Artinya, taji ayam yang bertarung itu dibungkus. Sehingga ketika mengenai kepala lawan tidak melukainya.
Awalnya penulis curiga. Pertarungan kedua ayam jago tersebut adalah ajang perjudian. Bila itu benar, akan melukai masyarakat setempat yang relegius, mengingat wilayah tersebut sangat berdekatan dengan Pondok Pesantren Daarul Quran yang dipimpin KH. Yusuf Mansur.
Di kawasan itu, banyak santri berseliweran lalu lalang tatkala jam istirahat. Banyak pula bocah kecil yang diasuh ustadzah Mis  Dewi berkumpul main, secara tak sadar menyaksikan bentuk kekerasan yang diperagakan dari ajang pertarungan dua ayam jago tersebut.
Ketika ditanyai, penggemar ayam mengaku bahwa ayam sabung atau aduan pun perlu sparing. Perlu mitra tanding. Lantas, kapan ayam yang tengah berlatih dengan mitra tandingnya itu turun di gelanggang resmi?
Kembali hati berdegub diselingi berseliwerannya pertanyaan. Seyogyanya kehadiran ayam jantan ini dapat dimaknai untuk membantu umat. Â Bukankah setiap hari, ayam jantan memperdengarkan suaranya. Ayam berkokok bukan karena angkuh, pongah di tengah ayam betina dan mencari lawan tanding. Ayam jantan dengan nalurinya telah membantu umat Muslim untuk segera bangun tidur dan beranjak shalat ke masjid terdekat.
Catatan: seluruh foto karya penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H