Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Impor Beras, "Cerdik" tapi Sadis!

16 Januari 2018   16:02 Diperbarui: 17 Januari 2018   17:26 3197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang boleh tidak suka dengan Presiden Soeharto. Tapi, fakta menunjukkan selama 32 tahun berkuasa, nyaris tidak pernah sekali pun terjadi gejolak beras. Rakyat selalu happy, karena bisa membeli beras pada harga terjangkau. Petani pun demikian. Menjadi petani padi memang tidak bisa membuat mereka kaya-raya. Namun kebijakan harga padi yang ditetapkan Pak Harto bisa membuat petani tersenyum.

Pada masa Soeharto pula Indonesia pernah swasembada beras dan menyabet penghargaan dari Food and Agriculture Organization (FAO). Di masa penguasa Orde Baru itu, Indonesia bahkan bisa mengekspor beras ke Vientam. Sebaliknya kini, 500.000 ton impor itu didatangkan dari Vietnam dan Thailand.

Anehnya, untuk urusan segenting ini, Enggar justru dengan mantap menegaskan bahwa kebijakan impor beras merupakan diskresi dirinya. Itulah sebabnya dia merasa tidak perlu dilaporkan kebijakan tersebut kepada Presiden Joko Widodo. Korselet lagi?

Keberpihakan

Kunci politik perberasan nasional bermula dari keberpihakan kepada petani. Kalau pemerintah tidak berpihak kepada petani, maka kebijakan korselet semacam ini akan selalu berulang dan berulang. Apesnya, pasca reformasi boleh disebut Bulog tidak berperan sebagai bufferstock dan stabilisator harga beras sebagai seharusnya.

"Biasanya stok cadangan Bulog sekitar 2 juta sampai 2,5 juta ton. Ini penting. Kalau harganya naik terlalu tinggi, Bulog segera operasi pasar, menjual ke pasar-pasar supaya harga turun lagi. Dengan stok 2 juta ton, Bulog bisa menstabilkan harga 30 juta ton beras di seluruh Indonesia. Tapi syaratnya Bulog harus aktif. Nah ini celakanya, Bulog tidak aktif," ujarnya.

Sebagai Kepala Bulog, lelaki yang juga pernah menjadi Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan di era Gus Dur itu banyak melakukan terobosan. Di kantornya ada sistem yang memantau pergerakan harian harga di pusat-pusat perdagangan beras. Kalau di Pasar Induk Cipinang harganya sudah naik Rp50/Kg, artinya sudah lampu kuning yang harus diwaspadai. Bila naik hingga Rp100/Kg, maka menjadi semacam alarm. Rizal Ramli segera memerintahkan Bulog membanjiri pasar. Harga pun turun kembali ke titik normal.

Keberpihakan kepada petani itulah yang ditunjukkannya. Dia perintahkan para Kepala Depot Logistik (Dolog) meningkatkan pembelian gabah, bukan beras, dari petani. Perintah khusus ini untuk mencegah pat-gulipat pejabat Dolog dengan tengkulak. Pada praktiknya, para tengkulak membeli beras petani, kemudian dioplos dengan beras impor, lalu dijual ke Bulog. Akibatnya, beras yang dihasilkan petani cuma sebagian kecil yang diserap Bulog.

Rizal Ramli juga kerap turun ke lapangan, ke desa-desa untuk bertemu dengan para petani. Kebijakan yang mengharuskan Dolog membeli padi petani terbukti sangat efektif dan menguntungkan rakyat kecil. Efektif karena gabah lebih tahan lama disimpan di gudang-gudang Bulog ketimbang beras. Menguntungkan petani di desa-desa, ketika harga gabah cenderung turun saat panen, Bulog terjun menyerap dengan patokan harga dasar yang optimal.

Sebaliknya, pada masa paceklik, gabah simpanan itu langsung digiling di desa-desa. Kenaikan harga bisa diredam. Pada saat yang sama, ekonomi desa jadi menggeliat, hidup. Penggilingan padi milik pengusaha kecil desa dapat job. Ada buruh yang bekerja. Ada penghasilan yang dibawa pulang untuk anak istri.

Jadi, pertanyaannya, kenapa impor beras terjadi saat menjelang panen raya? Motif mengeruk untung segede-gedenya, sudah pasti. Motif politik? Bisa jadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun