Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Rizal Ramli dan "Deklarasi Belah Duren"

5 Maret 2018   19:00 Diperbarui: 6 Maret 2018   09:07 1483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rizal Ramli saat menyampaikan deklarasi kesiapannya menjadi calon presiden di Pemilu 2019 di kediamannya di Jakarta Selatan, pada 5 Maret 2018. Foto: Twitter/@RamliRizal

Berbagai ide perbaikan dia jelaskan, baik kepada para capres maupun belakangan secara terbuka. Sayangnya, banyak yang menggunakannya hanya untuk jargon kampanye dan pencitraan. Sementara substansinya tidak pernah dilaksanakan! Itulah sebabnya dia memutuskan untuk melaksanakannya sendiri ide dan gagasan tersebut. Hasilnya, terbukti jauh lebih bagus ketimbang tim ekonomi presiden-presiden berikutnya.

Hal lain yang membuat RR merasa terpanggil, adalah fakta bahwa presiden sering diintervensi oleh kekuatan besar, baik dari dalam maupun luar negeri. Akibatnya, banyak kebijakan yang sebetulnya bagus dibatalkan. Ekonomi Indonesia yang stagnan di angka 5% dalam tiga tahun terkakhir, misalnya, adalah contoh benderang betapa besarnya kekuatan yang mengintervensi Presiden.

"Hal-hal seperti inilah yang mendorong saya memutuskan siap memimpin Indonesia. Dengan potensi SDA yang berlimpah, rakyat yang rajin dan ingin bekerja, saya yakin Indonesia bisa tumbuh 10% dalam periode 2019-2024. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan banyak tersedia lapangan kerja, upah meningkat, dan kemiskinan akan berkurang," ungkap Rizal Ramli.

Tangan-tangan amatir
Deklarasi, agar mudahnya kita sebut saja begitu, benar-benar berlangsung santai. Sama sekali tidak ada kesan formal. Siang itu bahkan tidak dibutuhkan loud speaker alias pelantang suara. Pasalnya, jarak duduk antara RR dan awak media begitu dekat. Meski demikian, suaranya terdengar jelas dan jernih.

Hidangan makan siang yang disajikan juga terbilang sederhana. Cuma ada nasi putih dan nasi goreng, capcay, ikan gurame asam manis, dendeng balado, sayur lodeh, dan ikan tongkol dimasak sambal. Oya, tuan rumah juga menyajikan gulai kambing yang ditambah sambal cabai rawit merah jadi sangat menggugah selera.

Di bagian dessert, ada tumpeng makanan kampung. Benar-benar makanan kampung bahkan ndeso. Yaitu, dongkal (penganan berbahan dasar singkong), ongol-ongol, rebusan jagung tanpa bonggolnya, ketan hitam, dan 2-3 jenis jajanan berbahan sagu dan singkong lainnya yang saya tidak tahu namanya.

Tapi yang paling seru, usai makan siang, wartawan disuguhi durian. Lokal saja, bukan durian monthong dari Thailand yang harganya di pasar swalayan seperti hendak menjangkau awan. Meski begitu, awak media terlihat bersemangat (kalau tidak mau disebut berebut) durian yang dibelah secara langsung. Rizal Ramli sendiri sudah mengganti kemejanya dengan kaus warna senada.

Eh, ngomong-ngomong soal belah durian, ada yang nyeletuk, "Ini mah namanya deklarasi belah duren..." Belah duren, dengan huruf "e", bukan "ia"..

Tapi, sepertinya filosofi durian cocok buat negeri ini. Untuk bisa menikmati daging durian, kita harus mengupas kulitnya yang beduri tajam. Tidak mudah, lho. Salah-salah bisa melukai tangan. Diperlukan pisau yang tajam dan tangan ahli yang terampil. Kalau cara memotong buahnya tidak akurat sesuai dengan uratnya, maka durian tidak bisa dibelah. Paling tidak, belahannya tidak pas pada bagian-bagian yang menyimpan dagingnya yang lezat dan semerbak.

Begitu juga dengan bangsa Indonesia. Kalau mau menikmati "durian" pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan keadilan, diperlukan pisau tajam dan tangan yang ahli. Juga perlu tenaga cukup kuat untuk membelah durian. Tanpa kombinasi ketiganya, kita hanya harus puas memandangi durian yang lezat itu.

Sayangnya, selama ini yang ada hanyalah pisau tumpul dan tangan-tangan amatiran. Lebih buruk lagi, para amatir tadi sok jago dan mabuk kepayang oleh guyuran pujian para majikan asingnya. Pujian yang beracun dan mematikan... (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun