpri)
Empat tiang menempel pada tiang beton masih dipertahan keasliannya hingga kini (Dokpri)
***

Yang menarik usai shalat, bukan hanya khotib, beberapa pengurus masjid melakukan ziarah ke makam Pangeran Jayakarta yang lokasinya sekitar lima meter dari masjid bersangkutan. Masjid ini dahulu berupa mushola dan sisa peninggalan bangunan rumah ibadah itu masih terlihat dari keempat tiang utama masjid berupa kayu.

Kini keempat kayu dari bangunan asli tersebut masih melekat di tiang beton kokoh yang menopang masjid Jami' Assalafiyah. Masjid ini, meski tidak terlalu besar, sudah diperbaiki dengan kaca-kaca jendela warna-warni terbuat dari kaca patri.

Dua jam besar berukir melengkapi keindahan masjid tersebut. Juga mimbar bagi khotib, terlihat cantik karena memiliki ukiran Jepara. Tiga tahun lalu, bangunan masjid diperluas. Kalau dahulu pelataran masjid masih dapat digunakan sebagai ruang parkir, kini dirombah dan berubah menjadi bagian bangunan masjid dengan menghadap makam.

Untuk lalu lintas jalan keluar, pengurus menyediakan pejalan dengan lebar satu meter menuju pintu luar. Kini seluruh parkir kendaraan roda dua dan empat ditempatkan di jalan raya. Tatkala hari besar Islam, termasuk shalat Jumat, parkir kendaraan ditempatkan di jalan raya. Sementara jalur jalan di sebelahnya diubah menjadi dua jalur. Tetapi itu hanya sementara saja, selama kegiatan berlangsung, sehingga kemacetan tak terlalu lama terjadi.

Memang setiap hari Jumat, masjid ini selalu penuh. Jemaah tak langsung beranjak meninggalkan lokasi kompleks masjid. Kebanyakan berziarah dahulu. Terutama bagi warga yang jauh dari luar ibukota. Pemda DKI Jakarta kini tengah memperluas kompleks makam di kawasan ini. Beberapa bangunan yang sejajar dengan masjid sudah dibebaskan. Lalu Pemprov DKI Jakarta memasang papan pengumuman, lokasi ini diperuntukan untuk makam.

Jika ditarik lurus, se arah jalan, makam di lokasi itu akan tersambung dengan makam tokoh dari Banten. Yaitu, makam Pangeran Sanghiyang. Makam ini juga bagi warga setempat dianggap sebagai tokoh dan pejuang bagi umat Islam pada zamannya.

Makam Pangeran Jayakarta cukup lama disembunyikan warga setempat, yang juga keturunannya. Pasalnya, mereka tidak ingin penjajah Belanda mengetahui ketika pangeran Jayakarta telah wafat.

Anggota keluarga keturunan pangeran bercerita bahwa tatkala berlangsung pertempuran sengit di Batavia, pangeran meletakan jubahnya di tepi sumur di kawasan Jakarta Utara. Belanda menduga sang pangeran telah tewas. Tapi setelah dicari, di sumur bersangkutan tak juga ditemukan mayatnya.

Pangeran Jayakarta yang berhasil lolos tersebut kemudian mencari tempat baru, yaitu kawasan Jatinegara Kaum yang masih berupa hutan di tempi kali. Di situlah ia membangun mushola pada tahun 1620. Pada 1640, Pangeran Jayakarta - yang juga disebut Pangeran Achmad Djaketra - dimakamkan dekat rumah ibadah tersebut.

Ratusan tahun warga setempat menyembunyikan makan pangeran. Mereka konsisten dan barulah pada masa Ali Sadikin menjadi gubernur, makam dan masjid di kawasan itu mendapat perhatian.

Suasana ziarah setelah usai shalat Jumat (Dokpri)
Suasana ziarah setelah usai shalat Jumat (Dokpri)
Makam Pangeran Sanghiyang, kerabat dekat Pangeran yang juga tak jauh dari kompleks masjid (Dokpri)
Makam Pangeran Sanghiyang, kerabat dekat Pangeran yang juga tak jauh dari kompleks masjid (Dokpri)
***

Kini ulang tahun Jakarta ke-490  tinggal hitungan hari, jatuh pada 22 Juni 2017 mendatang. Pemprov DKI Jakarta dengan gubernur baru, Djarot Saiful Hidayat, melakukan ziarah ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata belum lama ini. Ziarah tersebut dimaksudkan untuk mendoakan agar para pahlawan dilapangkan di alam kuburnya dan jasanya, sumbangsihnya selama masih hidup dapat diterima Allah.

Bagi yang masih hidup, tentu diharapkan dapat memetik keteladanannya, terlebih bagi pahlawan yang telah menorehkan tinta emas bagi kemajuan ibukota Jakarta. Sungguh banyak para pahlawan di negeri ini yang telah menyumbangkan pikiran, tenaga dan bahkan nyawa sekalipun bagi kemajuan ibukota ini.

Di TMP Kalibata, Djarot kepada pers mengatakan  para Pegawai Negeri Sipil (PNS) DKI agar meneladani integritas para pahlawan dalam melayani masyarakat. Apabila seluruh PNS DKI mampu meneladani integritas para pahlawan pendiri Kota Jakarta, maka pembangunan dapat berjalan dengan lebih baik.

"Apabila integritas para pahlawan itu bisa dicontoh oleh semua PNS, maka pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterakan warga Jakarta bisa terus dilakukan," ujar Djarot.

Lantas, mengapa Djarot pada ulang tahun Jakarta kini belum berziarah ke Makan Pangeran Jayakarta? Entah lah.

Makam Sanghiyang setelah diperbaiki (Dokpri)
Makam Sanghiyang setelah diperbaiki (Dokpri)
Suasana ziarah di Makam Pangeran Jayakarta (Dokpri)
Suasana ziarah di Makam Pangeran Jayakarta (Dokpri)
Penting diketahui pula bahwa Makam Pangeran Jayakarta  di Jatinegara Kaum, lokasinya tidak jauh dari Terminal Bus Rawamangun dan Terminal Pulo Gadung. Pada awal 1980-an, makam berada di bawah sebuah pohon besar. Tetapi kini dilengkapi pendopo besar. Di situ ada beberapa anggota keluarga dan kini telah menjadi bagian dari komplek Masjid Jami' Assalafiyah.

Dalam berbagai literatur,  ketokohan Pangeran Jayakarta ini banyak versinya. Asal-usul Pangeran. Dalam situs internet Pemerintah Jakarta Timur disebutkan, Pangeran Jayakarta adalah nama lain dari Pangeran Akhmad Jakerta, putra Pangeran Sungerasa Jayawikarta dari Kesultanan Banten.

Pada era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, makam dan masjid diperbaiki pada 22 Juni 1968. Beberapa gubernur berikutnya, seperti Soerjadi Soedirdja juga melakukan perbaikan lanjutan.

Pangdam Jaya, Mayor Jenderal TNI Djoko Santoso juga sempat membangun monumen di kawasan kompleks masjid tersebut. Ketua  Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, dipimpin Ketua Umumnya Kurdi Mustofa pernah melakukan kerja bakti bersama prajurit TNI di sini.

Tentu bukan sekedar menjaga kebersihan lingkungan, tetapi disertai harapan agar anak cucu bangsa ini tak melupakan jasa para pejuangnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun