Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Eko Yulianto, untuk mencetak uang sebanyak 8,3 miliar lembar dibutuhkan biaya sekitar Rp 3,5 triliun. Sedangkan jumlah biaya tersebut yang mencapai Rp 3,5 triliun, sudah termasuk biaya distribusi uang dan biaya cetak uang.
“Biayanya itu besar sampai Rp3,5 triliun termasuk distribusinya. Tapi BI tidak pernah ada biaya apa-apa jika masyarakat ingin menukar uang. Rp 3,5T itu untuk cetak sekitar 7,9 sampai 8,3 miliar lembar uang,” ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Rabu, 4 Februari 2015.
Sementara untuk mencetak uang dari segi nominal pecahannya, lanjut Eko, biayanya berbeda-beda. Dia menjelaskan, biaya paling mahal untuk mencetak uang yakni pecahan Rp100 ribu. Jumlah biaya itu untuk cetak uang pecahan 100 ribu kurang dari Rp 100 ribu, lebih murah,” tukas Eko
sumber : www.infobanknews.com/2015/02/wow-cetak-uang-kartal-dibutuhkan-biaya-rp35-triliun/
Dari data indikator pengedaran uang di atas, bila diambil data di bulan April 2015, maka apabila diolah diperoleh data sebagai berikut :
sumber :www.tribunnews.com/regional/2013/12/23/apbd-kota-bandung-rp-3-m-untuk-tebus-ijazah-yang-ditahan
Uang Non Tunai Jauh Lebih Murah
Menurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun 1992, definisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegrafic transfer. Uang giral bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat boleh menolak dibayar dengan uang giral.
Uang giral yang disebutkan di atas adalah nama lain dari uang non tunai. Berikut data peredaran uang non tunai dalam bentuk kartu (APMK) yang diperoleh dari Bank Indonesia.