Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Luka Sayapku, Lantas Lemas dan Stroke

18 Juni 2016   06:34 Diperbarui: 18 Juni 2016   17:15 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangau hidup berkelompok dan banyak dijumpai di kawasan persawahan

Songong yang berperawakan tinggi besar dan berkumis berjalan dari kejauhan di atas pematang sawah. Bedil di tangan. Mengenakan pakaian kaos warna gelap dan bercelana panjang ketat ala koboy, ia banyak melempar senyum kepada dua ajudannya.

Ketika tersenyum, kumisnya yang hitam lebat terangkat menambah kontras dengan giginya putih tersusun rapi. Dia memang terlihat gagah dan pantas untuk ditakuti.

“Tembakanku jitu. Sasaranku, lihat tekapar,” kata Songong kepada dua pengawal sambil berjalan di kawasan persawahan itu.

Songong bangga. Dia mampu menunjukkan sebagai penembak jitu meski kini sudah memasuki usia pensiun sebagai perwira tinggi. Usia boleh tua, tetapi dalam hal kemahiran menggunakan senjata laras panjang dia tak boleh dikalahkan. Dua ajudan -- Bengis dan Koret -- yang juga sebagai pengawal pribadi tahu benar bagaimana bosnya itu jika kemahirannya itu dikalahkan orang lain. Songong akan marah jika dalam menggunakan senjata laras panjang merasa dikalahkan.

Sesungguhnya Songong tak berhak mempertahankan dua tenaga ajudan itu harus tetap mengabdi padanya. Bukankah dia sudah pensiun yang secara otomatis kedua ajudannya ditarik ke kesatuannya. Namun lantaran pengaruh dan kekuatan finansial yang dimiliki sang juragan Songong, mereka masih mengabdi kepada dirinya.

Songong bersama ajudan berjalan menuju bangau terluka. Di atas pematang sawah, ia sempat melihat para petani bekerja dan memberi hormat sambil membungkukkan badan ke arahnya. Songong melempar senyum. Kemudian ia melempar pertanyaan kepada para petani itu.

“Dimana hasil tembakanku tadi?” tanya Songong kepada petani. Pertanyaan itu dilontarkan Songong sebagai basa-basi saja karena Songong sudah tahu titik lokasi jatuhnya bangau hasil bidikannya yang tepat mengenai sasaran.

“Di sana tuan tuan,” jawab beberapa orang petani serempak.

Songong pun menuju hasil buruan yang tengah terkapar. Petani pun tampak gembira Songong cepat berlalu dari tempatnya bekerja. Maklum, Songong punya kepribadian temperamental. Cepat marah jika melihat petani bermalas-malasan. Sekalipun saat itu tengah beristirahat.

Songong adalah pemilik sawah di Desa Daha. Arealnya cukup luas. Bahkan warga setempat tahu kawasan perbukitan yang hijau dan elok tak jauh dari kawasan persawahan tersebut masih milik juragan Songong. Belakangan ini kawasan tersebut sering dikunjungi Songong pascapensiun. Daerah perbukitan itu direncanakan akan dijadikan lokasi wisata alam dengan pemberdayaan petani. 

Songong suatu ketika marah besar kepada Koret, ajudannya yang berkepala peang. Pasalnya, Koret mengajukan protes jika lokasi itu akan dijadikan wisata alam harus dibarengi penghentian kebiasaan bosnya berburu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun