Doktor Raja punya kebiasaan mendarah-daging pada dirinya. Yaitu, tanpa ditanya bak-bik-bu, ia pasti akan mengawali bicara. Bicaranya pun panjang. Orang hendak menjelaskan suatu persoalan pun kerap kali dipotong seperti layaknya sudah lebih tahu. Hanya pejabat atasannya yang bisa memotong pembicaraannya yang meletup-letup bagai petasan.
"Doktor Raja, jangan coba bohongiku!," katanya dengan suara bangga kepada sejumlah bawahannya ketika pada rapat rutin di kantornya.
Menilik perilakunya, Raja memang tengah mabuk dengan gekar doktornya. Seolah dengan gelar itu dirinya bisa tampil lebih hebat dari yang lainnya. Ketika bicara dan berdebat, argumentasinya selalu dipaksakan untuk dapat diterima anak buahnya meski tidak logis.
Raja pun tak menyadari gelar akademik yang dimiliki itu sejatinya harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia di sekitarnya. Bukan untuk menonjolkan bahwa dirinya sebagai sosok orang hebat dengan gelar akademik.Â
Jika ada seorang raja sekalipun memamerkan gelar kepada rakyatnya, bisa jadi sebagai sebuah pekerjaan sia-sia, bagai menegakan benang basah. Atau dapat pula diumpamakan dengan menabur garam ke laut yang sampai kapan pun tak akan mengurangi kualitas rasa airnya. Asin.
Doktor Raja lebih banyak mengagungkan gelarnya ketimbang prestasi kerja. Jangankan memberi arahan kepada bawahannya, untuk mengamalkan nilai budaya kerja, seperti keteladanan dan bertanggung jawab, semua itu jauh panggang dari api.
Tong kosong memang selalu bunyinya nyaring.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H