Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bang Anwar Gatel Dapat Serangan Fajar

14 April 2017   09:44 Diperbarui: 14 April 2017   19:00 1134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Penghitungan Suara Pilkada DKI putaran pertama di pinggir kota Jakarta

Bang Anwar kasak-kusuk. Ia makin sibuk bertanya kiri-kanan para tetangga. Yang ditanyai seputar kucuran sembilan bahan pokok dari Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) menjelang pemungutan suara 19 April 2017 itu.

Bagi Anwar, warga Betawi yang bermukim di kawasan kumuh tidak jauh dari pinggir kota Betawi itu, tidak terlalu penting siapa yang bakal menang dalam Pilkada Jakarta nanti.

Apakah pasangan Ahok - Djarot (Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat atau duet Anies – Sandi (Anies Baswedan-Sandiaga Uno). Bagi lelaki usia 40 tahunan dan pekerja serabutan, tak punya kerja tetap, ini nggak penting Pilkada berlangsung jujur, adil dan rahasia. Bagi ayah beranak empat yang didik orang tuanya diharapkan menjadi orang pintar, tegas, selalu berpenampilan cerah dan lelaki tulen itu, ternyata punya kelakuan menyebalkan. Pilkada di matanya hanya melahirkan penipu baru di negeri ini.

Pikirannya sederhana. Katanya, saat kampanye para kandidat merayu warga untuk mencoblos tanda gambar di balik bilik suara. Tetapi, setelah terpilih dengan suara banyak dari lawannya, tidak pernah mikir bagaimana sulitnya hidup. Mereka itu sudah terbiasa hidup senang dan bekerja asyik dengan kelompoknya.

Benar kehidupan berubah. Zaman makin maju. Dulu nggak ada busway di Jakarta, sekarang naik bus rada enak karena pakai AC. Dulu nggak ada telepon genggam, sekarang banyak. Tetapi, semua itu tentu harus diperoleh dengan uang cukup.

Setiap kandidat berjanji pada kampanyenya akan menyediakan lapangan kerja. Nyatanya, ketika Bang Anwar melamar, ujungnya ditolak lantaran dirinya berpenampilan jelek. Beli baju bagus aja untuk melamar tak mampu. Padahal ia juga bergelar sarjana. Yang beda dengan sarjana lain, ia tampil bulukan.

"Bohong tuh janji kite diajak kerja. Gaji gede, bisa ngempanin anak makanan enak," ungkap Anwar sambil menggerutu meninggalkan rekannya pada saat percakapan di ujung gang sempit.

Karena itu, serangan fajar pada saat menjelang pencoblosan tanda gambar pada kandidat sangat diharapkannya. Bagi Bang Anwar, mencoblos tanda gambar persoalan mudah. Nggak perlu ikuti kata hati, meski yang memberi sembako telah mengimbau untuk mencoblos gambar kandidat tertentu.

Debat Pilkada di televisi juga mendapat perhatian Bang Anwar.
Debat Pilkada di televisi juga mendapat perhatian Bang Anwar.
"Siapa yang tahu kalo gue nyoblos gambar lain dari yang diminta?" kata Bang Anwar dalam hati.

Lagi pula, Tuhan nggak bakal bertanya siapa yang kamu pilih dalam Pilkada DKI. Tuhan nggak ikut campur urusan ini. Yang ia tahu, ketika belajar ngaji semasa kecil, malaikat bertanya kepada ruh mayat yang diletakan di dalam liang lahat. Kata malaikat, siapa tuhanmu? dan seterusnya.

Kini yang terpenting, bagaimana menjelang hari H, hari pencoblosan, ia sudah mendapatkan uang atau sembako.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun