Ini kisahku memiliki cucu yang punya dua unyeng-unyeng. Unyeng-unyeng adalah pusaran rambut atau user-user atau kinciran yang ada di atas kepala. Cucuku ini berdomisili di Batam, bersama kedua orang tuanya; Candra dan Indah. Kata orang tua tempo doeloe - terutama di kalangan etnis Jawa - bahwa anak yang memiliki dua unyeng-unyeng punya prilaku petakilan. Nggak bisa diam. Agresif dan cenderung nakal. Ngeri juga rasanya.
Tatkala berada di rumah, bocah yang gemar makan buah dan masih menyusui ini, sangat agresif. Tidak bisa diam. Atau tidak dapat bersikap kalem seperti anak-anak lainnya ketika dibujuk. Al Fatih terlihat sangat berani. Bahkan, saya sebagai kakeknya ngeri menyaksikan tingkah polahnya.
Pada saat Lebaran, di kediaman buyutnya, bocah ini tiba-tiba naik kursi. Lantas naik ke atas meja tamu terbuat dari kaca. Ia jingkrakan. Bayangkan, jika kaca pecah, resikonya sangat fatal. Perbuatan serupa juga dilakukan di kediaman kakeknya. Beruntung toples kue dan makanan sudah diamankan.
Candra pernah bercerita, ketika berlibur ke Bangkok, bulan lalu, Fatih tak mau berjalan kaki. Selalu minta digendong. Ketika berada di kediaman pamannya di Malaysia, Fatih seperti menikmati kebebasannya. Pasalnya, di situ ada anak yang sama usianya. Hanya saja, ketika bermain bersama, Fatih lebih agresif. Seluruh mainan milik temannya nyaris dikuasai sepenuhnya.
Jika diajak berjalan menggunakan mobil, Fatih pasti minta duduk di kursi depan. Di samping sopir. Sudah tentu, seluruh tombol dipegang-pegang. Ia paling suka memutar tombol AC dan mengaktifkan radio. Celakanya, cara memutar AC seenaknya, satu saat pada posisi volume rendah tiba-tiba ke level tiga. Bahkan diputar-putar seenaknya, yang tentu saja dikhawatirkan dapat berpengaruh dan merusak tali karet AC mobil.
Satu-satunya cara untuk dapat membuat Al Fatih sedikit tenang adalah ketika menyaksikan film kartun melalui Youtube. Karena belum pandai menggunakan komputer, Fatih sering berteriak ketika film usai masa tayang. Ia pun minta diputarkan film kartun berikutnya. Kadang, film belum berakhir masa tayang, dia sudah menunjuk-nunjuk film kartun lainnya. Film yang digemari kebanyakan Ipin Upin, Ninjago dan sejenisnya.
Melihat fakta seperti itu, saya mencoba mencari tahu cerita para orang tua tentang makna unyeng-unyeng.
Bagi etnis Jawa, diyakini bahwa setiap anak lahir memiliki tanda khasnya. Tanda-tanda khas yang dimilikinya berbeda satu anak dengan anak lannya. Jelas, itu sudah merupakan Sunatullah. Sebagai pemberian Allah. Tanda itu bisa berupa warna hitam di lengan, kaki atau berupa tahi lalat. Termasuk juga unyeng-unyeng itu sebagai tanda khas pada diri seorang bayi. Konon, tanda tersebut juga mencirikan prilaku dari orang bersangkutan.
Fakta yang ada bahwa unyeng-unyeng dua dimaknai sebagai anak petakilan memang terbukti seperti yang dikatakan orang tua di kalangan etnis Jawa. Artinya, cucu saya, Al Fatih seperti itulah apa adanya yang saya ungkapkan. Jadi, bukan mitos.
Lantas, bagaimana karakter anak memiliki unyeng-unyeng dua ke depan. Apakah ketika dewasa nanti dapat berubah seiring proses pendidikan yang diterimanya. Saya, sepenuhnya menyerahkan kepada Allah, Tuhan YME. Tentu pula, sebagai kakek, terus mendoakan agar Al Fatih, sesuai dengan namanya, dapat menjadi anak saleh, bermanfaat bagi orang tua dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H