Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Psikolog - Psychologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pelita Kehidupanku

22 Desember 2024   09:35 Diperbarui: 23 Desember 2024   12:09 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memberanikan diri berjalan melewati lorong (Sumber: Freepik/Koleksi Edy Suhardono)

Di atas tanah basah tergurat harapan, 

perjuangan ibu tiada berkesudahan, menahan waktu berlari kencang. 

Dengan hati tegar, ibu bak singa betina, 

menghadapi setiap tantangan dengan keberanian tak gentar. 

Di setiap langkahnya, tersimpan kekuatan dalam duka. 

Kasihnya bak matahari, menerangi tanpa pamrih. 

Menghantarkan cinta kepada dunia tanpa henti.


Jalanan ramai, penuh dengan keangkuhan, 

takdir ibu diuji oleh kerasnya hidup, bertahan demi keluarga. 

Dengan semangat baja, ibu melawan badai 

meski seringkali terhempas angin kencang. 

Bersikukuh dalam perjuangan, menghadap kerasnya tantangan. 

Tak kenal lelah, terus maju meski dihimpit derita. 

Di setiap tetes keringat, cinta yang mengalir deras.


Di ruang sempit, ada nyanyian hidup, 

ibu menjahit mimpi dengan benang harapan. 

Serigala malam berbisik, ketidakpastian menghadang, 

namun ibu tetap teguh berdiri. 

Menghadapi malam dengan keberanian sejati, 

memeluk mimpi dalam gelap. 

Menempa ketangguhan di bawah bintang yang terjaga.


Pasar berisik, penuh dengan suara keras, 

ibu menawarkan senyum di setiap sapa. 

Di antara kerumunan, ibu bak lebah pekerja 

yang tak henti-hentinya mengumpulkan madu. 

Di sepanjang jalan yang berbatu, 

ibu tetap tegar menghadapi hari. 

Dengan penuh cinta, ibu menjadi penopang keluarga.


Di balik senja yang merona merah, 

tersimpan tekad ibu yang kian kuat. 

Meski badai datang menghempas, 

ibu tetap tegak menatap ke depan. 

Dalam gelap malam, ada cahaya cinta 

yang tetap menyala dalam hati. 

Ibu, pelita dalam gelap gulita.


Di pantai yang sepi, ombak berbicara, 

menyampaikan pesan harapan ibu. 

Ibu mengayuh perahu kehidupan, 

meski angin kencang menghadang. 

Dengan sabar, ibu menuntun jalan, 

menjaga api harapan tetap menyala. 

Menjadi pelindung dalam badai.


Di puncak gunung tinggi, ibu berdiri, 

menghadapi dunia dengan keteguhan hati. 

Bagaikan elang yang terbang tinggi, 

mengintai setiap peluang. 

Ibu melawan angin kencang dengan keberanian. 

Mengukir jejak dalam sejarah. 

Ibu, pahlawan sejati dalam kehidupan.


Di puncak gunung tinggi, ibu berdiri, 

melihat luasnya dunia dalam bayangan burung. 

Melawan angin kencang dengan kekuatan kuda, 

menerjang badai tanpa rasa takut. 

Setiap langkah, meninggalkan jejak abadi, 

ibu bak benteng kukuh menghadapi dunia. 

Mengukir sejarah dengan tinta pengakuan.

Surabaya, Hari Ibu - 22 Desember 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun