[caption id="attachment_132374" align="aligncenter" width="504" caption="Nyekar Makam Orang Tua (foto pribadi)"][/caption]
Biasanya warga kampung Pondok Petir mengecat, membersihkan dan memperbaiki rumah sebelum Lebaran tapi itu pun tergantung dengan keuangannya. Suasana malam takbiran di Pondok Petir biasa-biasa saja tidak ada konvoi keliling, mereka hanya berdiam diri di dalam mesjid mengumandangkan takbir.
”Disini sekarang sepi, kagak kaya dulu ade anak-anak maen petasan atau ade pawai obor,” kata Markonih yang memang kelahiran Pondok Petir. Pada umumnya, warga Pondok Petir, selepas shalat Ied langsung keliling kampung mengunjungi para tetangga terutama para sesepuh kampung tersebut.
Ternyata tidak hanya malam takbiran saja yang sepi dalam dua tahun terakhir di Pondok Petir, tapi juga selama bulan puasa. Markonih menceritakan kenangan masa kecilnya ketika bulan puasa dan lebaran. Ketika itu dia mesti bangun tengah malam untuk keliling bersama teman-temannya sekitar dua puluh orang membawa alat tabuh untuk membangunkan sahur di kampung itu. Kemudian setelah sahur langsung ke mesjid yang berada di tengah kampung. Pada sore hari, menjelang berbuka puasa, anak-anak kecil sudah berumpul di lapangan untuk bermain petasan kecil dan juga petasan teko yang mereka beli dari pasar Parung. Pada malam takbiran, baru anak-anak berkeliling kampung dengan membawa obor yang warga setempat menyebutnya pawai obor. Biasanya pawai obor tersebut dipimpin oleh guru mengaji pesantren yang ada di wilayah tersebut. Kemudian setelah keliling kampung mereka berkumpul di lapangan Sanggong menyalakan petasan atau mercon gulungan untuk menyambut hari Raya Idul Fitri.
Sekarang, kebiasaan tradisional itu sudah luntur karena ada peraturan pemerintah daerah yang melarang menyalakan petasan. Karena itu, malam takbiran saat ini terasa sungguh sepi, kebanyakan anak-anak pergi warnet-warnet untuk bermain game online di sekitar daerah itu dan pergi ke pasar Parung atau ke Pamulang. Sekarang jamannya sudah beda, anak-anak lebih suka main komputer.
Hari raya apapun pasti identik dengan makanan khas, hal itu pun terjadi sama seperti budaya Betawi ketika menyambut lebaran. Di Kampung Pondok Petir makanan khas Betawi yaitu dodol, masih ada yang membuatnya. Namun, tidak seperti dulu, makanan tersebut saat ini sudah mulai jarang ada (langka menurut warga setempat), karena biaya pembuatannya sudah sangat mahal.
Akan tetapi ada kebiasaan umum bagi warga kampung itu yang masih dilaksanakan hingga saat ini, yaitu saling mengirimkan makanan berupa rantang berisi nasi dan lauk pauk kepada tetangga dan saudaranya. Bang Udin selalu mengirim penganan kepada saudaranya. Saat dia bertandang silaturahmi Lebaran ke rumah saudaranya itu, terkadang dia menyantap penganan kirimannya juga. Hal seperti itu bukan satu hal aib bagi mereka, justru semakin mengentalkan jiwa persaudaraan. Malah jadi bahan canda yang mengundang tawa semuanya. Katanya ‘borok sikutan’ sudah tidak berlaku lagi pada jaman sekarang. Ya, mereka memang spontan dan tidak suka berpretensi apapun di balik ucapannya. Mungkin hal itu karena sudah menjadi kebiasaannya.
Tidak lupa juga kebiasaan yang lainnya, yaitu memberikan uang kecil kepada anak-anak atau seperti angpauw menurut kebiasaan warga Tionghoa. Untuk angpauw itu, pada sekarang ini hanya disiapkan sekitar dua ratus ribu rupiah dan masing-masing anak hanya mendapatkan dua ribu rupiah s/d lima ribu rupiah. Kebanyakan angpauw itu hanya memberikan uang kepada anak kecil, mengingat anak remaja sudah bisa mencari uang sendiri.
[caption id="attachment_132375" align="aligncenter" width="504" caption="Syahroni bersama anaknya (foto pribadi)"][/caption]
Ada satu lagi kebiasaan warga kampung Pondok Petir yang hingga saat ini masih dilakukan oleh masyarakat di daerah itu, yaitu berdarmawisata sekampung yang biasanya dilakukan pada hari ke-empat lebaran. Lebaran tahun ini mereka akan pergi tamasya ke Situ Patenggang, Bandung dengan menggunakan bus parawisata. Untuk kebiasaan yang satu ini para warga tidak perlu dipungut biaya lagi pada saat mereka berangkat, karena sudah dikumpulkan secara arisan sejak setahun lalu. Tahun lalu mereka tour ke Tangkuban Perahu dan Pemandian Ciater.
Lebaran menurut warga Pondok Petir, adalah saat kemenangan dimana umat muslim telah berhasil melewati ujian selama sebulan penuh untuk menahan rasa lapar, haus dan nafsu. Lebaran juga merupakan sebagai kesempatan untuk melangkah yang lebih baik dari yang lalu dan menekankan diri bagaimana cara bersikap. Mereka pun ternyata memaknai lebaran tidak perlu dengan hal-hal yang semuanya serba baru. Karena mereka lebih mementingkan niat dan perilaku, sehingga nilai-nilai yang didapatkan selama puasa tidak akan hilang.-