Mohon tunggu...
Edy Suparjan
Edy Suparjan Mohon Tunggu... Dosen - Di lahirkan di Desa Pela Kecamatan Monta Kabupaten Bima pada, 23 Agustus 1986 pekerjaan sebagai Dosen Tetap di Perguruan Tinggi STKIP Taman Siswa Bima Kabupaten Bima.

Selain sebagai Dosen di STKIP Taman Siswa Bima. Keseharian dilalui dengan menulis dan sebagai pemerhati lingkungan di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. penulis dapat dihubungi lewat : tanmaedysu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kebangkitan Politik Perempuan NTB

25 April 2024   23:59 Diperbarui: 25 April 2024   23:59 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Bima 2019-2025 sumber: wikimedia.commons

PENDAHULUAN 

Demokrasi menjamin setiap warga Negara untuk berpartisipasi dalam politik secara setara, termasuk hak memilih maupun dipilih untuk perempuan memiliki peluang besar untuk menjadi figure pemenang sebagaimana laki-laki baik dalam bursa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Legislatif maupun dalam pemilihan kepala daerah. 

Momok bagi perempuan bahwa politik itu kotor, sedikit demi sedikit terkikis oleh waktu, seiring berjalannya peningkatan pemahaman masyarakat tentang demokrasi dan wacana perempuan harus memiliki keterwakilan maksimal 30%, walaupun dalam faktanya perempuan belum mampu mencapai target tersebut. 

Selain karena lemahnya UU pemilu, juga karena tradisi berpolitik dan berpartai yang belum bersandarkan pada nilai demokrasi yang belum memungkinkan berjalannya roda partai secara aspiratif dan beroreantasi kerakyatan. Keberadaan perempuan dalam kepengurusan partai berfungsi domestik, lebih banyak diposisikan  dalam jabatan yang bersinggungan dengan urusan logistik dan kesekretariatan.

[1] Hanya sekedar sebagai pelengkap kepengurusan, dalam hal pengambilan kebijakan masih belum dilibatkan secara penuh. Disisi lain juga bahwa perempuan masih menjadi komoditas politik terutama menjelang pemilu. Dengan jumlah yang lebih besar dibanding dengan laki-laki, suara perempuan menentukan siapa dan partai mana yang akan menjadi pemenang. mobilitas politik dalam kampanye yang digelar para calon legislatif, calon presiden maupun calon kepala daerah menjelang pilkada merupakan indikasi belum ada kemajuan signifikan yang dicapai oleh organisasi perempuan. Wibowo, (2006). 

Konsep Women in Development (WID) lebih menekankan kepada pelibatan perempuan pada proses pembangunan, dalam hal ini ruang produksi. Perempuan dan laki-laki dianggap memiliki kualitas dan kapabilitas yang sama dalam sektor produksi, baik pertanian maupun industri. (Razzavi dan Miller, 1995: 5).

Konsep GAD bertujuan untuk membongkar budaya patriarki, sekat yang memisahkan antara laki-laki dan perempuan dari berbagai aspek seperti aspek sosial, ekonomi, politik, pendidikan hingga lingkungan. Dalam hal ini, tidak ada lagi pembatasan ranah laki-laki maupun ranah perempuan, keduanya memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Dalam hal ini, kesetaraan harus diprioritaskan. (Razzavi dan Miller, 1995 : 6). 

Demikian halnya yang terjadi di Indonesia. Arus besar munculnya pemahaman adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam segala bidang termasuk politik semakin menguat pasca reformasi 1998 dengan diusungnya Megawati menjadi calon Presiden oleh PDI-P pada pemilu tahun 1999. Suatu hal yang sangat sulit terjadi dan dapat ditemui di era Orde Baru (Orba). Satriawan, (2018). 

Dilihat dari data tersebut bahwa seluruh partai politik peserta pemilu telah memenuhi keterwakiln 30% perempuan dalam kepengurusan partai politik di tingkat pusat. Pemenuhan kuota ini tentu menjadi harapan untuk keterwakilan perempuan di dalam pencalonan dan juga pada calon terpilih.

 Pada awalnya Partai Golkar dan PBB hampir tidak dapat menjadi peserta Pemilu 2014 karena tidak mencukupi keterwakilan perempuan, Partai Golkar hanya menempatkan 18% keterwakilan perempuan di kepengurusan partai politik sementara PBB hanya menempatkan 12% keterwakilan perempuan di. Menjelang Pemilu 2014 terdapat perubahan undang­undang pemilu menjadi.UU No 8/2012 tentang Pemilu Legislatif. 

Pada Pemilu 2004 tindakan afirmasi dilakukan melalui penggabungan sistem kuota dengan aturan nomor urut dalam pemilu. Hasilnya sebanyak 61 perempuan (11,09%) masuk sebagai anggota dewan dari total 550 anggota Dewan PerwakilanRakyat Republik Indonesia (DPR RI). Sementara pada pemilu 2009, diterapkan aturan kuota dan zipper system yang menghasilkan 101 perempuan (17,86%) anggota DPR dari 560 total anggota DPR RI. Untuk pemilu 2014 ini tetap berlaku aturan yang sama, sistem kuota dengan zipper system. Elisabeth Anita & Dhewi Haryono., (2014). 

Kuantitas dan kualitas perempuan di parlemen baik nasoinal dan daerah belum signifikan. Selain itu perempuan yang menduduki posisi strategis di partai politik juga masih sedikit. Sehingga berdampak pada proses pencalegan dan keterwakilan perempuan di parlemen. Setidaknya terdapat dua persoalan yang dihadapi perempuan dalam politik, yaitu masalah masih rendahnya partisipasi perempuan di ruang publik dan belum adanya platform partai yang secara konkret membela kepentingan perempuan. 

Negara kita adalah salah satu Negara yang menganut budaya politik patriarki. Sehingga, ideology yang dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia, bahwa perempuan tidak sanggup menjadi pemimpin adalah suatu hal yang sudah mengakar. Karena dalam budaya patriarki dominasi laki-laki terhadap perempuan adalah sebuah tradisi yang sudah turun temurun. 

Diskursus politik saat ini sama seperti diskursus sosial budaya pada umumnya, sarat dengan nilai dan agama yang menempatkan perempuan diruang domestik sementara laki-laki berkarya diluar. Usaha-usaha untuk mewujudkan keterlibatan penuh perempuan dalam politik, harus ada niat dan keseriusan perempuan untuk keluar dari belenggu budaya patriarki dengan memaksimalkan peran politik di tengah masyarakat. 

Dengan kata lain, Perempuan dalam rangka memperkuat eksistensi harus benar-benar melibatkan diri secara totalitas dalam kegiatan-kegiatan sosial tanpa ada sekat pembatas. Peran inilah yang akan terus memberikan legitimasi kepada perempuan dalam menduduki posisi status sosial yang diakui oleh masyarakat. Anggapan masyarakat bahwa perempuan sebagai mahluk lemah memberikan legitimasi pemikiran bahwa perempuan tidak sepatutnya bergelut dengan dunia politik yang penuh dengan kekerasan dan dialetika kekuasaan.

Perempuan dinilai tidak mampu memimpin dan membuat kebijakan tegas karena patron yang telah membentuk perempuan sebagai mahluk perasaaan, artinya perempuan tidak dapat memberikan keputusan ketika menggunakan sisi perasaan dalam menilai sebuah keputusan. 

Anggapan ini bukan saja datang dari masyarakat pada umumnya, namun dari kalangan perempuan itu sendiri, yang menganggap bahwa politik itu kotor, biarkan hal politik menjadi urusan sang laki-laki. Citra perempuan yang takut dengan kekerasan inilah yang membuat kepercayaan masyarakat bahwa perempuan itu, tidak mampu mengambil kebijakan yang tegas. 

MENDUKUNG PERJUANGAN POLITIK PEREMPUAN

Keterwakilan perempuan dalam politik sangatlah penting, karena bagaimana pun juga mahluk yang paling banyak dalam suatu wilayah di dunia ini adalah perempuan, termasuk yang paling banyak menghadapi masalah sosial adalah perempuan itu juga, jadi kalau seandainya perempuan tidak memiliki perwakilan dalam jabatan politik, kemungkinan besar akan sedikit sekali kepentingan-kepentingan perempuan tersalurkan. 

Sampai saat ini, masalah TKW yang dilecehkan oleh majikannnya belum tertangani serius oleh pemerintah kita. Hal lain, yang tidak kalah pentingnya adalah masih sedikitnya produk-produk legislasi yang dibuat oleh DPR yang belum sepenuhnya berkeadilan gender, karena perumusnya masih kurang memahami pemahaman tentang keadilan gender. 

Selain itu pula, keterwakilan perempuan di parlemen memang masih minim, sehingga sulit berbuat lebih maksimal untuk kepentingan perempuan. Hal ini, disadari atau tidak oleh Perempuan sendiri, laki-laki harus secara sadar memberikan kesempatan kepada perempuan dalam rangka menangani politik perempuan itu sendiri. Sehingga dalam pelaksanaannya akan terjadi keseimbangan politik dalam sebuah sistem pemerintahan. 

Megawati adalah orang pertama yang sangat tegas dan serius mendorong perempuan agar terus berjuang dan memasuki ranah politik.ia menyampaikan langsung lewat Pidato Kebudayaanya di Taman Ismail Marzuki pada peringatan hari perempuan Internasional dalam kesempatan tersebut ia menyampaikan,”Politik bagi perempuan itu tidak tabu. 

Bahkan negeri ini sebenarnya tidak pernah kering dengan dari perempuan revolusioner,” dalam acara tersebut hadir juga, beberapa Menteri perwakilan Gender seperti, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Sosial Chofifah Indarparawansa, Menteri Kesehatan Nila F, Moelok, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Kelautan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Kehutanan Siti Nurbaya. Lebih lanjut, Megawati menegaskan, “Saya Mohon kepada perempuan, jika masih ingin aturan 30 persen tetap ada, masuklah ke politik. sumber : Kompas. Pidato Budaya: Megawati Imbau Perempuan Masuk Politik. Edisi Senin, 9 Maret 2015. 

Dalam pernyataan di media Koalisi Perempuan Indonesia pada tanggal 8 Maret 2019 kesetaraan gender dapat diwujudkan melalui pemberdayaan politik perempuan sehingga tidak menjadi pemain pinggiran dalam pemilu serentak. Sementara menurut laporan The Global Gender Gap Report 2016 menempatkan Indonesia pada urutan ke-72 dari 144 Negara.Dalam bidang pemberdayaan politik perempuan. Putusan KPU RI menetapkan 7.968 Daftar Calon Tetap anggota DPR RI pada pemilu 2019, 40,08 persen diantaranya adalah calon perempuan. Dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen, Koalisi Perempuan Indonesia menyatakan dapat ditingkatkan dengan memberikan hak suara pemilih kepada perempuan secara kritis.Keyakinan ini logis, jika kita melihat jumlah pemilih perempuan dalam daftar pemilih tetap diatas 50 persen. Agar menghindari kecurangan saat pemilu 2019 Koalisi Perempuan Indonesia secara serius telah mengumpulkan 1.235 perempuan dari 17 provinsi yang akan ditempatkan disetiap TPS Indonesia dalam rangka melakukan pemantauan pemilu dan mengawasi perolehan suara perempuan. sumber : www.koalisiperempuan.or.id“Peningkatan Keterwakilan Perempuan untuk Indonesia lebih baik”. (diakses pada tanggal 6 April 2019).

NO PARTAI

PARTAI POLITIK

NAMA CALEG

NO. URUT

1

PKB

Hj. Nurlaela Chairunisah, SE

2

Fauziah

5

Laila Magfirah

8

Hajrah

11

2

GERINDRA

Erni Johan, M.Si

3

Rohana

6

Nuryati

8

Lala Siti Dahminar

11

3

PDIP

Yuyuningsih

3

Eni Eryaningsih, SE

5

Iin Nurjain

6

Siti Misbah

9

Anggraeni

11

4

GOLKAR

Dewi Sartika Sari

3

Atika

6

Sarinah, S.Ag

9

Fifi Ratnasari, S.Pd

10

5

NASDEM

Ir. Sri Wahyuni

3

Yuni Sutraningsih

6

Yuli Ernawati, S.Pd

8

Ariyani

10

6

GARUDA

Hayuni

3

Eka Prasetiawati

5

Mardiyah, S.Pd

7

7

BERKARYA

Farida

3

Nurani

6

Rukayah, S.Pd

9

Sri Rahmawati

10

8

PKS

Evi Susanti, S.Pdi

3

Dra. Emirostiati

6

Ida Nurhaidah, SE

9

Feni Suryani, S.Pd

10

9

PERINDO

Dra. Yuni Khusniati

3

Ike Andriani

6

Rita Marwati

9

10

PPP

Eni Ratnawati

3

Rufina

6

Megawati

8

Sari Yuliarti Artha Kencani

9

11

PSI

Fisna Rossiyanti

2

12

PAN

Ika Rizki Veryani

3

Rizkiah Mardiati

6

Erna Yuningsih

8

Sri Rahmawati

10

13

HANURA

Sumiati

3

Sri Handayani

8

Sumarni

10

14

DEMOKRAT

Misfalah, S.Pd

3

Selvi Novia Rahmayani, SH

6

Titi Diana Islamiah, A.md Keb.

8

Lasmini, S.Pd, SD

10

19

PBB

Maryati, SH, MH

3

Mariati

6

Febri Indri

8

Ety Nurdianati, S.Pd

10

20

PKPI

Umrah, Amd

3

Leni Supriani, SH

6

Noviali Putri Tiali

9

Eka Ayu Ismawati

11

Sumber: KPU NTB 2019. 

sementara, Pada Pemilu 2024 ini. Calon Perempuan untuk menduduki Kursi Parlemen Provinsi sebanyak 322

Menurut Chofifah Indah Parawansa, bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola seleksi antara laki-laki dan perempuan sebagai anggota legislatif.Faktor pertama, berhubungan dengan konteks budaya di Indonesia yang masih sangat kental asaspatriarkalnya. Faktor kedua, berhubungan dengan proses seleksi dalam partai politik. Ketiga,berhubungan dengan media yang berperan penting dalam membangun opini publik mengenaipentingnya representasi perempuan dalam parlemen.Keempat, tidak adanya jaringan antara organisasi massa, LSM dan partai-partai politik untuk memperjuangkan representasi perempuan. Melihat fenomena sekarang ini bahwa untuk menjadi anggota legislatif perempuan begitu banyak menghadapi rintangan dan tantangan baik dari masyarakat itu sendiri maupun dari partai-partai politik. 

Pilkada Serentak 2018 perempuan terus menunjukkan kemampuannya menyaingi laki-laki walau sedikit mengalami penurunan dari 35 orang menjadi 31 orang di Tahun 2018 dengan pembagian 14 orang terpilih sebagai Kepala Daerah dan 17 sebagai wakil kepala daerah salah satunya di NTB. Siti Rohmi Djalillah sebagai Wakil Gubernur NTB dari pasangan Zulkieflimansyah.Rakyat NTB semakin menunjukkan keberpihakannya terhadap kepemimpinan perempuan ini terbukti dua orang Srikandi NTB terpilih sebagai Wakil Gubernur dan Bupati Bima. kali ini di Pemilu 2024, muncul Srikandi baru Magdalena, MM. yang merupakan perempuan berdarah Arab dan sukses menjalankan Bisnis dengan Slogan Boly Mart dengan sekali prosesi mampu menduduki Parlemen Kabupaten Bima Dapil 1 kemudian meloncat ke Senayan mewakili perempuan NTB. tidak hanya itu, NTB masih memiliki perempuan kuat yaitu, Hj. Indah Damayanti Putri yang akrab di sapa "Umi Dinda" yang merupakan pewaris dari suaminya Dae Ferry yang pernah menjabat Bupati Bima selama 2 Periode. kini Umi Dinda juga, meneruskan Kekuasaan Almarhum Suaminya, dan terbilang sukses menjalankan roda pemerintahan dengan Motto; 'BIMA RAMAH'. 

Bupati Bima 2019-2025 sumber: wikimedia.commons
Bupati Bima 2019-2025 sumber: wikimedia.commons

Kepemimpinan perempuan di banyak daerah telah memberikan warna berbeda. Kepemimpinan politik perempuan yang feminin memberikan sebuah pendekatan empati. Ini yang membedakan dengan kepemimpinan politik yang maskulin. Kepemimpinan politik yang maskulin memang melekatkan pada ketegasan dan kedisiplinan, namun kurangnya empati membuat berbagai kepemimpinan politik yang maskulin kurang bisa menangkap jantung persoalan di masyarakat terutama bagi perempuan dan anak-anak sebagai kelompok yang sering termarjinalkan. 

Kedepannya dengan semakin banyak perempuan masuk politik menjadi kepala daerah maupunlegislatif sehingga semakin banyak pula program-program yang berpihak pada kaum perempuan baik bidang kesehatan, ketahanan pangan, perlindungan perempuan dan anak serta program-program yang menyentuh rakyat kecil. 

Demi meningkatkan partisipasi politik dan keterwakilan perempuan dalam ranah politik, diperlukan kesadaran elit partai agar selalu dan memprioritaskan kader perempuan untuk dicalonkan sebagai parlemen maupun kepala daerah.Selain itu pula, pendidikan politik perempuan melalui organisasi mendorong mereka untuk aktif dan ikut serta dalam kegiatan-kegatan yang sifatnya publik seperti; kegiatan seminar, diskusi, symposium, pelatihan kepemimpinan. Kegiatan semacam ini, akan meningkatkan kemampuan dan wawasan politik kaum perempuan. 

Menurut hasil penelitian Women Research Indonesia faktor yang menjadi penyebab menurun partisipasi keterwakilan perempuan dalam legislatif adalah. Secara internal kader perempuan belum menduduki posisi strategis dalam partai sehingga kurang diprioritaskan sedangkan secara  eksternal, penggunaan sistem proporsional terbuka padaa pileg sehingga menyulitkan calon perempuan, disisi lain masih kuatnya budaya patriarki ditengah masyarakat dan politik uang yang menjamur. 

Disisi lain kendala perempuan untuk menyaingi posisi peran laki-laki memang sedikit rumit, namun hal tersebut bukanlah sebagai alasan untuk takut tampil dipanggung politik. Walau sebenarnya kesuksesan perempuan menjadi kepala daerah maupun wakil kepala daerah banyak dipengaruhi faktor politik kekerabatan dengan kepala daerah sebelumnya. Salah satu tokoh perempuan yang tidak memiliki ikatan kekerabatan dengan politik dinasti adalah Ibu Risma, dia maju ke pentas Pilkada murni karena modal sosial serta perjalanan karir yang jelas dan kompetensi yang memadai. 

Wakil Gubernur NTB, Siti Rohmi Djalilah. sumber :biroadpim.ntbprov.go.id
Wakil Gubernur NTB, Siti Rohmi Djalilah. sumber :biroadpim.ntbprov.go.id

Tipe perempuan politisi/birokrat karir tanpa pengaruh kekerabatan yang kuat, biasanya mengawali karir politik sebagai politisi professional atau sebagai birokrat tulen yang bekerja di bidang masing-masing. Perempuan pemimpin daerah yang muncul dari tipe keempat umumnya memiliki daya tarik tersendiri karena memiliki kemampuan menonjol di bidang tertentu yang telah diasah bertahun-tahun yang kemudian mempengaruhi cara mereka membangundaerah yang bersangkutan selama menjadi kepala daerah. 

Termasuk dalam tipe iniadalah Tri Rismaharini. Tipe inilah yang menjadi tipe ideal yang seharusnya menjadi pijakan bagi para perempuan politisi untuk muncul dalam kompetisi Pilkada, dan semakin didorong untuk banyak bermunculan. Perempuan harus benar-benar memahami kompetensi yang dimilikinya, karena Allah SWT telah memberikan karunia kepada masing-masing individu memiliki kelebihan dan keunikkan masing-masing, hal ini tentu akan berdampak pada gaya kepemimpinan seseorang. Itulah sebenarnya yang diterapkan oleh Tri Rismaharani maupun Chofifah. 

Sebelum maju ke pentas politik ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan oleh perempuan terkait Modal individu diantaranya adalah; a) latar belakang keluarga yang berasal dari kalangan berpengaruh (misalnya tokohagama, politisi, tokoh adat, took budaya), b) jenjang pendidikan formal yang tinggi dan berprestasi c) pendidikan informal (misalnya pondok pesantren), d) profesi dalam bidangnya masing-masing yang menunjukkan prestasi (politisi sukses,pengusaha sukses, guru teladan, birokrat teladan, istri sukses dari seorang politisi laki-laki yang sukses), e) jejaring dengan berbagai organisasi masyarakat yang beragam, f) jejaring dan pengalaman dalam organisasi perempuan. Selain itu, sebagai agen sosial perempuan harus meaksimalkan perannya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut; Pertama, kehadiran perempuan dalam politik harus mampu mendekonstruksi Politik menjadi hal yang humanis, dekat, dan solutif terhadap persoalan sehari-hari (everyday politics). Dalam konteks inilah, seorang perempuan juga harus peka terhadap berbagai persoalan yang terjadidi sekelilingnya yang mungkin tersembunyi di dalam benteng sebuah keluarga. Ketiga, seorang perempuan harus memiliki pengetahuan yang cukupmengenai berbagai pranata advokasi gender yang berkembang di dunia internasional, sejauhmana Indonesia telah meratifikasinya, dan bagaimana menginisiasi solusi terkait persoalan perempuan dan anak-anak di daerahnya dengan rujukan pranata tersebut.

Ada beberapa poin rekomendasi yang diberikan oleh Perludem bagi perbaikan pemilu yang berkeadilan perempuan.

  • Model rekrutmen diinternal partai politik yang membuka ruangpartisipasi perempuan dengan menempatkan perempuan kedalam timseleksi caleg;
  • Mendorong kebijakan diinternal partai politik untuk menempatkanperempuan di nomor urut 1 di 30% daerah pemilihan;
  • Adanya dukungan pendanaan negara yang dikhususkan untukpemberdayaan caleg perempuan;
  • Perempuan perlu mendorong isu-isu spesifik yang lekat kaitanya denganpersoalan perempuan itu sendiri;
  • Peningkatan kampanye “He for she” dan “Perempuan pilih perempuan. (sumber : www.perludem.org diakses tanggal 16 Juni 2019).

KESIMPULAN

Penulis sepakat atas rekomendasi Perludem, tapi sangat perlu ditambahkan adalah juga kita serius berpolitik yang berkeadilan gender, seharusnya pemerintah tidak hanya memikirkan quota 30 persen perempuan dalam legislatif ataupun kepengurusan parpol., namun lebih dari itu, pemerintah harus berani mendorong dan mengatur adanya partai politik kaum perempuan diantara partai-partai umum. Hal ini penting, agar kita tidak setengah hati memperjuangkan keadilan gender.

Untuk itu, kebangkitan politik perempuan didepan mata, ada baiknya kaum laki-laki memberikan kesempatan kepada perempuan untuk memperjuangkan nasib mereka. saat ini ketiga perempuan NTB yang dijlaskan diatas, merupakan perempuan pejuang yang mampu mewakili kaumnya, untuk berbicara dan bertindak demi kepentingan perempuan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. dan kita nantikan, pemilihan Gubernur dan Bupati/ Walikota pada bulan November Nanti. apakah perempuan masih bertahan di posisi teratas untuk membela kaumnya. atau sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun