Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Psikolog - Psychologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Makan Bergizi Gratis (MBG): Telaah Psikologi

6 Januari 2025   15:30 Diperbarui: 8 Januari 2025   17:27 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah inisiatif pemerintah yang bertujuan menyediakan makanan bergizi tanpa biaya untuk kelompok rentan, termasuk ibu hamil, menyusui, anak balita, dan anak sekolah.

Dikenalkan sebagai solusi untuk meningkatkan aksesibilitas makanan sehat, program ini menawarkan menu yang disusun sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk setiap kategori usia, bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan cerdas.

Dengan target penerima mencapai 19,47 juta jiwa pada tahun 2025 dan diharapkan meningkat menjadi 82,9 juta pada tahun 2029, program ini tidak hanya berfokus pada gizi, tetapi juga pada kesejahteraan petani dan pelaku UMKM serta pengurangan kemiskinan.

Program ini memiliki banyak tujuan positif, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana pengaruhnya terhadap perilaku penerima dan masyarakat luas. Apakah program ini akan mampu mempertahankan dampak positifnya tanpa menciptakan ketergantungan atau perubahan negatif dalam cara masyarakat menghargai makanan bergizi?

Perubahan Habituasi sebagai Ancaman Kemandirian Perilaku

Program MBG tidak hanya memperumit persoalan penyediaan anggaran, tetapi juga menyisakan residu perilaku yang signifikan. Orang dihadapkan pada perubahan dalam mengapresiasi substansi bernilai tinggi seperti gizi, yang berkorelasi negatif dengan harga yang makin rendah bahkan gratis.

Pemberian makanan bergizi secara gratis dalam program MBG dapat memicu perubahan dalam kebiasaan makan masyarakat, yang berpotensi mengurangi nilai percepatan gizi. Hal ini didukung oleh teori psikofisika yang menjelaskan bagaimana persepsi harga dan nilai berkorelasi (Stevens & Galanter, 2014).

Ketika gizi disediakan tanpa biaya, masyarakat mungkin mulai meremehkan pentingnya nilai gizi yang seharusnya dipahami. Sebagaimana diungkapkan oleh Pappas dan al. (2019), pemberian makanan gratis dapat menciptakan sikap ketergantungan, mengubah pandangan individu terhadap makanan bergizi dari kebutuhan menjadi sesuatu yang dianggap remeh.

George A. Miller, dalam teorinya mengenai proses informasi, menyatakan bahwa manusia cenderung menyederhanakan informasi yang kompleks menjadi kelompok-kelompok yang lebih sederhana (Miller, 2016). Dalam konteks program MBG, individu mungkin melihat makanan bergizi sebagai sesuatu yang murah atau bahkan gratis, sehingga mengurangi apresiasi mereka terhadap nilai makanan tersebut.

Perubahan habituasi ini berpotensi mengancam kemandirian perilaku individu. Ketika masyarakat terbiasa mendapatkan makanan bergizi secara gratis, mereka mungkin mengalami penurunan motivasi untuk mendapatkan makanan tersebut melalui upaya sendiri. Abraham Maslow dalam hierarki kebutuhan manusia, menyatakan bahwa kebutuhan dasar seperti makanan harus dipenuhi melalui usaha individu untuk mencapai aktualisasi diri (Maslow, 2014).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun