Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tong Kosong Memang Nyaring Bunyinya

28 Juni 2016   17:07 Diperbarui: 28 Juni 2016   20:36 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi/dimasayana/pribahasa tong kosong nyaring bunyinya

Namanya Raja. Padahal bukan itu panggilan nama yang sebenarnya. Itu hanya sebutan orang banyak di kantor yang dimintanya menyebut demikian lantaran ia merasa hebat, apa lagi setelah mendapat gelar Doktor.

Berikutnya orang-orang diminta memanggilnya doktor raja. Harus ditulis pula dengan huruf de besar kemudian dilanjutkan dengan sebutan nama raja dengan huruf er kapital. Ia kerap kali kepada orang banyak selalu minta agar jangan salah menulis, karena gelar tersebut bisa berpengaruh bagi lingkungan birokrasi.

Jangan mengubah huruf de kecil karena dapat mengecilkan makna dari gelar itu sendiri. Sekali lagi jangan salah tulis. Jika ditulis de dengan huruf kecil, bisa mengubah makna menjadi dokter yang kerjanya sebagai tukang suntik di Puskesmas atau rumah sakit.

Orang tuanya memberi nama lengkap Bagus Raja Kahuripan. Dapat dimaknai sebagai raja kehidupan yang bagus. Dan diduga, nama tersebut dimaksudkan sebagai doa oleh orang tua agar kelak menjadi raja dalam kehidupan di dunia ini. Paling tidak, kehidupannya senang. Sebab, pikiran orang tunya saat itu, tak satu pun raja hidupnya sengsara atau miskin harta. Minimal, raja punya banyak selir dengan status sosial tinggi meski ada juga dalam sejarah raja mati di tiang gantungan.

Kini panggilan Doktor Raja bukan sembarangan lagi. Sebab, jika diinggat dari riwayat meraih gelar, predikat strata tiga bagi Raja dalam sangat sulit didapat. Jarang orang setekun Raja.

Meski berbadan pendek, hitam “buleng” dengan sedikit mudah senyum, toh fisik tak banyak membawa pengaruh untuk meraih gelar doktor, pikir dia. Raja, dengan segala kelebihan yang dimiliki, dapat meraih gelar tersebut dalam waktu relatif singkat.

“Lihat tuh! Pejabat anu lama sekali menyelesaikan doktornya,” kata Doktor Raja sambil membusungkan dadanya ke depan dan mendongak ke kiri dan ke kanan. Ia membandingkan dirinya dengan para pejabat di lingkungan kantornya dengan nada suara bangga.

Untuk menyelesaikan es tiga itu, dia paling tidak menghabiskan tiga laptop. Bukan habis dimakan, tetapi mengorbankan tiga laptop hingga rusak selama menyusun desertasi guna memenuhi sebagia persyaratan utama mendapatkan gelar doktor.

Jadi, pengorbanan untuk meraih gelar tertinggi dalam bidang akademik itu, sungguh besar. Raja sempat sedih. Bukan hanya kurang uang, tetapi juga mendapat caci maki dari dosen pembimbing. Bayangkan, materi desertasinya sempat dicampakan seorang dosen. Dia sempat disebutnya sebagai orang pandir.

"Materi apa ini. Begini, ini? Bodoh. Ingin dapat gelar doktor pula?" tanya seorang dosen pembimbing kepada Raja saat berkonsultasi.

Lantas, tak lama kemudian terdengar, "prak". Buku materi makalah kuliah Raja dibanting dosennya.

Raja terbengong. Kemudian di depan meja sang dosen, ia pun memungut lembaran-lembaran makalah yang bertebaran di lantai karena dibanting dosennya tadi. Dan, sambil berjongkok, Raja mengatakan, "Karena bodoh itulah, ya karena bodoh itulah, saya belajar dengan bapak,".

Raja berdiri di samping meja. Dosen pembimbingnya pun merangkul dan memeluknya sebagai tanda permintaan maaf atas kehilafannya membanting makalah milik Raja. Dia merasa terharu karena itu ia dipeluk seperti itu. Raja diperlakukan sebagai anak kecil yang ingin mendapatkan sebuah permen.

*****

Doktor Haji Bagus Raja Kahuripan M.Pd, begitu seharusnya gelar Raja ditulis lengkap. Tapi, belakangan Raja lebih senang dipanggil Doktor Raja.

"Pak doktor raja," begitu rekan-rekannya menyebut dia ketika bertemu atau berpapasan di jalan.

Raja pun melempar senyum. Sekedar basa-basi, ia menyelami orang yang menegurnya. Raja memang dikenal sebagai orang supel di kantornya. Juga mudah bergaul dengan berbagai lapisan di kantor. Celotehnya pun ngalor ngidul. Walau memiliki tubuh gemuk pendek, tetapi langkahnya cepat ketika berjalan. Kecepaan melangkah juga sama hebatnya dengan ketika ia berbicara dengan orang banyak.

"Kita bisa selesaikan. Semua bisa. Kalau dia begitu, itu sontoloyo namanya," kata Raja suatu ketika di hadapan orang banyak.

Pembicaraan Raja dengan gaya ceplas-ceplos itu kadang mengundang tawa lawan bicaranya. Ia tak sadar, lawan bicaranya tengah menganalisis ke arah mana ujung atau muara dari keseluruhan pembicaraan itu. Apa lagi, ketika berceloteh, selalu saja terselip dan diselipkan bahwa dirinya adalah seorang doktor.

"Tahu nggak saya sekarang dimana?" tanya Doktor Raja kepada seorang dokter Poliklinik di kantornya.

"Nggak tuh," jawab sang dokter di Poliklinik itu sekenanya.

"Saya sekarang tidak lagi di tempat lama. Sudah di tempat baru. Sebulan lalu, ganti dan pindah tempat. Saya Doktor Raja," kata Raja kepada dokter penjaga Poliklinik itu lagi.

"Oh. Ya!" jawab sang dokter manggut-manggut.

Seorang dokter lain datang. Lantas ia menanyakan nomor kartu kesehatannya.

"Nomor kartu kesehatan bapak?" tanyanya.

"Cari, Doktor Raja. Pasti ada di file lemari itu," ujar Raja sambil menyatakan tidak tahu nomor kartunya.

*****

Dulu mereka boleh menyebut dirinya sebagai pesuruh di kantor itu. Hanya mengurusi bidang administratif, seperti membantu penyelesaian paspor pejabat yang hendak ke luar negeri. Mengurusi kepindahan pejabat, mengetikan surat dan mengantar dokumen dari satu tempat ke ruang kantor lainnya.

Dulu para pejabat itu boleh merendahkan diri Raja di hadapan orang banyak. Dulu, ketika Raja masih muda, boleh memerintah ini itu. Dulu apa saja boleh.

Dulu para pejabat itu boleh menghina, karena dirinya hanya sebagai bawahan. Posisi saat itu, sebagai bawahan, memang tidak menyenangkan.

Namun sekarang ini, setelah dilantik menjadi pejabat, Doktor Raja memiliki kebanggaan luar biasa. Kedudukannya sudah sejajar dengan para pejabat yang sebelumnya memandang dirinya dengan sebelah mata. Meminta fasilitas dan dukungan finansial pun seenaknya, tidak mengindahkan aturan.

"Saya ini doktor," katanya lagi ketika di tengah pembicaraannya yang demikian panjang.

Saat itu, tak satu pun ada yang menanyakan tentang gelar akademik Raja. Lagi pula sangat tidak punya relevansi pembicaraan obrolan ringan diselipkan bahwa dirinya memiliki gelar doktor. Sebab, orang banyak tahu bahwa Raja punya gelar doktor.

Doktor Raja punya kebiasaan mendarah-daging pada dirinya. Yaitu, tanpa ditanya bak-bik-bu, ia pasti akan mengawali bicara. Bicaranya pun panjang. Orang hendak menjelaskan suatu persoalan pun kerap kali dipotong seperti layaknya sudah lebih tahu. Hanya pejabat atasannya yang bisa memotong pembicaraannya yang meletup-letup bagai petasan.

"Doktor Raja, jangan coba bohongiku!," katanya dengan suara bangga kepada sejumlah bawahannya ketika pada rapat rutin di kantornya.

Menilik perilakunya, Raja memang tengah mabuk dengan gekar doktornya. Seolah dengan gelar itu dirinya bisa tampil lebih hebat dari yang lainnya. Ketika bicara dan berdebat, argumentasinya selalu dipaksakan untuk dapat diterima anak buahnya meski tidak logis.

Raja pun tak menyadari gelar akademik yang dimiliki itu sejatinya harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia di sekitarnya. Bukan untuk menonjolkan bahwa dirinya sebagai sosok orang hebat dengan gelar akademik. 

Jika ada seorang raja sekalipun memamerkan gelar kepada rakyatnya, bisa jadi sebagai sebuah pekerjaan sia-sia, bagai menegakan benang basah. Atau dapat pula diumpamakan dengan menabur garam ke laut yang sampai kapan pun tak akan mengurangi kualitas rasa airnya. Asin.

Doktor Raja lebih banyak mengagungkan gelarnya ketimbang prestasi kerja. Jangankan memberi arahan kepada bawahannya, untuk mengamalkan nilai budaya kerja, seperti keteladanan dan bertanggung jawab, semua itu jauh panggang dari api.

Tong kosong memang selalu bunyinya nyaring.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun