Self-love, Narsis dan Medsos
Penggunaan media sosial telah meningkatkan manifestasi self-love dan narsisme. Penelitian oleh Balakrishnan dan Griffiths (2017) menemukan bahwa narsisme berhubungan dengan frekuensi penggunaan media sosial untuk mempromosikan diri.
Di sisi lain, penelitian oleh Hogue dan Mills (2019) menunjukkan bahwa media sosial juga dapat digunakan untuk membangun self-love yang positif. Studi ini menunjukkan bahwa cara kita menggunakan media sosial dapat mencerminkan aspek sehat atau tidak sehat dari cinta diri kita.
Menurut teori penampilan diri, individu mengelola kesan yang mereka berikan kepada orang lain. Media sosial sering menjadi platform di mana orang memproyeksikan versi ideal diri mereka. Hal ini dapat menjadi sarana untuk menguatkan self-love melalui dukungan sosial dan pengakuan, namun juga dapat memperkuat narsisme jika digunakan untuk mencari validasi eksternal secara berlebihan.
Hasil studi menunjukkan bahwa narsisme sering kali terkait dengan penggunaan berlebihan platform yang memungkinkan eksposur diri yang tinggi, seperti Instagram. Sebaliknya, mereka yang menggunakan media sosial untuk berinteraksi dengan teman dan keluarga cenderung mengembangkan self-love yang lebih sehat.
Dalam konteks ini, penting untuk membedakan antara posting yang dilakukan sebagai bagian dari kebanggaan sehat atas pencapaian dan keterampilan, dan posting yang bertujuan untuk mendapatkan pujian dan perhatian terus-menerus.
Self-love adalah tentang mengenali dan merayakan diri sendiri tanpa perlu validasi dari orang lain. Namun, bagaimana kita bisa memastikan bahwa penggunaan media sosial kita mencerminkan self-love yang sehat dan bukan narsisme?
Self-love Yes, Narsis No
Self-love dan narsisme memiliki indikator yang jelas. Self-love mencakup penerimaan diri, batasan yang sehat, dan kesejahteraan emosional. Narsisme, di sisi lain, ditandai oleh kebutuhan akan pujian berlebihan dan kurangnya empati.
Mengembangkan self-love yang sehat penting untuk keseimbangan emosional dan hubungan yang bermakna. Menurut teori otentisitas diri, individu yang otentik menunjukkan perilaku yang konsisten dengan nilai dan kepercayaan mereka, yang merupakan aspek penting dari self-love.
Memahami dan mengidentifikasi batas antara self-love dan narsisme adalah kunci untuk membangun hubungan yang sehat dengan diri sendiri dan orang lain. Penting untuk selalu mengevaluasi motivasi di balik tindakan kita.