Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Psikolog - Psychologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Investasi SDM melalui Pendidikan Seumur Hidup

11 Januari 2025   10:10 Diperbarui: 11 Januari 2025   12:10 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan investasi yang paling berkelanjutan, karena mereka dapat terus berkembang, berinovasi, dan memberikan nilai tambah jangka panjang bagi sebuah organisasi atau masyarakat. Dalam skala meso-organisasi, peningkatan kompetensi SDM secara signifikan dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Ulrich, 1998).

Namun, di tengah maraknya kinerja institusi pendidikan formal, kualitas pendidikan tampaknya terabaikan. Banyak universitas berdiri megah, tetapi hasil yang diharapkan, yaitu SDM berkualitas, sering kali tidak tercapai (Edy Suhardono, Kompas 27/9/2024).

Sementara itu, perubahan cepat di dunia kerja memerlukan adaptasi kurikulum yang relevan. Banyak kurikulum yang tertinggal dan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, sehingga menghasilkan lulusan dengan kemampuan yang jauh dari harapan industri. John Hattie, pakar pendidikan dari Australia, menengarai bahwa kualitas pengajaran dan pembelajaran adalah faktor yang paling berpengaruh dalam peningkatan hasil belajar.

Mengingat situasi ini, pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat memprioritaskan kualitas pendidikan agar SDM kita benar-benar siap menghadapi tantangan global-mondial yang kian digital.

Obsesi Ranking Demi Kuantitas

Universitas kini berlomba-lomba untuk mendapatkan peringkat tinggi demi eksistensi dan kelangsungan bisnis pendidikan mereka. Namun, obsesi ini lebih mengedepankan kuantitas, yaitu jumlah mahasiswa yang diterima, ketimbang kualitas lulusan yang dihasilkan.

Perhatian yang berlebihan pada peringkat dan akreditasi sering kali mengorbankan aspek penting pendidikan, yaitu kualitas pengajaran dan kemampuan lulusan (Indonesia Satu, 2023). Hal ini berpotensi menghasilkan lulusan yang banyak, namun dengan keterampilan yang minim dan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.

Menurut Philip G. Altbach, seorang pakar pendidikan dari Boston College, fokus yang berlebihan pada ranking dapat mengalihkan perhatian dari tujuan utama pendidikan yaitu pengembangan intelektual dan keterampilan praktis mahasiswa.

Dalam artikelnya, "The emergence of a field: research and training in higher education", Altbach (2024) menyebut bahwa sistem peringkat sering kali mendistorsi prioritas pendidikan dengan mendorong universitas untuk mengejar angka-angka yang terlihat baik di atas kertas, namun tidak mencerminkan kualitas sesungguhnya. Ini menunjukkan bahwa peringkat tinggi tidak selalu berarti kualitas pendidikan yang tinggi.

Lebih lanjut, Simon Marginson, seorang profesor di University of Melbourne, mengungkapkan bahwa sistem pemeringkatan global sering kali tidak mempertimbangkan konteks lokal dan kebutuhan spesifik masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun