Mohon tunggu...
Edy Suparjan
Edy Suparjan Mohon Tunggu... Dosen - Di lahirkan di Desa Pela Kecamatan Monta Kabupaten Bima pada, 23 Agustus 1986 pekerjaan sebagai Dosen Tetap di Perguruan Tinggi STKIP Taman Siswa Bima Kabupaten Bima.

Selain sebagai Dosen di STKIP Taman Siswa Bima. Keseharian dilalui dengan menulis dan sebagai pemerhati lingkungan di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. penulis dapat dihubungi lewat : tanmaedysu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Silsilah Raja-Raja Bima dari Masa ke Masa

25 April 2024   13:05 Diperbarui: 25 April 2024   13:11 5241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

berkeinginan untuk menarik pajak hasil bumi rakyat Bima. Dengan adanya aturan seperti itu membuat masyarakat Ngali kecewa sehingga terjadinya mobilisasi massa besar-besaran dari kampung-kekampung untuk memberikan perlawana kepada “Dou Kafir” (orang kafir) dan takbir di mesjid raya Ngali. Pada tahun 1905 sultan Bima mengadakan perjanjian dengan pemerintah kolonila Belanda. Pada tahun 1886-1915 sampai akhir pemerintahan sultan Ibrahim, peristiwa juga terjadi serupa di tempat-tempat lain. Sultan Ibrahim berada dalam posisi serba sulit karena sultan sadar bahwa apa yang dilakukan oleh para bangsawan, ulama dan tokoh rakyat bersama masyarakat adalah suatu perjuangan, tetapi sultan Ibrahim tetap mendukung apa yang dilakukan oleh masyarakat Bima walaupun posisinya serba sulit. Sultan Ibrahim mengadakan pertemuan di Palibelo dengan Galarang yang terdapat di kenjeneliat kesultanan Bima, berdasarkan hasil peretemuan tersebut, maka mereka membulatkan tekad untuk sama-sama memberikan perlawanan kepada pemerintah kolonial Belanda. Sebelum memberikan perlawan maka Galarang Salasa Ompu Kapa’a, ulama, pemuka masyarakat dan golongan bangsawan melakukan peretemuan kembali dengan masyarakat yang bertepatan di mesjid raya desa Ngali. Pertemuan ini membicarakan berbagai strategis dan konsekwensi yang harus diambil masyarakat pada saat melakukan perlawanan, untuk menghadapi kekuatan Belanda yang mungkin akan menyerang mereka dari utara dan barat. Tokoh-tokoh  tersebut  melakukan  penggalangan  kekuatan massa  diberbagai desa sehingga terkumpulah beribu-ribu  orang  yang siap  melawan  Belanda Massa tersebut bukan saja berasal dari desa Ngali tetapi dari desa-desa lain dalam Kejenelian Belo, antara lain dari desa Renda, Roi, Roka, Ncera dan Lido. Pada waktu itu, salah satu tokoh perang Ngali adalah Abbas Daeng Manasa, yang berperan sebagai panglima perang dan dibantu oleh para ulama-ulama yang tidak mau tunduk kepada pemerintah kolonial Belanda. Para ulama menyerukan kepada masyarakt agar serentak memberikan perlawanan kepada “Dou Kafir” (orang kafir). Menurut mereka orang Islam haram tunduk kepada orang kafir. Sedangkan dalam buku Sunda kecil dengan jelas menguraikan perang Ngali bahwa rakyat menganggap “haram” menerima dan tunduk di bawah perintah orang kafir. Dalam tahun ini timbullah pemberontakan di daerah kesultanan Bima dibawah pimpinan seorang keturunan bangsawan. Pemberontakan ini dikenal dengan nama “Perang Ngali”.

pelopor itu bernama Abbas, putra Abubakar Daeng Manasa, lahir dan diam di kampung Nata distrik Belo. Massa mulai berbondong-bondong datang dan berkumpul di mesjid Raya Ngali, maka para ulama dan pimpinan perang memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa perang melawan “Dou Kafir” (orang kafir) apalagi penajahan kolonial Belanda hukumnya wajib dalam ajaran Islam. Bila melalui Jihad Fii Sabilillah. Para tokoh-tokoh perang Ngali di atas bersama-sama memimpin massa untuk melakukan takbir dan tahlil menegelilingi kampung sebagai tanda dimulainya perang melawan pemerintah kolonial Belanda. Selama tiga hari tiga malam mereka mengadakan takbir keliling Di perkampungan sebagai tanda dimulainya perang melawan pemerintah kolonial Belanda Takbir dan tahlil inilah mereka gunakan membangkitkan semangat masyarakat dengan semboyan menerima Belanda berarti dijajah, dijajah Belanda berarti  kafir,  berperang dengan  kafir  berarti  sabil.  Mereka semua bertekad untuk mati syahid di jalan Allah. Setelah sultan Ibrahim mendengar informasi bahwa pemerintah kolonial Belanda akan menyerang mereka. Maka sultan Ibrahim langsung mengirim utusan untuk menyampaikan berita kepada masyarakat Ngali bahwa dalam waktu dekat pemerintah kolonial Belanda akan menyerang. Mendengar berita tersebut, maka masyarakat bersiap-siap menunggu serangan dari pasukan kolonial Belanda. Pada saat itu massa di Ngali tengah mempersenjatai dirinya dengan senjata tradisional seperti tombak, keris, pedang, dan benda tajam lainnya serta ada beberapa pucuk senjata sederhana lainnya.Seiring dengan perkembangan dan persiapan perang di Ngali, pemerintah kolonial Belanda menghasut dan merealisasikan politik adu domba di kesultanan Bima dengan membentuk pasukan pasukan kerajaan yang akan menghukum masyarakat Ngali karena mereka sudah berani melawan sultan Ibrahim. Pasukan tersebut dibentuk dengan dalih menegakkan wibawa sultan sebagai pemimpin yang ada di kesultanan Bima Walaupun tujuan akhirnya untuk kepentingan pemerintah Belanda karena melalui mereka Belanda dapat mengetahui besarnya kekuatan masyarakat Ngali. Perang Ngali telah berakhir karena perlawanan masyarakat Ngali dapat dipatahkan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan tipu muslihat dan siasat kotor yaitu dengan memperalat sultan Ibrahim. Sehingga impian pemerintah kolonial Belanda yang dituangkan dalam perjanjian Lange Contract (kontrak panja) bisa mulai direalisasikan di kesultanan Bima dengan kemenangan tersebut, pemerintahan kolonial Belanda. 

sangat bahagia terutama Gubernur Jenderalnya di Batavia yang menerima berita kemenangan tersebut, bahwa pada tanggal 20 Januari 1909 kesultanan Bima telah ditaklukkan. Pada tanggal 21 Januari 1909 pihak Belanda merayakan kemenangan tersebut dengan meletuskan meriam 25 kali. Kemenangan tersebut menjadi sebuah kemenangan yang sangat menguntungkan pihak Belanda Setelah perang Ngali berakhir, maka para pemimpin perang Ngali yang ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda pada saat perang akan di bawa dihadapan sultan. Dan akan diberikan hukuman masing-masing membayar denda sebanyak 70 ekor kerbau jantan. Jika dilihat dari aturan yang berlaku di dalam kesultanan Bima, bila ada seseorang yang melakukan pembangkangan terhadap pemerintah akan dihukum mati atau hukuman buang seumur hidup. Dalam kenyataannya ketentuan hukum tersebut tidak diberlakukan terhadap para tokoh yang terlibat dalam perang melawan Belanda. Sultan menganggap bahwa perlawanan masyarakat Ngali bukan melawan kesultanan Bima, tetapi melawan pemerintah kolonial Belanda Perlawanan masyarakat Ngali tetap memberikan beban kepada masyarakat yaitu pajak dan kerja rodi. Selain itu, dikeluarkan juga keputusan bahwa tokoh perang Ngali tidak diperkenankan tinggal di perkampungan   perkampungan lagi, untuk mencegah terjadi perlawanan yang serupa di kemudian hari. Mereka ini harus tinggal disekeliling sultan. 

14. Sultan  Muhammad  Salahuddin  (  Sultan  Bima  XlV,  1915-1951  M  )

https://harianamanat.com/2021/11/10/hari-pahlawan-bmmb-ziarah-makam-sultan-salahuddin/Input sumber gambar
https://harianamanat.com/2021/11/10/hari-pahlawan-bmmb-ziarah-makam-sultan-salahuddin/Input sumber gambar


Salahudin Membangun pendidikan modern HIS di raba tahun 1921, mendukung organisasi pergerakan dan politik di bima, sekolah sekolah agama di dirikan berbarengan dengan sekolah sekolah umu pada tahun 1934 bernama darul ulum bima, Para guru di datangkan dari jawa dan sumatra ,beasiswa di berikan kepada putra dan putri terbaik di setiap daerah dan mendirikan asrama bima di kota kota besar di seluruh indonesia, Sultan Muhammad Salahudin juga menyunting kitab ( nurul mubin) di cetak penerbit syamsiah solo dan di cetak kedua klinya terbit pada tahun 1942, Sultan Muhammad Salahudin wafat di jakarta pada tanggal 11 Juli 1951, Jenajahnya di bungkus kain merah putih dan di sembayangkan di gedung proklamasi atas permintaan bung karno,atas permintaan keluarga di makamkan di pemakaman karet di jakarta, Sultan Muhammad Salahudin di beri gelar Ma kakidi agama ( yang menegakan agama ) beliau juga di juliki mambora di jakartaa ( mengkat di jakarta). 


Sultan Abdul Kahir ll ( Sultan Bima XV, 1995-2001  )

Abdul Kahir II adalah putera dari Sultan Muhammad Salahuddin. Lahir di Bima pada 24 Oktober 1952. Masa Abdul Kahir II adalah masa transisi dimana kesultanan Bima berubah menjadi bagian NKRI sejak maklumat 22

Nopember 1945 dan wafatnya sultan Muhammad salahuddin pada tahun 1951. Abdul Kahir II pernah menjadi Komandan Peta, komandan TKR dan BKR. Abdul Kahir II pernah menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bima, kemudian memegang jabatan kepala Biro Pemerintahan Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat dan mengabdi di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) jakarta. Abdul Kahir II juga pernah menjadi anggota DPRD Bima, kemudian menjadi anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat dan yang terakhir dipercayakan oleh rakyat Nusa tenggara Barat untuk menjadi anggota DPR RI. Sultan Abdul Kahir II wafat pada 4 mei 2001 dan dimakamkan di Dana Taraha. Setelah wafat diberi gelar Ma Wa’a Busi Ro Mawo (pembawa dingin dan kesejukan). 

16. Sultan H. Ferry Zulkarnain, ST ( Sultan Bima XVl, 4 juli – 23 desember. 

Ferry Zulkarnain lahir di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1964, putera pertama dari Sultan Abdul Kahir II dan permaisuri HJ. Retno Murti Zubaidah. Masuk di pentas politik lewat partai Golongan Karya. Pada pemili tahun 1997, Ferry menjadi anggota DPRD Kabupaten Bima hingga tahun 1999. Karena era reformasi, dilaksanakan lagi pemilihan umum pada tahun 1999. Beliau menjadi wakil ketua DPRD kabupaten Bima hingga tahun 2003. Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang pembentukan Kota Bima, beliau dan para wakil rakyat dari pemilihan Rasanae hijrah menjadi keanggotaan DPRD kota Bima dan ketua DPRD kota Bima. Ferry menjadi Bupati Bima berpasangan dengan Drs. H. Usman, AK masa Bhakti 2005-2010. Periode kedua bersama Drs. H. Syafruddin M. Nur, M.Pd dari tahun 2010-2013. Ferry Zulkarnain dinobatkan sebagai Jena Teke Kesultanan Bima pada tahun 2002 di tuha ra lanti (penobatan) menjadi sultan Bima ke-16 pada 4 juli   2013. Ferry Zulkarnain wafat pada tanggal 26 Desember 2013 dan dimakamkan di Dana taraha. 

Sultan Muhammad Putera Ferryandi, S.Ip ( Jena Teke ke XVll ).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun