Ibu Aziseh juga demikian. Ia berdagang di kawasan itu lebih dari 10 tahun. Dulu, lokasinya agak dekat dengan jalan raya. Sekarang mundur, karena jalannya sudah dirapikan. Orang yang jalan kaki masih bisa lewat.
Dari sejarahnya, Pasar Kramat Jati berdiri tahun 1971, pada era Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. Di pasar tersebut ada 10 blok dengan ribuan kios, berdiri di atas lahan sekitar 14,7 hektar dengan luas bangunan sekitar 83, 605 meter persegi.
Pasar Induk Kramat Jati merupakan pasar yang penting bagi masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Di tengah maraknya pembangunan pusat perbelanjaan serta pasar swalayan, Pasar Kramat Jati masih tetap bertahan hingga sekarang.
Bahkan, hingga kini, para pedagangnya makin bertambah. Terutama pada malam hari yang menjual dagangannya di sepajang jalan tersebut.
Sulit dihitung berapa banyak para pedagang Kramat Jati jika pada malam hari. Berapa banyak wanitanya dan berapa pria. Jika pada saat Ramadhan lebih banyak lagi.
Munurut Jubaidah, “kartini” asal Purwakarta, Jawa Barat ini, hal itu tergantung kondisi di daerah. Jika pada musim panen, bisa jadi pedagang lebih memprioritaskan kerja di kampung.
Sama halnya seperti kota Jakarta, pertambahan penduduk terjadi pada siang hari lantaran banyak pekerja berasal dari Tangerang, Bogor dan Bekasi.
Jubaidah adalah penjual nasi gendong pagi. Ibu beranak dua ini melayani kebutuhan perut para pedagang di kawasan itu.
Ia membuka lapak di tempat bersih dibandingkan lokasi lain. Lumayan. Nampaknya, minat menikmti makanan yang dijual cukup enak: ada semur, lauk-pauk gorengan ikan dan sayur nagka.