Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Ibarat Mobil dengan Gigi Satu

13 September 2017   16:21 Diperbarui: 13 September 2017   23:43 1260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebagai Menkeu, Ani, begitu dia biasa disapa, sibuk mengutak-atik APBN. Dia menerapkan kebijakan austerity alias pengetatan bujet. Caranya, gunting tajamnya melakukan serangkaian pemotongan anggaran, termasuk belanja sosial pemerintah.

Akibatnya, berbagai harga kebutuhan dasar melonjak. Gas LPG, listrik, dan BBM semua naik. Lonjakan komoditas startegis itu segera diikuti meroketnya berbagai harga kebutuhan pokok lainnya. Tentu saja, yang paling terpukul adalah rakyat miskin dan nyaris miskin. Kelompok yang disebut kedua itu pun akhirnya  tergelincir menjadi miskin begitu BBM dan listrik 900 VA naik.  Sedangkan yang sudah miskin, kian dalam tenggelam tingkat kemiskinannya, sebagaimana dirilis BPS beberapa waktu lalu.

Masuk gigi empat

Sebetulnya, ada sejumlah langkah yang bisa ditempuh untuk mengerek pertumbuhan ekonomi agar terbang lebih tinggi dari sekadar 5%. Pemerintah harus mengambil langkah counter cyclical policies. Yaitu, kebijakan fiskal yang pada intinya meningkatkan pengeluaran (ekspansi) dan memotong pajak selama resesi.

Negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, dan Cina biasanya memompa ekonominya dengan kebijakan fiskal dan moneter. Amerika bahkan tidak segan-segan mencetak uang banyak-banyak untuk mengakselrasi ekonomi domestiknya. Masih ingat kebijakan quantitative easing/QE-nya Amerika? The Fed rajin belanja obligasi pemerintah, menurunkan suku bunga, dan meningkatkan pasokan uang. Kabarnya, sejak 2008, sekitar US$4 triliun digelontorkan ke pasar. Hasilnya, mantap. AS berhasil keluar dari krisis pada 2009. Lalu secara bertahap Negeri Paman Sam itu mulai menerapkan tapering policy karena dianggap ekonomi sudah mulai pulih.

Selain itu, diperlukan sejumlah kebijakan yang bersifat terobosan. Di antaranya, lakukan revaluasi aset secara lebih massif. Tahun silam, revaluasi aset telah menggelembungkan aset BUMN lebih dari Rp800 triliun. Pajak yang berhasil ditangguk pun mencapai Rp32 triliun.  Jika dikombinasi dengan sekuritisasi asset, maka bukan mustahil kita bakal meraup dana lagi sekitar US$10 miliar lagi.

Konsumsi publik terbukti menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi yang utama. Sampai tahun ini saja, konsumsi berkontribusi hingga 58%. Untuk itu, duet Darmin-Ani seharusnya berusaha memompa konsumsi dengan cara memperbaiki daya beli masyarakat. Caranya, ganti kebijakan kuota impor dengan sistem tarif. Sistem kuota inilah yang telah melahirkan para begal komoditas pangan yang tergabung dalam berbagai kartel. Mereka dengan seenak perutnya melambungkan harga, sehingga rakyat harus membayar lebih mahal daripada semestinya.

Dari sisi moneter, pemerintah harus memacu kredit. Bank Indonesia (BI) melaporkan, sepanjang semester satu 2017, kredit hanya tumbuh 7%. Ini jelas sangat tidak memadai. Harusnya Pemerintah menggenjot rata-rata nasional minimal jadi 15%, baru ekonomi menggeliat dan bergairah lagi. Tentu saja, perbankan nasional harus tetap prudent. Mengobral kredit secara serampangan sama saja mengundang hantu non-performing loan (NPL) yang amat mengerikan.

Sektor lain yang relatif cepat dalam memacu pertumbuhan adalah pariwisata. Pada saat yang sama, ia mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dan memberi dampak ikutan (multiplier effect) yang dahsyat. Ekonomi di sekitar kawasan wisata akan hidup, tumbuh, dan berkembang.

Jika digarap dengan benar, target mencapai 20 juta wisman dan devisa US$20 miliar sampai 2019 bukanlah ilusi. Investasi di bidang pariwisata juga tidak padat modal.  Inilah yang Rizal Ramli lakukan saat menjadi Menko Maritim dan Sumber Daya. Dia fokus mengembangkan 10 destinasi utama. Dengan cara ini, anggaran yang memang terbatas bisa lebih efektif dan memberi dampak lebih besar ketimbang disebar ke puluhan destinasi seperti selama ini.

Tidak harus berutang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun