Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pilkada, Godaan SARA dan Kritik bagi Awak Media

23 Oktober 2016   09:38 Diperbarui: 23 Oktober 2016   19:34 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rapat Redaksi Antara dipimpin Direktur Pemberitaan Antara Aat Surya Safaat dan wartawan senior di Wisma Antara Jakarta baru-baru ini. Pembahasan difokuskan pada peliputan Pilkada 2017| Dokumentasi pribadi

Rapat Redaksi Antara dipimpin Direktur Pemberitaan Antara Aat Surya Safaat dan wartawan senior di Wisma Antara Jakarta baru-baru ini. Pembahasan difokuskan pada peliputan Pilkada 2017| Dokumentasi pribadi
Rapat Redaksi Antara dipimpin Direktur Pemberitaan Antara Aat Surya Safaat dan wartawan senior di Wisma Antara Jakarta baru-baru ini. Pembahasan difokuskan pada peliputan Pilkada 2017| Dokumentasi pribadi
Menyikapi itu, perusahaan pers dan organisasi wartawan penting mengimbau dan mengedepankan sikap profesional untuk menghindari wartawan kudatunggang. Wartawan demikian dalam dunia pers dikenal sebagai warawan yang dicucuk hidungnya oleh pejabat dengan bayaran ‘amplop’. Masih banyak sebutan wartawan bercitra negatif dan beraliran sesat.

Hindari membuat berita seperti menggelontarkan air dari ember. Atau menjadi penyampai informasi seperti tape recorder. Pers profesional bekerja mengindahkan kode etik dan menyaring "celoteh" yang dapat merusak kerukunan umat. Terutama menyangkut suku, agama, ras dan antargolongan atau SARA.

Jelasnya, wartawan perusak citra insan pers harus diberantas. Memberantas wartawan amplop sama artinya dengan mendukung Pemerintah Jokowi-JK yang kini tengah giat memberantas pungutan liar (Pungli) di Tanah Air.

Saat menghadiri acara HUT LKBN Antara ke-77 di Wisma Antara (18/12/2014), Jokowi menyebut: "Media boleh tajam, tapi tetap mendidik, bukan tajam yang melukai, bukan tajam yang menusuk, media boleh menggigit tapi jangan melukai." 

Pers semakin terbuka dalam hal pemberitaan. Namun di sisi lain juga harus disadarkan harus ada penyelesaian masalah terhadap apa yang diberitakan.

"Menggigit tapi yang mendidik, bukan yang melukai, bukan mendidik yang membuat berdarah," katanya.

Menghadapi Pilkada serentak pada 2017, terutama Pilkada DKI yang menjadi barometer pelaksanaan demokrasi di Indonesia, pimpinan Antara mulai Dirut LKBN Antara Meidyatama Suryodiningrat dan Direktur Pemberitaan Aat Surya Safaat telah menginstruksikan wartawan dan redakturnya di seluruh Indonesia untuk berpegang pada kode etik jurnalistik, tidak menyiarkan tulisan/berita/foto yang bersifat memojokan satu golongan atau kelompok tertentu yang dikategorikan sebagai fitnah, black campaign atau pembunuhan karakter.

Direktur Pemberitaan Antara pun minta agar wartawannya menghindari berbagai pandangan yang didasarkan pada sentimen identitas, menyangkut SARA. Menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian, berimbang, dan keadilan dengan tetap memperhatikan unsur kecepatan. 

Pemberitaan pun harus netral (tidak memihak, kecuali pada kebenaran). Pemberitaan independen (tidak tergantung pada pihak lain atau kelompok) tertentu serta tidak bisa ditekan oleh pihak manapun, kecuali mengikuti kebijakan redaksi.

Berita harus disajikan dengan gaya bahasa yang santun, memberikan edukasi, pencerahan dan pemberdayaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonsia NKRI).

Oleh Edy Supriatna Sjafei

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun