Tapi sudahlah, toh kritik dan masukan di bidang ekonomi selama ini bak anjing menggonggong kafilah berlalu. Terus saja diabaikan. Para pejabat publik di bidang ekonomi kita telanjur merasa paling mengerti dan paham soal-soal ekonomi. Terlebih lagi, garis neolib yang mereka anut memang melarang para pengabdinya mendengarkan nurani dan berpihak kepada rakyatnya sendiri. Pakem yang harus dituruti, layani kepentingan majikan yang direpresentasikan lewat IMF, WB, dan IDB.
Padahal, sejatinya perkara ekonomi terlalu penting jika hanya diserahkan bulat-bulat kepada segelintir orang belaka. Terlebih lagi jika sejarah justru dengan fasih bercerita, bahwa resep neolib yang mati-matian diterapkan tidak pernah membuat sejahtera rakyat; bukan hanya di Idonesia tapi juga di seantero penjuru dunia yang menerapkannya.
Sebagai rakyat kembali kita cuma bisa mengelus dada. Pasrah? Tentu tidak boleh. Kita lawan dengan sebait doa; semoga Allah Yang Maha Kuasa segera memberi negeri ini pemimpin yang menyayangi dan disayangi rakyatnya, pemimpin yang bekerja ekstra keras untuk menyejahterakan seluruh rakyatnya, pemimpin yang tidak tunduk kepada kekuatan dan kepentingan asing-aseng. Aamiin... [*]
Jakarta, 9 Oktober 2018
Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H