Tidak ada spanduk, backdrop, apalagi baliho dan umbul-umbul. Pada Senin, 5 Maret 2018, suasananya benar-benar biasa saja. Pintu pagar kayu selebar kurang lebih 10 meter dan tinggi lebih dari 2 meter juga biasa saja. Tidak ada secuil pun pemberitahuan apalagi atribut yang menempel di situ. Semuanya tampil biasa saja, seperti hari-hari lain yang telah lewat.
Suasana agak berbeda baru terasa di halaman belakang rumah yang berlokasi di Jalan Bangka IX nomor 49R. Di atas rerumputan yang menghampar lumayan luas, ada sekitar 40 kursi lipat yang disusun melingkar. Susunannya tidak bulat betul, karena di salah satu sisinya ada meja bundar dari marmer dengan garis tengah 1,2 meter.
Nah, di salah satu kursi lipat itulah tuan rumah, Rizal Ramli, duduk. Mengenakan kemeja warna merah dibalut celana jeans biru, ekonom senior itu menyatakan niatnya maju di ajang Pilpres 2019. Karuan saja awak media segera menyambar pernyataannya itu sebagai berita. Maka, hanya dalam hitungan menit, obrolan santai di halaman belakang yang asri dengan pepohonan mangga, rambutan, sukun, dan pisang itu pun menjadi viral di jagad maya.
"Saya siap memimpin Indonesia agar lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera," ujar Menko Perekonomian era Gus Dur ini, kalem. Ada tekanan dan tenaga dari kalimat pendek itu. Rizal Ramli mengucapkannya dengan tempo sedang, seolah-olah dia ingin setiap orang yang hadir di situ mendengar tiap jeda kata-katanya dengan clear.
Rizal Ramli sedang mendeklarasikan niatnya maju jadi Capres pada 2019? Deklarasi? Tidak juga. Paling tidak, begitu pendapat Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi yang ikut hadir. Menurut dia, siang itu Rizal Ramli hanya ingin berbincang dengan teman-teman wartawan. Itulah sebabnya seperti di awal tulisan ini tadi, tidak ada spanduk, backdrop apalagi baliho dan umbul-umbul. Juga tidak ada tenda, podium atau panggung khusus untuk tampil.
"Belakangan makin banyak saja pertanyaan kepada Mas Rizal, apakah akan maju pada Pilpres 2019 atau tidak. Nah, daripada menjawab satu per satu, hari ini biarlah dia menjelaskan secara langsung. Jadi, bukan deklarasi, kok. Pastinya, Mas Rizal memang cocok jadi Capres, Capres Rakyat," timpal mantan Jubir Presiden Gus Dur itu.
Banyak ketidakadilan
Bagaimana penjelasan Rizal Ramli? Pria yang punya rekam jejak perjuangan sejak mahasiswa, ini mengaku kurang nyaman dengan perkembangan negeri. Dia merasakan ada kegelisahan kolektif sebagai bangsa dalam berbagai hal. Antara lain soal kerukunan, keadilan, dan demokrasi.
Menurut dia, perjuangannya membangun Indonesia agar lebih baik sejak 40 tahun silam, ternyata tidak kunjung membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Ironisnya, lanjut pria yang juga pernah menjadi Menteri Keuangan ini, justru ada keinginan terselubung untuk kembali ke sistem semi otoriter.
"Demokrasi saat ini tidak membawa kemakmuran, kecuali untuk segelintir kalangan elit. Demokrasi hanya bermanfaat jika disertai dengan keadilan. Saat ini banyak ketidakadilan, hukum sering dijadikan alat kekuasaan. Tugas kita semua untuk mengubahnya sehingga keadilan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia," paparnya.
Rizal Ramli memang dikenal sebagai ekonom sekaligus teknokrat bertangan dingin. Ketika memimpin tim ekonomi Presiden Gus Dur, ekonomi berhasil tumbuh dari -3% menjadi 4,5%. Pada saat yang sama, utang luar negeri berkurang US$4,15 miliar, ekspor nonmigas naik 200%, dan gaji PNS naik 125%. Selain itu, indeks gini rasio berhasil mencapai titik terbaik sepanjang sejarah, yaitu 0,31. Serunya lagi, semua prestasi itu dicapai dalam tempo singkat, yaitu hanya 21 bulan.
Sebetulnya, RR, begitu dia biasa disapa, sudah beberapa kali terlibat dalam Pilpres. Namun saat itu dia lebih banyak berperan sebagai semacam penasihat calon presiden yang berlaga. Mantan tim panel ahli Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bersama tiga peraih nobel bidang ekonomi itu banyak memberi saran dan masukan kepada para capres yang dibantunya.