Mohon tunggu...
Edy Suhardono
Edy Suhardono Mohon Tunggu... Psikolog - Psychologist, Assessor, Researcher

Direktur IISA Assessment Consultancy and Research Centre, Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Saling Mengunci antara 'Brain-rot' dan 'Overthinking'

14 Desember 2024   18:00 Diperbarui: 14 Desember 2024   11:22 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keasyikan berselancar di medsos (Sumber: Freepik/Koleksi Edy Suhardono)

Di era digital saat ini, banyak remaja mengalami fenomena yang dikenal sebagai 'brain-rot'. Sebagai contoh, seorang remaja bernama Dani menghabiskan berjam-jam setiap hari untuk berselancar di media sosial, yang membuatnya merasa secara mental cepat lelah, kesulitan dalam berkonsentrasi dan gampang terpaku pada hal-hal kecil.

Brain-rot mencerminkan penurunan kognitif akibat paparan informasi yang instan dan dangkal. Fenomena ini sering kali disebabkan oleh overload informasi dari media sosial, yang membuat otak kita rentan terhadap kelelahan kognitif, seperti yang diungkapkan dalam laporan Allcott dan Gentzkow (2017) di Journal of Economic Perspectives.

Kondisi ini memiliki dampak yang lebih serius, karena penggunaan media sosial yang berlebihan bisa menyebabkan masalah kesehatan mental, termasuk kecemasan dan depresi. Penelitian oleh Kuss dan Griffiths (2017) menunjukkan bahwa fenomena ini bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari pola perilaku yang berulang.

Hubungan Simetrik

Dari literatur akademik dijelajahi, terdapat hubungan dua arah antara brain-rot dan overthinking. Ketika otak terpapar informasi berlebihan, kondisi ini dapat memicu overthinking. Merujuk pada penelitian Wegner dan Wheatley (2018), overthinking dapat menyebabkan penumpukan stres yang berujung pada penurunan fungsi kognitif, sehingga menciptakan siklus negatif.

Overthinking sering kali menjadi produk sampingan dari proses mental yang tidak efektif. Dalam konteks Dani, khawatir berlebihan atas hal-hal kecil seringkali berasal dari ketidakmampuan memproses informasi dengan baik. Cheng, Lau, dan Chan (2018) mengemukakan bahwa overthinking adalah efek samping dari anarkisme informasi.

Tidak hanya itu, overthinking yang berlebihan juga dapat memperparah gejala brain-rot. Ketika individu terjebak dalam siklus berpikir berulang, keadaan mental mereka semakin memburuk, menyebabkan penurunan pada daya ingat dan konsentrasi (Andrews dan Wilding, 2019).

Turmoil mental ini berevolusi menjadi lingkaran setan di mana brain-rot menyuburkan overthinking, dan sebaliknya. Wegner (2018) menyoroti bahwa overthinking dapat melemahkan pengambilan keputusan. Kondisi ini membuat Dani terjebak dalam paradoks informasi.

Peran Variabel Moderator

Tingkat pendidikan dan dukungan sosial berperan penting dalam memoderasi hubungan antara brain-rot dan overthinking. Remaja yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan dukungan sosial yang kuat cenderung lebih efektif dalam mengelola stres yang dihasilkan dari kedua fenomena ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun