Kondisi SMK saat ini memerlukan pembenahan baik pada tangible (bersifat fisik seperti : gedung, bengkel, laboratorium, sarana prasarana peralatan praktik, dll) maupun intangible (bersifat non fisik seperti : akreditasi, cultur dan budaya industri). Ini jelas diperlukan penyesuaian kurikulum SMK dengan kebutuhan industri. Ini masih memerlukan upaya terus menerus untuk duduk bersama SMK dengan industri. Tidak cukup MOU, tanda tangan  hitam diatas putih selesai, namun perlu ada komitmen bersama, termasuk keterserapan lulusannya bagaiaman.
Pembenahan guru vokasi, di mana pengajar di SMK bisa berasal dari profesional berpengalaman dan tidak melulu dari sarjana pendidikan. Komitmen industri untuk membantu SMK. Tetapi  wacana itu di SMK belum bisa berjalan. Walhasil, link and match di SMK dan industri, masih jauh "bak pungguk rindukan bulan" alias sulit tercapai.
Konsep Link and match, tiga tahun terakhir ini menjadi trend di SMK. Sejak era-90an saat Menteri Wardiman, dengan istilah Program System Ganda (PSG). Sekarang dikemas dengan bahasa baru, Link and match, menjadi role model  bagi SMK, utamanya SMK Pusat Keunggulan (SMK PK). Bermaksud mendekatkan dunia pendidikan dengan dunia industri, dunia usaha dan kerja (IDUKA).
Tidak ada yang baru pada dua kata tersebut. Selain penting keberadaaannya saat kondisi SMK belum ideal dalam pandangan industri. Memang SMK tak bisa menyamai industri, karena SMK bukan industri, sebaliknya industri juga bukan SMK. Namun setidakanya sesuai 16 teori prosser, SMK bisa lebih mendekati (miniature industri) sebagai sekolah Vokasi. Prinsip ini menjadi penting karena kenyataan SMK masih banyak kekurangan, jika dibanding dengan industri. Akhirnya Link and match jadi masalah klasik yang berhenti dijalan, faktanya sampai sekarang lulusan SMK "dianggap" sebagai penyumbang pengangguran tertinggi.
Apa saja kendala SMK dalam menerapkan konsep link and match ini?
Pertama masalah komunikasi, diakui kebutuhan industri tak  hanya hard skill namun juga soft skill, kemampuan ini yang ditekankan di industri selain kreatifitas, critical thinking skill, kolaborasi termasuk komunikasi, anak SMK dianggap belum biasa berkomunikasi dengan baik. Ini menjadi tantangan bagaimana SMK bisa menjadi lulusan tak hanya menguasai hard sklill namun soft skill.
Kedua, masih kurangnya dana untuk menyediakan alat praktek SMK. Padahal teknologi berkembang pesat, membeli alat, menggunakan alat dan memelihara agar maksimal manfaatnya. Pelatihan di Industri lebih murah daripada menyediakan mesin di sekolah. Guru SMK dan Kepala SMK disiapkan untuk menerima teknologi.
Ketiga, Inovasi berkembang pesat di industri masih bersifat tertutup (rahasia), belum bisa dengan mudah diakses umum, karena kepentingan bisnis dan competitor. Sementara disisi lain inovasi sekolah bersifat terbuka, dan butuh sentuhan dari industri. Kemampuan kompetensi (hard skill dan soft skill), sering dibutuhkan oleh industri SMK belum bisa menyediakan, menjadi PR besar, sehingga lulusan SMK belum sesuai standar industri. Production based education/repeat order, masih terkendala masalah biaya dan waktu.
Bagaimana kondisi sarana prasarana untuk menunjang praktek di beberapa SMK? Apakah sudah sesuai standar dari perusahaan?
Kondisi ruangan praktik atau bengkel di SMK masih sangat memprihatinkan, utamanya swasta negeri saja masih jauh dari ideal, apalagi luar jawa, tak ayal sering disebut sebagai "SMK sastra", peralatan usang, keterbatasan alat praktik, kondisi bengkel, termasuk ratio alat dengan siswa dan sederet permasalahan lain.
Jika bicara standar industri SMK masih jauh, kebutuhan dengan fasilitas mesin dan alat untuk tingkatkan skill, selain diarahkan ke Industri untuk magang, terbatasnya Industri tidak selalu industri besar namun juga industri kecil. Diperlukan Link match kebutuhan vokasi dan industri dapat dipenuhi, bagaimana peralihan adanya kemajuan teknologi digital, bagaimana solusinya, Industri berubah, Vokasi juga berubah. Ada pekerjaan yang hilang (Job Loss) ada pekerjaan baru muncul (IoT, Big data, Smart city, FinTech, digital smart system. Era pandemi kita tergantung dengan teknologi IT, ini yang perlu ditangkap SMK dalam dan inventarisasi pekerjaan kedepan. SMK harus bisa menyesuaikan kondisi dan tantangan di Industri.